Di sejuknya semilir angin sore Denpasar, dua sosok anak laki-laki saling adu gagasan. Arya dan Damar namanya. Mereka kakak beradik yang gempal. Kegempalan itu adalah warisan dari ibu mereka hari ini tengah merayakan pertambahan usia.
Pembahasan kakak dan adik itu adalah mengenai kado untuk sang ibu. Arya sebagai anak tertua ingin membelikan ibu selembar kerudung dari bahan satin di salah satu toko online. Kok bisa anak kecil itu bisa tahu toko online? Sila tanyakan pada emaknya.
Sementara Damar yang masuk kategori pendatang baru di keluarga kecil itu, ingin membelikan ibunya face toner yang tempo hari dia lihat di minimarket dekat rumah. Kok bisa balita itu tahu persoalan toner? Sila tanyakan pada emaknya.
Pembahasan serius itupun sampai di telinga sang ayah yang sejak tadi duduk menonton televisi. Dengan bijak ayah memanggil kedua putra gempalnya.
"Kalian mau beli kado buat ibu? Memangnya kalian punya uang?"
Arya dan Damar saling tatap, lidah mereka kelu, kepala mereka pusing seketika. Untung tak sampai demam.
"Loh? Kenapa diam? Kalau mau beli sesuatu kan harus pakai uang. Apa kalian punya uang?"
Arya yang merasa sebagai anak  tertua akhirnya angkat bicara.
"Uang tabungan kami belum cukup, bagaimana kalau pakai uang ayah saja?"
Keadaan berubah seketika. Kini berganti lidah ayah yang kelu, kepalanya seketika berkunang-kunang disertai rasa mulas yang luar biasa.
Damar si balita kagum dengan kehebatan kakaknya. Hanya dengan kalimat sakti itu ayah mereka mendadak seperti orang yang baru saja salah makan.