Mohon tunggu...
Andi Tenri Ajeng
Andi Tenri Ajeng Mohon Tunggu... -

pengembara di jalan sepi. perenung yang mencintai kematian dan pencari Tuhan yang meyakini cinta timbal balik antara Tuan dan hambaNya. Bukan siapa-siapa, hanya Hamba Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencari Akar Konflik Kekerasan di kampus UMI

4 Desember 2013   21:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:19 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kekerasan memang naluri paling rendah manusia, sebagai naluri ia melekat dalam diri manusia. Potensi kekerasan selalu ada dimananapun manusia berada. Hanya saja diberi manusia pengetahuan agar mampu menahan hawa nafsunya. Hawa nafsu adalah hasrat yang berlebih-lebihan yang bisa menggiring manusia pada kesesatan.

Peristiwa meninggalnya Tri Saputra yang lebih akrab dengan panggilan Radit (19), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar pada pukul 10.30 Wita, Kamis (21/11/2013) seperti mengorek kembali banyak peristiwa kekerasan yang terjadi sebelumnya. Meninggalnya Muhammad Ibrahim Rauf alias Ibe, mahasiswa Teknik Elektro angkatan 2008 akibat luka tusukan di perut (20/9/2012). Meninggalnya MJ Nasrullah, wartawan kampus UPPM UMI (22/4/1999) akibat tawuran, peritiwa Memar 2004 dan Amarah 1996 adalah sedikit contoh dari banyak peristiwa kekerasan dalam kampus.

Sebagai tempat para cendikiawan, intelektual, kaum terpelajar, ustadz dan ustadzah apa yang terjadi di kampus UMI adalah gambaran betapa hawa nafsu dipampangkan didepan para inteletual tanpa mampu melakukan apa-apa. Sebab peristiwa ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Konflik demi konflik seringkali menelan korban jiwa dan ini dilakukan oleh kelompok yang itu-itu saja. Bukan hal baru perkelahian antar kelompok ini selalu saja terjadi Mapala vs Teknik (dipelihara), Bone vs Palopo (dipelihara), Sipil vs Mesin (dipelihara). Dan muskil jika ini adalah sesuatu yang tiba-tiba karena kampus UMI adalah kampus yang sangat memelihara tradisi keagamaan. Ada pesantren yang wajib diikuti bagi mahasiswa baru, pun pesantren disetiap semester, lalu setiap akan KKN dan bahkan di proses belajar mengajar pun mahasiswa selalu diberi sentuhan spiritual. Sepertinya kampus ini paling minim konflik dan paling damai seharusnya. Tapi karena konflik yang terpelihara, kampus UMI ibarat api dalam sekam, mudah sekali tersulut dengan berbagai masa lalu.

Secara kultural, kampus ini sudah memenuhi bahkan melebihi kapasitasnya sebagai kampus pendidikan. Lalu bagaimana dengan struktural?, sebab struktural yang membentuk kultur. Orang-orang yang bertanggungjawab secara struktur menjadi pembentuk kultur dalam kampus. Melihat kultur kekerasan yang mudah sekali tersundur maka perlulah kiranya orang perorang pemegang struktur berbenah diri meraba hati masing-masing apakah visi pribadi sudah sejalan dengan visi kampus. Jika pembunuhan terus terjadi maka sebaiknya membuka diri masing-masing tanpa harus menunggu dituding oleh mahasiswa jika ini adalah ulah dari civitas akademika sendiri. Keinginan mempertahankan jabatan atau mendapatkan jabatan menyebabkan visi mendidik menjadi mem”bina” mahasiswa untuk dipelihara bagi keberlangsungan jabatan.  Dan bagi yang di bina mendapatkan kesenangan tersendiri karena mendapatkan kemudahan untuk penyelesaian studi, kedekatan, sampai pada mendapatkan uang.  ritme yang dipelihara ini menjadikan pola ini sistematis. Sebenarnya bisa disimpulkan yang melakukan ini hilang lagi kemanusiannya dan semangat pengabdiannya. Hanya semangat kehewanan semata-mata, sebab hanya hewan yang mengorbankan apa saja untuk mempertahankan diri untuk hidup.

Ada baiknya yang mendidik di kampus UMI saat ini bukan yang cari hidup dari kampus, tapi benar-benar orang dengan visi pendidikan. Selama ini yang terjadi orang baik justru terlempar dari kampus. Sehingga dibutuhkan standar yang dibutuhkan adalah pernah memimpin minimal di jurusan atau dekan, serta organisatoris dan tipe pendidik yang baik.

Minimal pemimpin yang baik bisa memberikan harapan yang baik tentang UMI yang lebih baik. Agar tidak kuatir lagi para orang tua menitipkan anaknya di kampus UMI yang dulu tersohor itu.

Note: To A.Zul, Tq for inspired.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun