[caption id="attachment_277473" align="alignleft" width="300" caption="Kecelakaan KA di Pemalang (Foto: www.news.okezone.com)"][/caption] Dalam menulis naskah buku pengayaan Sayembara Pusbuk 2009 saya mengambil judul Pesona Kereta Apiku. Saya mengulas masalah berkaitan dengan kereta api dari penemuan mesin uap oleh James Watt (1769) mengilhami pembuatan lokomotif uap hingga kereta api supercepat berbasis magnet. Kemudian sejarah pembangunan rel di Jawa dan luar Jawa. Kereta api hanya dijumpai di Jawa dan sebagian Sumatera. Kereta api di luar Jawa seperti di Makassar dan Madura hanya tinggal kenangan. Bahasan lainnya yakni profil stasiun sebagai tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api berikut peta lintasan, jenis kereta serta layanan kereta api. Satu bab lagi tentang stasiun membahas tentang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) sebagai jantung pengoperasian kereta api. Bab lainnya mengenai museum kereta api Ambarawa dan sawahlunto dan bab mengenai industri kereta api (PT. Inka di Madiun). Di antara dua belas bab, satu bab saya selipkan tentang kecelakaan kereta api. Banyak faktor yang menyebabkan kecelakaan kereta api, mulai dari manusia (humman eror) hingga masalah teknis. Petugas yang kerap dituding bertanggung jawab atas kecelakaan KA adalah petugas PPKA dan masinis. PPKA lalai memindah wesel membuat kereta api nyelonong salah jalur dan bertubrukan. Masinis ngantuk membaca sinyal seharus berhenti tapi menerobos, sehingga potensi tabrakkan pun tak terelakkan. Sebenarnya banyak pihak yang menyebabkan kecelakaan KA, selain dua petugas di atas. Petugas juru periksa rel (baanscoweer) abai bekerja memeriksa rel, penambat rel longgar berpotensi menyebabkan kereta api anjlok atau terguling. Petugas penjaga pintu perlintasan yang tidak bekerja baik atau mengantuk mengakibatkan kendaraan tertabrak bukan tidak mustahil kereta api anjlok. Begitu juga faktor teknis yakni keausan wesel atau sinyal tidak berfungsi serta rusaknya bantalan dan longgarnya penambat rel akibat kelalaian pengamatan maupun pemeliharaan dapat memicu kecelakaan kereta api. Kecelakaan berhubungan dengan KA pun disebabkan pula oleh faktor masyarakat baik pengguna atau masyarakat bersentuhan dengan kereta api. Penumpang tak membeli karcis kerap bersembunyi di atap gerbong dapat tersengat listrik pada kereta listrik atau tertebas talang besi jembatan. Begitu juga perilaku tak disiplin duduk di depan pintu, sambungan kereta, di atap gerbong atau berkerumun di lokomotif dapat benih-benih kecelakaan bertalian dengan kereta api. Ulah para sopir atau pengendara sepeda motor yang kerap menerobos pintu perlintasan kereta api kerap menjadi berita kecelakaan media cetak.  Atau masyarakat yang menggunakan perlintasan rel sebagai tempat berlalu lalang kegiatan sehari-harinya berpotensi terlindas kereta api tengah melaju. Perilaku destruktif masyarakat yang mencuri rel, kabel sinyal, atau baut penambat rel berperan besar menyumbang kecelakaan KA, karena hal itu dapat berbuah malapetaka besar. Apalagi bila teroris atau ada kelompok tertentu melakukan sabotase dengan menggergaji rel atau memasang bom berakibat kecelakaan mengerikan. Tragedi Bintaro, Senin, 19 Oktober 1987 merenggut nyawa 139 orang merupakan kecelakaan kereta api terbesar di tanah air masih menyisakan traumatis dan kepiluan. Saat itu dua kereta api bertabrakan mirip adu domba akibat humman eror antara Petugas PPKA dan masinis. Meski menubruk dari belakang, peristiwa tabrakan Kereta api di Pemalang (2 Oktober 2010) tak urung menimbulkan korban meninggal 36 (terbaru) orang dan sejumlah orang luka serta gerbong KA ringsek. Semua mengingatkan kita tentang kewaspadaan dan kehati-hatian, serta keselamatan harus menjadi hal utama.  (**)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H