Juz ketiga makna keteguhan hati. Menggiring Zaman untuk berpindah latar ke Jakarta mengorek jejak kehidupan Sri Ningsih setelah meninggalkan Surakarta. Kisah memotivasi tersampaikan melalui tokoh Sri Ningsih yang pekerja keras. Sri Ningsih masuk dalam kejamnya bertahan hidup di ibu kota.
Banyak peluang yang Sri Ningsih coba. Jatuh bangun Sri Ningsih bagai tidak takut dihantam kejinya takdir. Hingga pada puncaknya Sri Ningsih sukses mejadi salah satu pemilik perusahaan besar di ibu kota. Sri Ningsih yang selalu berusaha keras bertahan hidup di ibu kota tergambar dalam dialog, "Aku tidak punya uang untuk memasang iklan di koran, terlalu mahal, tapi aku bisa mencetak puluhan ribu selebaran promosi. Setiap hari , dibantu dua staf, kami menyebar selembaran ......." (hal 262)
Juz keempat makna cinta. Zaman berlalu menuju London dimana juz keempat terjadi. Di juz keempat ini Sri Ningsih menemukan cintanya yaitu seorang lelaki Turki bernama Hakan Karim. Kisah cinta yang sederhana namun mengharukan terjadi pada dua sejoli ini. Kisah cinta yang penuh dengan kesabaran, kesetiaan dan keikhlasan digambarkan dengan apik oleh tere liye "Terima kasih untuk kesempatan mengenalmu, itu adalah salah satu anugerah terbesar hidupku. Nasihat-nasihat lama itu benar, cinta Memang tidak perlu ditemukan, cinta-lah yang menemukan kita." (hal 286)
Juz kelima makna berdamai dengan rasa sakit. Makna terakhir yang Sri tuliskan dalam diary miliknya adalah mengenai keikhlasan. Sri Ningsih mengajarkan kepada para pembaca bahwa obat terbaik dari segala rasa sakit adalah ikhlas. Hal itu terbukti dalam dialog, "Sri sekarang tahu jawabannya. Yaitu justru dengan melompatlah ke tengah hujan, biarkan seluruh tubuh kuyup. Menarilah bersama setiap tetesnya, tarian penerimaan, jangan perna dilawan, karena sia-sia saja, kita pasti basah." (hal 457). Melalui kiasan hujan Sri Ningsih mengumpamakan dirinya yang ikhlas basah kuyup daripada harus melawan derai air.
Setelah selesai menelusuri lima juz dalam diary miliki Sri. Zaman kemudian menuntaskan tugas-tugasnya, dengan beralur maju Zaman menutup kisah Sri dan Mengungkap siapa tokoh antagonis yang harus bertanggung jawab atas kepedihan yang Sri Ningsih alami
Alur campuran digoreskan dengan sangat rapi oleh Tere Liye. Walaupun pelik kisah hidup Sri Ningsih terkemas dengan sangat menarik. Sosok Sri hadir menjadi pemeran utama sebagai gambaran dari "Kamu" yang digunakan sebagai judul oleh Tere Liye. Walaupun Sri Ningsih hadir sebagai tokoh pasif atau tokoh yang diceritakan oleh tokoh lain. Sri Ningsih memiliki andil besar dalam cerita ini. Tokoh utama lainnya yaitu Zaman Zulkarnaen yang membantu menjelaskan kehidupan sang Sri Ningsih melalui diary miliknya.
Sri Ningsih sang tokoh utama hadir sebagai wanita luar biasa dengan kisah hidup yang menyedihkan tapi memiliki hati baik, kuat nan tegar. Hal itu dapat dibuktikan dalam dialog, "Aku memang bukan siapa-siapa bagi ibu Sri Ningsih, hanya remaja yang dipungut dari jalanan, tapi bagiku, dia adalah malaikat. Dia memberiku makan saat aku kelaparan, mendidikku, memberiku kesempatan ......." (hal 277).
Tokoh utama lain adalah Zaman Zulkarnaen seorang pengacara muda asal Indonesia yang cerdas, jujur dan pantang menyerah. Sosok Zaman yang pantang menyerah tergambar dari keteguhannya dalam menyelesaikan kasus milik Sri Ningsih. Sifat tokoh Zaman terbukti dalam dialog, "Lelah seharian berkeliling dari satu rumah ke rumah lain, tidur malam itu terasa lebih cepat. Seperti baru sebentar merebahkan punggung di atas tikar, cahaya matahari pagi sudah menerabas jendela rumah ......" (hal 63). Dari dialog di atas dapat terlihat jika Zaman tak kenal lelah menyelidiki diary Sri.
Tokoh antagonis dalam novel Tentang Kamu adalah Sulastri sahabat lama Sri ningsih saat masih di madrasah dan menjadi pengkhianat bagi indahnya persahabatan mereka yang indah dulu. Sulastri juga mengikuti gerakan PKI bersama suaminya melakukan pembantaian pada masa itu. Di novel ini dulu Sulastri digambarkan sebagai wanita yang baik hati. Namun, karena memiliki kecemburuan pada Sri dan satu kawannya Sulastri berubah menjadi pendendam, ambisius dan sangat kejam. Ia tega melakukan apa saja demi menghancurkan hidup Sri Ningsih karena rasa cemburunya. Hal itu terbukti dari dialog, "Nyala api cemburu itu juga telah menyala di hati Mbak Lastri ....." (hal 77)
Novel ini memiliki latar pembuka dan penutup di Paris seperti pada dialog, "......Gulfstream G650 dengan kapasitas dua belas penumpang itu mendarat di Aeroport de paris-orly-bandar udara kedua terbesar di paris ..... " (hal 22) Walaupun, berlatarkan di Paris tapi corak budaya Indonesia masih Tere Liye gambarkan dari para tokohnya yang dapat ditemukan pada dialog, "Dinding lorong lantai enam dilapisi wallpaper dengan motif batik jawa ......" (hal 32)
Novel ini juga memiliki empat latar tempat lainnya. Antara lain di sumbawa menggambarkan tentang masa kecilya. Seperti yang dapat ditemukan dalam bab 3 hingga bab 9. Di Surakarta menggambarkan kisah remajanya saat masih di madrasah mengalami suka duka bersama para sahabatnya. Hingga akhirnya terjadi pengkhianatan yang dilakukan oleh Sulastri sahabatnya.