Mohon tunggu...
Ajeng arifianti
Ajeng arifianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Suka dan sedang belajar menulis untuk menghasilkan tulisan yang baik, menyukai bidang seni dan sejarah, tertarik dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kisah Menarik Dibalik Buku Djanoko B (Oemar Said Noor)

16 Januari 2025   20:32 Diperbarui: 16 Januari 2025   20:32 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi

Selain keberanian dan kecakapannya, Oemar Said Noor kali ini sedikit ceroboh. Kisah ini sangat menarik karena disamping sedikit kecerobohonnya ia dapat mengenali dirinya sendiri dalam kecepatannya berlari dengan jalanan terjal dan berbukit. Selain itu, dalam cerita ini pula dapat menunjukkan dedikasi Oemar Said Noor terhadap negara. Buku tersebut adalah Buku Djanoko B berisi catatan sistem rahasia sekaligus buku code yang dibawa oleh seorang Opsir Muda Udara III yakni Oemar Said Noor. Buku ini rupanya sempat tertinggal di dahan pohon ketika Oemar bersama rombongan tengah melakukan perjalanan ke Silantai dari tempat sebelumnya yakni desa Calau, mereka menuju ke arah Halaban.

Perjalanan ini sendiri dilakukan karena di desa Silantailah yang nantinya akan direncanakan sebagai tempat untuk pertemuan pleno Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang diketuai oleh Syafruddin Prawiranegara dengan menteri-menteri yang mengikutinya selama perjalanan rombongan pusat Pemerintahan PDRI, serta 2 orang menteri menetap di Kototinggi bersama dengan pejabat-pejabat teras lainnya dari PDRI. Perjalanan yang dilakukan oleh Oemar bersama rekan-rekannya hanya memakan waktu satu hari. Jalan yang mereka lalui terlihat jelas karena memang jalan tersebut adalah satu-satunya jalan untuk menyeberangi bukit menuju Halaban. Ia bersama rombongan berjalan cepat dan memimpin dibandingkan dengan rombongan lain yang masih tertinggal dibelakang.

Ia bersama rombongan rupanya menjadi yang paling pertama sampai ke puncak, disana ia bersama rombongannya mulai istirahat dan memakan makanan sembari menikmati pemandangan dari atas. Namun, hal ceroboh justru terjadi. Oemar nampaknya tak sadar telah melepas tas berisi buku Code B dan menggantungkannya pada dahan di semak-semak bukit. Selepas ashar dan merasa sudah waktunya kembali berjalan, ia pun bersama rombongan melanjutkan perjalanan lebih dahulu meninggalkan rekan-rekannya yang masih beristirahat. Tentunya dengan langkah yang jauh lebih cepat. Sesampainya di Ampalu, ia menunggu rekan yang lain untuk pembagian penempatan penginapan. Disinilah Oemar tersadar jika tasnya tertinggal diatas bukit tempatnya beristirahat sebelumnya. Setelah sejenak ia berpikir, Oemar pun izin kepada Pak Soejono selaku rekan perjalanannya dan bergegas mengambil kembali tas yang berisi Buku Code B tersebut diatas bukit.

Sesaat pak Soejono mengatakan "Gila lu" dan entahlah kalimat selanjutnya, Oemar langsung berlari seketika itu menuju ke atas bukit untuk mengambil tas berisi buku penting tersebut. Di tengah perjalanan ia menjumpai beberapa rekannya yang juga menuju kea rah Ampalu seperti pak Syafruddin Prawiranegara bersama rombongan, Menteri Lukman Hakim, Menteri Teuku Mohammad Hassan, serta beberap pejabat PDRI dan awak stasiun radio yang lain. Mereka menegur Oemar yang pada saat itu tengah tergesa-gesa, namun tak satupun yang ia tanggapi karena tak sempat. Hari mulai gelap dan ia sama sekali tak mendapatkan kawan untuk menemani atau bahkan menungguinya saja menuju puncak bukit. Ia pun tetap berlari ke atas tanpa memikirkan apa resiko yang akan didaptkan saat perjalanan tersebut. Bahkan kegelapan malam, hutan lebat, batu runcing dan wewangian hantu sama sekali tak ia hiraukan. Sesampainya di puncak, untung saja tas beserta isinya masih lengkap tergantung di dahan yang ia gantungkan sebelumnya. Ia pun mengambil tas tersebut lalu bergegas kembali untuk turun menuruni bukit dan menyusul rombongan yang jauh tertinggal.

Sayangnya tak satupun rombongan yang berhasil ia kejar, bahkan rombongan paling terakhir. Sesampainya ia di dataran nagari Ampalu, ia dapat mengejar rombongan pembawa barang yang berjalan lambat pada saat itu. Dari situlah ia kemudian dapat berjalan santai bersama dengan rombongan tersebut menuju ke penginapan dan akhirnya berhasil berkumpul dengan awak stasiun radio.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun