Mohon tunggu...
Ajeng Kania
Ajeng Kania Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Guru di SD yang sedang asyik menemani bayi mungilnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengelola Bakat, Meraih Sukses Anak

28 Oktober 2010   23:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:01 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_306884" align="alignleft" width="104" caption="Chris John mampu mengelola bakatnya hingga sukses dan eksis (foto: www.google.com)"][/caption] Jangan ada lagi anggapan bahwa anak kita bodoh, tidak cerdas dan tidak berbakat manakala nilai rapor matematika atau sainsnya jeblok.   Atau prestasi akademiknya tidak menggembirakan.  Prestasi akademik, masih menjadi mindset untuk menentukan cerdas atau tidak seseorang. Panggung nasional kita memiliki mereka sukses dan eksis di bidang berbeda: Pak BJ Habibie (teknokrat), Chris John (petinju), Bambang Pamungkas (pesepakbola), Mario Teguh (motivator), Najwa Shihab (presenter), Ananda Mikola (pembalap), Ciputra (enterpreneur), Andrea Hiratta (novelis), Ruth Sahanaya (penyanyi), Aming (komedian), dan lain-lain. Bakat dan talenta bila dikelola dengan baik akan menghasilkan produk luar biasa, kesuksesan dan eksis di bidangnya.  Itu karena,  Allah SWT menciptakan manusia sosok paling sempurna (QS:At-Tiin; 4). dan  menciptakan manusia dalam keragaman baik golongan suku dan bangsa (QS Al Hujuraat: 13). Hal ini mengisyaratkan bahwa sebagai makhluk sempurna, manusia dilahirkan sekaligus dianugrahi kecerdasan dan bakat berbeda-beda sebagai bekal hidupnya. Lingkungan dan sentuhan sekelilingnya akan memoles sehingga bakat itu dapat terkelola menjadi investasi menguntungkan dirinya atau tidak. Pakar psikologi, Howard Gardner dalam buku terkenalnya, Frime of Mind, memaparkan pandangannya tentang kecerdasan berganda (multiple-intelligence) yang revolusioner. Gardner menolak terhadap pandangan mengenai IQ (intelligence quotient) yang sejak awal abad ke-20 dipakai sebagai satu-satunya alat ukur kecerdasan monolitik. Kesalahan terbesar tes IQ adalah menyamakan logika dengan kecerdasan keseluruhan, padahal logika hanyalah salah satu bentuk pemikiran. Menurutnya, paling tidak ada tujuh sprektrum kecerdasan utama membekali seseorang untuk meraih sukses, yaitu : kecerdasan linguistik, visual-spasial, matematika-logika, musik, kinestetis, interpersonal dan intrapersonal. Penelusuran talenta sejak dini ini untuk menghindari salah perlakuan serta efesiensi dari penghamburan waktu, tenaga atau biaya. Sebenarnya, orang tua dapat mendeteksi keberbakatan anaknya dengan membuat catatan perkembangan anak. Mereka dapat mengamati aspek motorik, bahasa, emosi, mental, kreativitas, intelegensi umum (daya tangkap, abstraksi), interes khusus dan kemampuan menonjol lainnya (menggambar, musik, dsb) sejak belia. Ketika memasuki usia sekolah, guru memiliki kesempatan lebih banyak untuk mengamati dan mengidentifikasi anak-anak berbakat. Hal itu dilakukan melalui observasi sehari-hari, baik spontanitas maupun secara sistematis melalui kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Setiap sekolah seyogianya dilengkapi buku khusus mengenai data anak berbakat meliputi informasi: (a) riwayat hidup; (b) keadaan kesehatan; (c) kepribadian (tanggung jawab, emosional, kehidupan religius, dsb); (d) kapasitas intelektual (bahasa, berpikir kritis, daya tangkap, analisa, dsb); (e) prestasi akademik; (f) bakat khusus dan prestasi non-akademik; (e) hobi. Agar proses identifikasi ini lebih objektif dan akurat, identifikasi ini diteruskan dengan tes psikologis standar seperti: tes intelegensi, tes kreativitas dan tes personaliti. Tentu tes ini harus dilakukan bersama psikolog sehingga interpretasinya dipertanggungjawabkan. Untuk memupuk bakat itu, diperlukan ruang beraktualisasi memadai untuk tumbuh-kembang. Sekolah dapat memberi sarana berlatih bagi siswa dengan menyediakan fasilitas unit kegiatan ekstrakurikuler, dana, atau instruktur. Termasuk ruang beraktualisasi lebih bergengsi, seperti: kompetisi olahraga antar-kelas, Pentas Seni, Lomba Mengarang dan Puisi, dsb. Even ini sangat baik untuk memotivasi, mengukur prestasi, bahan evaluasi, dan memperkaya pengalaman serta membentuk mental siswa tampil di ruang publik.  Disamping itu dapat mengikutkan anak pada klub, sanggar atau lembaga privat demi berkembangnya talenta mereka. Kerja keras dan latihan panjang akan mengasah bakat siswa semakin cemerlang. Seperti Chrisjon dan kawan-kawan, mereka adalah orang-orang yang mampu mengelola dan memanfaatkan bakatnya pada tempat yang sesuai sehingga memberi makna bagi hidupnya. Bukan saja membuat dirinya terkenal, tapi mengangkat citra harum daerah dan bangsanya.  (**)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun