Mohon tunggu...
Angelina R
Angelina R Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Warga Negara Indonesia yang baik hati dan tidak sombong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Inception

13 Desember 2011   11:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:22 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kedua pria itu berlari kencang menerobos kegelapan malam. Mereka tidak peduli hawa dingin yang menusuk kulit, mereka tidak peduli luka tergores akibat torehan ranting-ranting kayu, mereka tidak peduli. Yang mereka pedulikan hanya satu: berlari dan terus berlari.

"Bangsat! Kok bisa ketahuan sih?" pria pertama memaki. Tanganya memegang sebuah ransel, "Padahal gue yakin banget aksi kita ga bakalan ketahuan" dia terus berlari kencang diikuti pria yang satunya lagi. Keringat dingin mengalir di dahi mereka. Malam yang sunyi memperkencang detak jantung.

"Bukan salah elo, Bang..." Pria kedua menyahut, dia diam sejenak mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kita ga memprediksi kalo Bank itu punya alarm dan mereka punya Satpam yang banyak sekali " sambung pria kedua lagi, ketika napasnya sudah teratur. Pria kedua sudah lupa berapa lama mereka berlari, ada lebih dari tujuh orang satpam yang mengejar mereka. Mereka harus berhenti berlari segera mungkin kalo tak ingin hipoksia*.

"Ah! Tahu begini mending kita rampok toko perhiasan seperti biasa. Meski hasilnya sedikit, kita ga pernah ketangkap" Pria pertama bersuara lagi. Tangannya memegang kuat ransel berisi ratusan lembar seratus ribu. Mereka sudah berlari kurang lebih satu jam tanpa henti. Sial! Kakinya semakin lelah, jarak dari bank masuk ke dalam hutan ini lumayan jauh juga ternyata. Mereka harus berhenti berlari segera mungkin kalo tak ingin kaku otot.

"Sudahlah, Bang Agus, yang penting kita selamat dulu" Pria kedua menarik napas, napasnya semakin cepat. Kalo terus berlari dia bisa mati. Dia segera menurunkan kecepatan larinya dan berhenti. "Tunggu, Bang Gus" napasnya tersengal-sengal, "kita berhenti dahulu". Pria pertama yang dipanggil Agus itu melihat ke arah mereka berlari tadi. Tidak ada tanda-tanda Satpam yang mengejar mereka. Mereka telah berlari jauh ke hutan. Dan Satpam-satpam itu sepertinya telah kehilangan jejak mereka.

"Baiklah Budi, kita istirahat" kata Agus kemudian, dia sendiri juga  sudah juga kelelahan berlari. Kakinya sakit semua. Mereka memilih duduk di dekat sebuah pohon besar. Hening tercipta, Budi sibuk mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Hidungnya dengan rakus menghirup oksigen. Agus duduk bersandar di pohon mengurut-ngurut kakinya. Ranselnya didekap erat di dada.

"Gue ga nyangka bang. Setelah lima tahun kita beroperasi ini pertama kalinya kita dikejar Satpam" Budi membuka suara. Rupanya oksigen telah berhasil memenuhi tuntutan tubuhnya.

"Karena kita nekat, selama ini kita rampok toko-toko perhiasan kecil yang tak ada  alarm" jawab Agus. Tangannya masih mendekap erat ranselnya. Budi manggut-manggut mengerti. "Semakin besar hasilnya, semakin besar resikonya" kata Agus lagi menepuk-nepuk ranselnya yang terdekap erat di dada. Budi Tersenyum. Yah lihat positifnya, mereka punya banyak uang sekarang.

"Apa yang kau lakukan dengan uang-uang rampokan kita,  Bang?" tanya Budi kemudian

"Gue mau senang-senang pake uang ini, Bud.  Seperti biasa" jawab Agus. Dalam hati dia membayangkan berapa wanita yang akan dia tiduri dengan uang itu. Lidahnya perlahan membayangkan rasa nikmat whiskey yang manis, mungkin dia akan mencoba menghirup kokain.

"Kalo lo Bud, Apa yang akan lo buat dengan duit ini" tanya Agus, menatap Budi rekan setianya selama lima tahun belakangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun