Mengenal kisah perjalanan dari seorang Oemar Said Noor sebagai salah satu anggota CDO yang pada saat itu sedang melaksanakan safari gerliya untuk mempertahankan Republik Indonesia dari Belanda. Perjalanannya selama di kawasan Sumatera memberikan pengalaman tak terlupakan bagi sosok Oemar muda pada saat itu. Salah satu hal menarik dari perjuangan gerliyanya di Sumatera berada pada buku catatannya yang kini tersimpan rapi dan menjadi salah satu koleksi Museum Sandi Yogyakarta. Buku catatan ini bukan hanya berisi mengenai tulisan yang ia torehkan selama bergerliya, melainkan sampul yang ia pakai memiliki kenangan tersendiri selama berada di Calau Sumatera. Hal tersebut bermula ketika Oemar bersama rombongan mulai sampai di desa Calau setelah perjalanan sebelumnya di Bidar Alam. Sesampainya di Calau, ia bersama rombongan menempatai salah satu rumah penduduk yang bernama Datuk Rajo Malayu.
Sayangnya, pak Datuk bercerita mengenai gangguan yang selalu dialaminya beserta penduduk desa Calau. Gangguan tersebut berasal dari harimau liar yang seringkali mengganggu kenyamanan warga setempat. Harimau tersebut biasanya mengganggu kenyamanan warga dengan aksinya untuk mencari hewan peliharaan warga seperti kambing dan beberapa hewan peliharaan yang lain. Begitupula dengan rumah yang ditempati oleh pak Datuk, sekaligus yang tengah ditempati oleh Oemar Said Noor bersama rombongan pada saat itu. Harimau seringkali datang dan berjalan-jalan kesana kemari dibagian bawah rumah sembari memukul-mukul rumah dengan kukunya yang tajam berkali-kali pada bagian tiang-tiang rumah. Tentunya hal tersebut sangatlah mengganggu.
Namun, selama Oemar bersama rombongan menempati rumah tersebut, untung saja gangguan-gangguan yang diceritakan sebelumnya tidak pernah mereka alami. Kemungkinan, hal ini disebabkan oleh suara gemuruh dari generator stasiun radio yang sering dihidupkan mereka untuk menambah tenaga listrik pada accu yang digunakan membuat harimau tersebut enggan mendekat. Tak lama dari cerita tersebut diutarakan oleh pak Datuk, pada suatu sore, Oemar mendengar jika warga berencana untuk memburu harimau yang seringkala memburu ternak milik warga. Hal ini lantaran beberapa warga juga melihat bagaimana harimau tersebut mencuri kambing-kambing yang mereka miliki, bahkan mereka mengenali harimau yang sering memburu kambing warga, sehingga mereka memutuskan untuk menangkapnya.
Di sore itulah para warga secara bersama-sama mempersiapkan berbagai hal untuk melakukan pemburuan harimau seperti tali, parang, tombak, bahkan senapan pun mereka bawa. Mereka melancarkan aksi memburu harimau selepas maghrib ke tepi hutan. Dari rencana dan aksi yang dilakukan warga tersebut, saying sekali Oemar bersama rekan-rekannya tak turut serta dalam berburu, padahal hal inilah yang menurutnya sangat disesali. Bagaimana tidak, berburu adalah hal yang jarang dialami oleh orang-orang kota sepertinya, apalagi yang tidak pandai dan gemar berburu.
Setelah waktu semakin malam, rupanya penduduk yang tengah berburu berhasil mendapatkan buruannya, apalagi anak kecil sorakannya terdengar dari kejauhan, hal ini menunjukkan jika orang tua mereka berhasil berburu harimau. Oemar bersama rekan-rekannya pun berlari menghampiri warga yang berhasil menangkap harimau. Badan hewan tersebut diperkirakan kurang lebih 2 meter. Setelah menjadi baha tontonan, kulit hariau berloreng pun dikupas dan masing-masing dari awak stasiun radio mendapatkan beberapacentimeter persegi sebagai kenang-kenangan dari penduduk desa Calau. Begitupula dengan Oemar yang mendapatkan hadiah tersebut. Ia kemudian menempelkannya pada buku catatan dan dijadikan sebagai sampul depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H