Pemerintah Kota Surabaya sebenarnya memiliki banyak rencana monumental. Namun, sampai akhir bulan Agustus, banyak proyek-proyek yang tidak berjalan dengan baik atau mangkrak, yang saat ini telah dikeluhkan oleh masyarakat kepada pemerintah. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh beberapa alasan yang dikemukakan oleh beberapa pihak terkait. Diantaranya oleh Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP). Karena takut terjerat hukum, dinas tersebut enggan melanjutkan proyek yang mangkrak. Padahal sumber dana untuk pembiayaan pembangunan tersebut berasal dari anggaran pemerintah daerah (APBD) yang cukup besar, namun selama 3 tahun terakhir, penggunaan dana tidak memenuhi target. Kinerja DPUBMP masih jauh dari memuaskan. Pemakaian anggaran selalu dibawah 50 persen. Bahkan, sampai akhir Juli lalu, hanya 17,95 persen. Padahal dinas tersebut mendapat anggaran Rp 1,45 triliun.
Data dari DPUBMP, serapan tertinggi mencapai 59,84 persen untuk program belanja tidak langsung seperti gaji pegawai. Kondisi sebaliknya, tampak pada pembiayaan pembangunan untuk proyek-proyek infrastruktur yang hanya terealisasi 1,29 persen. Dari data tersebut, mengindikasikan bahwa proyek infrastruktur tidak ditangani oleh ahlinya. Sehingga hanya bisa menyelesaikan administrasi kantor yang lebih mudah. Selain itu, DPUBMP berdalih bahwa proyek yang mangkrak tersebut dikarenakan oleh dua alasan. Pertama dikarenakan pemenang tender tidak sungguh-sungguh mengerjakan tugasnya. Kedua dikarenakan material proyek sering datang terlambat serta adanya proses lelang proyek yang sering gagal, hingga sampai bulan September telah mencapai 20 kali putaran lelang. Hal ini mengakibatkan serapan anggaran APBD menjadi rendah. Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Surabaya, Yusron Sumartono, menjelaskan bahwa dari nilai APBD sebesar Rp 7,3 triliun hingga kini yang digunakan baru Rp 3 triliun. Sehingga Pemerintah Kota Surabaya akan berupaya supaya penyerapan anggaran bisa maksimal. Sebab rendahnya serapan anggaran dapat berdampak pada alokasi pendapatan dari pusat.
Pengamat Tata Kota ITS, Prof. Johan Silas berpendapat, ada 3 hal yang membuat serapan anggaran proyek jeblok. Pertama, dana pembiayaan dari pusat yang terlambat datang. Sehingga dana pendamping dari daerah juga ikut terlambat. Kedua, pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Seperti permasalahan pembebasan lahan. Sehingga perlu ada persiapan yang lebih baik dari Pemkot. Ketiga, kurangnya ketrampilan kontraktor dalam mengerjakan proyek sehingga tidak bisa mengikuti jadwal proyek yang sudah ditentukan dan dalam proses seleksi masih terjadi kebobolan oleh kontraktor yang telah di blacklist. Sehingga, disarankan harus blacklist kontraktor nakal serta asosiasi rekanan dan Pemerintah Kota bekerjasama untuk meningkatkan kemampuan kontraktor.
Dan saya setuju dengan solusi yang ditawarkan oleh pengamat Tata Kota ITS, Prof. Johan Silas, salah satu solusinya adalah Pemerintah Pusat harus segera mempercepat datangnya proses dana pembiayaan pembangunan ke daerah supaya dana pendamping daerah tidak terlambat. Karena kinerja Pemerintah Pusat memang sangat berpengaruh dengan elemen struktural pemerintahan yang berada dibawahnya. Serta asosiasi dengan rekanan dan Pemerintah untuk meningkatkan kemampuan kontraktor supaya lebih profesional dalam menyelesaikan pengerjaan proyek yang tepat waktu, sangat berpengaruh dalam penyerapan anggaran pembiayaan pembangunan APBD. Selain itu, DPUBMP diharapkan melakukan serapan anggaran proyek fisik dari APBD yang maksimal dengan ditangani oleh pihak yang memang ahli dalam bidangnya supaya tidak terjadi proyek-proyek yang mangkrak sehingga merugikan masyarakat, lingkungan, dan kehidupan kota tersebut.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H