Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cersama) Tunggu Papa Ya

14 Agustus 2012   03:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:49 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_192902" align="aligncenter" width="445" caption="Pribadi"][/caption]

Pagi ini Amira merasakan bahagia luar biasa, hari ini ia genap berusia 17 tahun. Undangan pesta telah disebar, gaun terbaik telah dipersiapkan, beraneka macam makanan hingga tart tingkat tiga sudah dipesan di catering langganan papanya. Mira amat bersemangat menyambut pesta sweet seventeen-nya malam nanti. Amira keluar dari kamar, dilihatnya secarik kertas berwarna kuning yang diletakkan di atas meja makan. Dibacanya perlahan.

“Happy birthday Amira sayang, ini papa buatkan nasi goreng special untukmu. Siapkan dirimu untuk pesta malam nanti. Papa berangkat kerja dulu, tapi papa pastikan akan datang tepat di jam 7 saat pestamu dimulai. Tunggu papa ya sayang. Papa menyayangimu.”

Amira tersenyum lebar, matanya berbinar. Papa begitu perhatian padanya. Setelah kematian mama tujuh tahun lalu, Amira hanya tinggal berdua dengan papa dan dua orang pembantu di rumah. Amira sangat mengagumi sang papa. Papa adalah pria yang sangat bersemangat. Beliau sangat pandai mengatur waktu antara keluarga dan pekerjaan. Amira selalu berdoa agar kelak ia bersuamikan lelaki seperti ayahnya.

-----------------------***----------------------------

Waktu menunjukkan pukul lima sore. Amira diantar sopir berangkat ke salon. Rambut panjangnya ingin di curly, tatanan gaya rambut remaja masa kini.

“ting..” bunyi pesan masuk di handphone Amira.

“Sayang, pasti kau sudah bersiap – siap. Papa tak sabar hadir disana. Menyaksikan kau meniup lilin dan menyerahkan kado istimewa ini di hadapan teman – temanmu. Tunggu papa ya nak, papa menyayangimu.” Isi pesan dari papa.

Amira tersenyum geli, ia merasakan papa terlalu berlebihan hari ini. Lalu Amira membalasnya, “Iya papa, Amira pasti tunggu, sampai papa datang. Kalau papa nggak datang, lilinnya nggak akan Amira tiup.”

Amira mamsukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ia memandang wajahnya di kaca. Sang kapster sibuk dengan alat curly yang menempel di rambut Amira. Wajah Amira sangat mirip dengan mama, namun tulang rahangnya sangat kental dengan papa. Perpaduan yang sangat sempurna.

“Sudah nona, anda terlihat sangat cantik.” Suara kapster itu sedikit mengejutkan.

“Ah terimakasih. Tak adakah ucapan ulang tahun untukku?”

“Oh rupanya anda berulang tahun hari ini ya? Selamat ulang tahun nona. Semoga anda selalu dikaruniai kebahagiaan.”

“Amien,,” jawab Amira singkat sembari memberikan uang tip pada kapster ramah itu.

Lalu Amira melangkah keluar dari salon itu, melangkah mantap masuk ke mobil mewahnya.

“Kemana lagi non?” tanya pak Husin sang sopir pribadi.

“Pulang pak.”

“Baik non.”

Mobil bergerak pelan. Perasaan Amira bergejolak. Ia sungguh tak sabar menanti pesta malam ini.

-----------------------***----------------------------

“Pak Beni, apa anda baik – baik saja?” tanya Sheila sekretaris pribadi papa Amira.

“Dada saya agak sesak, saya harus pulang cepat Sheila. Hari ini Amira berulang tahun. Dan aka nada pesta mala mini di rumah.”

“Pak, sebaiknya saya panggilkan dokter dulu, wajah anda sangat pucat.” Ujar Sheila khawatir.

“Tidak perlu, saya baik – baik saja.”

Beni bangkit dari duduknya. Ia melangkah keluar ruangan sambil memegangi dadanya yang sesak. Sheila mengikuti dibelakangnya.

Tiba – tiba di depan lift, Beni ambruk tak sadarkan diri.

“Tolong panggilkan ambulance.. tolongg!!” Sheila berteriak histeris.

Setengah jam kemudian Beni sudah ada di ruangan ICU. Ia terkena serangan jantung. Sheila menunggu di sebelahnya dengan perasaan was – was.

“Sheila..” tiba – tiba Beni siuman.

“Alhamdulillah, iya pak, saya disini.”

“Bisa tolong saya kirimkan pesan pada Amira? Katakan padanya saya rapat mendadak atau apalah. Ada atau tidak ada saya ia harus tetap meniup lilin ulang tahunnya dan jangan lupa ingatkan dia untuk make a wish. Jangan lupa berikan kado yang sudah saya simpan di jok belakang mobil. Bisa kan?’

Mata Sheila mendadak basah. Ini seperti firasat Beni akan pergi untuk selamanya.

Sheila hanya mengangguk lemah.

Tiba – tiba alat rekam jantung itu mengeluaran nada yang lurus dan panjang.

“Innalilahi.”

Air mata Sheila mengucur deras, ia tak sanggup mengatakan apa – apa lagi. Ia tak bisa membayangkan betapa sedihnya Amira menjadi yatim piatu di hari ulang tahunnya.

-----------------------***----------------------------

Pukul tujuh lebih sepuluh menit, Sheila sampai di kediaman Beni. Ruang tamu dan halaman depan rumah besar itu sudah penuh sesak dengan tamu undangan. Entah kebetulan atau tidak dress code pesta ulang tahun Amira harus menggunakan baju berwarna hitam.

Amira menyambut Sheila dengan senyum sumringah. Mereka sudah sangat akrab karena Sheila sudah lima tahun mengabdi sebagai sekretaris pribadi Beni.

“Hai tante Sheila, lho papa mana?”

“Amira sini peluk tante,,” pinta Sheila lembut.

“Kok tante nangis?” tanya Amira polos.

Sheila langsung menarik tubuh gadis itu. Ia seakan tak sanggup mengatakan pada Amira bahwa papanya sudah meninggal dunia.

“Tante, jawab aku! Tante kenapa? Mana papa?”

“Amira, yang ikhlas ya sayang. Papamu meninggal satu jam yang lalu.” Jelas Sheila dengan tangis tertahan. Ia semakin mempererat pelukannya pada tubuh gadis itu.

Amira tak menjawab, tubuhnya lemas. Ia begitu terkejut mendengar penjelasan Sheila.

“Sayang, tante tahu ini berat untukmu. Tapi ikhlaskan. Tadi papa memintamu untuk tetap meniup lilin ulang tahunmu, dengan atau tanpa dia disini.” Lanjut Sheila lagi.

Amira masih diam membisu. Ia merasakan kepalanya berat. Bayangan tentang kenangan bersama papa membuatnya seakan tertikam. Sheila membopong gadis menuju tempat kue ulangtahunnya di letakkan.

“Tiup lilinya Amira, ini pesan terakhir papamu. Biarkan ia pergi dengan tenang. Jangan lupa make a wish dan doakan papamu tenang di sisiNya.”

Dengan tubuh yang masih dalam pelukkan Sheila, Amira meniup lilin itu. matanya basah. Tamu – tamu yang hadir pun kebingungan dengan pemandangan tersebut. Mereka heran, mengapa saat acara tiup lilin mereka tak dipanggil untuk menyaksikan.

Dengan hati berkecamuk, Amira meniup 17 lilin kecil yang sudah disusun diatas tart cantik bertingkat tiga, lalu meminta satu permohonan dalam hatinya sambil memejamkan mata.

”Tuhan izinkan aku melihat senyum papa untuk terakhir kalinya malam ini. Aminn.”

Amira membuka matanya yang semakin basah karena airmata duka. Ia terkejut di sudut ruangan ia melihat dengan jelas papanya tersenyum sambil mengatakan, “Selamat ulang tahun nak, terimakasih sudah menunggu papa.”

-----------------------***----------------------------

#Cersama adalah kependekan dari Cerita Bersama, adalah even yang dibuat oleh kami berenam yaitu Novi Octora, Inin Nastain, Vianna Moenar, Rieya MissRochma, Elhida, dan Ajeng Leodita

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun