Mohon tunggu...
Angelina R
Angelina R Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Warga Negara Indonesia yang baik hati dan tidak sombong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karena Kita Sahabat!

22 Januari 2012   00:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Pak, Sejak tadi perempuan itu tidak mau berbicara. Sudah kami paksa-paksa dia. Tak satupun kata yang keular dari mulutnya.” Seorang Pria berseragam dengan sedikit lambang di bajunya berkata kepada pria lain yang juga berseragam dengan banyak lambang di bajunya.

“Mungkin kita butuh pendapat ahli. Bawa saja perempuan itu ke rumah sakit.” Kata si pria berseragam dengan lambang lebih banyak. Pria yang satunya mengangguk lalu keluar menuju sebuah ruangan. Di sana seorang perempuan kira-kira berusia seperempat abad duduk di kursi. Perempuan itu cantik tetapi penampilannya tidak karuan. Wajahnya kuyu banyak terdapat bekas memar di sana, rambutnya yang panjang di ikat serampangan, badannya lunglai dia hanya memakai baju kaus oblong berwarna biru dan jeans berwarna hitam dengan sendal jepit sebagai alas kaki.

“Hubungi rumah sakit, bawa perempuan ini ke sana.” Perintah pria berseragam dengan lambang sedikit itu itu kepada salah seorang pria berseragam yang lambangnya lebih sedikit lagi di ruangan itu. Yang diperintah mengangguk dan segera menjalankan perintah.

“Joko, aku takut!” Perempuan cantik yang duduk di kursi itu berbisik kepadaku.

“Tenang saja, Lastri. Semua akan baik-baik saja.”

**

Namanya Lastri, wajahnya cantik dan jelita. Dia baru saja menikah dengan Bayu. Usia pernikahan mereka belumlah lama, baru dua bulan. Sebagai pengantin baru, mereka tentu berbahagia tetapi ternyata hal itu tidak terjadi pada Lastri dan karena ketidak bahagiannya itu, aku datang ke dalam kehidupannya. Aku pertama kali menampakan diri pada Lastri saat dia sedang menangis pilu, tergeletak tak berdaya dan telanjang. Badannya penuh memar dan bilur.

“Jangan menangis, Lastri?” Kataku waktu itu. Lastri menghentikan tangisannya, menatapku kaget.

“Siapa kau? Mengapa kau tahu namaku?” Dia bertanya. Aku tersenyum.

“Aku Joko! Aku akan menjadi Sahabatmu.” Aku berkata, dia terlihat bingung

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti!” tanyanya bingung.

“Aku akan menjadi sahabatmu, mendengarkan semua keluh kesahmu.” Aku berkata lagi. Lastri terlihat bingung.

“Aku sungguh tak mengerti, tetapi terima kasih kau mau menjadi sahabatku.” Kata Lastri kemudian. Aku tersenyum dan membelai rambutnya.

“Aku akan menjadi sahabatmu! Tetapi kamu tak boleh bilang siapa-siapa tentang aku. Kalo tidak aku berhenti menjadi sahabatmu.” Aku berkata kepada Lastri. Lastri mengangguk dan tersenyum padaku.

“terima kasih, Joko sudah mau menjadi sahabatku/’ katanya. Aku mengangguk, membelai rambut Lastri yang panjang. Malam itu aku tidur bersamanya.

Sejak saat itu, semua hal yang terjadi pada Lastri selalu dia ceritakan kepadaku.

“Joko, Bayu memukulku dengan ikat pinggang.”

“Joko, Bayu memperkosa aku.”

“Joko, Bayu menyiramku dengan kopi panas.’

“Joko, Bayu menyiksaku lagi!”

Semua cerita lastri tentang Bayu membuatku sedikit tak percaya. Bayu suami Lastri itu tampan dan kelihatan santun. Aku saja yang laki-laki ini memuji ketampanannya. Tetapi memang jangan pernah menilai buku dari sampulnya. Ketampanan Bayu berbanding terbalik dengan perilakunya kepada Lastri terutama jika dia mabuk dan parahnya dia selalu minum minuman keras setiap malam. Seperti malam itu, aku sedang bercerita dengan Lastri di dalam kamar tidurnya dengan Bayu ketika tiba-tiba Bayu menerobos masuk ke dalam kamar mereka.

“Apa yang kau lakukan perempuan sialan? Kemari kau!” Bayu menarik rambut lastri yang panjang dan membawa kepalanya Lastri mendekat ke arahnya. Bau minuman keras tercium dari mulutnya.

“Ampunn, Mas! Ampunnn!” Kata Lastri,

“Tidak ada kata ampun untukmu perempuan jahanam.” Bayu berkata lagi. Kali ini berteriak dengan keras. Bayu kemudian menjatuhkan kepala lastri dengan keras di tempat tidur. Lalu melucuti ikat pinggang yang dipakainya.

Cetarrr! Satu ayunan ikat pinggang mendarat di punggung Lastri. Lastri menjerit kesakitan.

“Diam kau perempuan setan.” Kali ini ikat pinggang itu mendarat di mulut Lastri, meninggalkan bekas merah di situ. Lastri menangis dalam diam. dua tiga kali lecutan mendarat di punggung, kaki dan lututnya lagi. Setalah puas memukul Lastri dengan ikat pinggang, Bayu mengambil tali dari dalam saku celananya dan mulai mengikat tangan dan kaki Lastri di setiap ujung tempat tidur, lalu mulai membuka semua baju Lastri dengan kasar. Kemudian setelah tak selembar benangpun menempel di tubuh Lastri, dia membuka celananya sendiri.

“Ayo teriak perempuan jalang! Katakan kau puas! Katakan kau menginginkan aku.” Bayu berkata saat tubuhnya sudah menindih Lastri. Lastri menangis dan menjerit. Dia tak bisa apa-apa, aku bisa merasakan tangan dan kakinya tegang karena diikat. Sementara Bayu terus berteriak dan menari-nari seperti kesetanan di atas tubuhnya, aku dapat melihat Lastri yang kesakitan. Akhirnya permainan itu selesai, Bayu terenyum sumringah. Dia segera melepaskan tali ikatan di kaki dan lengan lastri sebelum kemudian pergi dari kamar itu meninggalkan Lastri yang menangis kesakitan.

Aku mendekat kepada Lastri.

“Dia melakukan lagi padaku, Joko!” Lastri berkata padaku lirih.

“Kurasa kau harus membunuhnya Lastri.” Kataku mantap. Lastri memandangku.

“Aku takut!”

“Bunuh dia, Lastri sebelum kau dibunuhnya.” Aku berkata lagi. Lastri memandangku sejenak, menghentikan tangisannya.

“Apakah kalau aku membunuh Bayu, aku akan selamat.” Kata Lastri

“tentu! Kau akan selamat, Sayang!” Aku berkata lagi. Lastri menatapku mantap.

“Dengan apa aku membunuh lelaki sialan itu!”

“Gunakan pisau, tusuk dia berkali-kali, dia akan sangat menderita.” Aku menyarankan. Ada binar mengerikan terpancar di mata Lastri.

**

Tigapuluh menit kemudian lastri telah dibawa masuk ke sebuah ruangan oleh seorang pria berseragam. Seorang perempuan seumuran Lastri menyambut kedatangan kami.

“Halo perkenalkan saya dokter Latip, Ahli jiwa. Ada yang bisa saya bantu?” Kata perempuan itu ramah.

“Jangan percaya padanya, Lastri!” Aku berbisik kepada Lastri. Lastri mengangguk menatapku.

“Saya Adham, dari kepolisian. Bisakah dokter mengecek kejiwaan perempuan ini?” Pria berseragam bernama Adham yang mengantar kami berkata kepada dokter Latip

“Ada apa dengan dia?”

“Dia sama sekali tidak berbicara sejak kemarin! Mungkin dia syok!” Adham menjelaskan

“Syok kenapa? Apa yang dia lakukan sampai harus ditahan di kantor polisi?” tanya dokter Latip.

“Dia membunuh suaminya, Dok! Dan saya rasa dokter tidak ingin tahu dengan apa.” Kata Adham lagi kemudian.

“Dia membunuh suaminya? Kenapa?” tanya dokter Latip lagi bingung. Kali ini dia menatap ke arah Lastri dan tersenyum.

“Hati-hati Lastri, jangan balas tersenyum. Perempuan itu berbahaya.” Bisikku kepadanya.

“Iya aku tahu Joko! Aku tahu semua orang berbahaya.” Tanpa diduga Lastri berteriak. Dokter Latip dan Adham menoleh kepadanya dan kemudian saling berpandangan.

“Kata pertamanya, Dok.” Adham berkata kepada dokter Latip.

“Lastri kau berbicara dengan siapa?” Dokter Latip tidak mempedulikan Adham dia menatap Lastri lagi. Lastri tampak kebingungan.

“Jangan bilang kau sedang berbicara denganku, Lastri.” Aku berkata kepada Lastri lagi. Dia terdiam.

“Kau sedang berbicara dengan siapa, Lastri?” Lagi dokter Latip bertanya. Lastri terlihat semakin bingung.

“Aku berbicara dengan Joko. Dia sahabatku dia selalu mendengarkan aku, membantu aku saat Bayu memukul aku. Dia yang menyuruh aku membunuh Bayu, memotong kelamin Bayu dengan pisau. Bukan aku yang membunuh Bayu, Joko yang melakukannya.” Kata Lastri tiba-tiba. Dia berbicara cepat dan terlihat linglung.

“Siapa Joko?” Kali ini Adham yang bertanya. Lastri Menatap Adhamm sebentar dan menunjukan ke arahku.

“Itu Joko ada di situ, dia berada bersamaku terus semenjak tadi.” Lastri berkata. Aku menatap Lastri marah. Adham dan dokter Latip menatap ke arahku.

“Tidak ada siapa-siapa di sana, Lastri!” dokter Latip berkata. Dan tiba-tiba dia seperti tersadar.

“Halusinasi parah!” Dia berkata kepada Adham, Adham kelihatan tidak mengerti. Aku menatap Lastri marah.

“Aku akan membunuhmu, Lastri.” Kataku menatapnya tajam. Lastri mulai menangis.

“Joko akan membunuh saya, Joko akan membunuh saya, Joko akan membunuh saya” Dia berteriak histeris.

“Pegangi dia Pak polisi. Saya akan suntikan obat penenang.” Kata dokter Latif lagi. Sungguh! Aku benar-benar kecewa pada Lastri, Kenapa dia memberitahuakan tentang aku pada orang lain. padahal Aku sudah menganggapnya sahabat.

Tamat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun