Mohon tunggu...
Angelina R
Angelina R Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Warga Negara Indonesia yang baik hati dan tidak sombong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[KCV] Bersama Selamanya

13 Februari 2012   18:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:42 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

No. 33 Angelina R dan Latif Nur Janah

Dia sudah lupa berapa lama dia berdiri di pantai ini. Dia begitu asyik menyaksikan ombak yang saling berkejaran. Dia begitu asyik merasakan angin pantai yang membelai lembut kulitnya. Dia begitu asyik mendengarkan suara merdu laut yang mengalahkan musik terindah sekalipun. Sungguh dia tak peduli berapa lama dia di pantai ini, kalau bisa dia ingin selamanya di sini.Sementara awan-awan kelabu mulai berarak memenuhi langit, mengkudeta mentari hingga tak lagi dia bersinar. Semoga tidak hujan, batinnya ketika merasakan perubahan cuaca itu. Dia sangat mencintai pantai tetapi membenci hujan. Tetapi apalah dayanya, meski dia tidak ingin hujan turun, dia hanyalah manusia biasa. Keinginannya tentu tidak mampu menghalangi butir air yang berjatuhan. Dia berdoa semoga hujan tidak jatuh karena rintik-rintik hujan seumpama Jarum-jarum kecil yang selalu berhasil meleburkan semua kenangan yang pernah ia toreh bersama seseorang di pantai ini. Air hujan di tubuhnya laksana luka bertabur garam. Perih. Entah sampai kapan ia akan berdiri di sana, menyaksikan ombak-ombak itu. Ia bagai karang, kuat tapi rapuh oleh air yang perlahan mengikisnya.

Dia benci menghadapi kenyataan bahwa pantai yang sangat dia cintai ini selalu mengingatkan kembali kepada seseorang. Seseorang yang datang hanya sebentar dalam hidupnya memberi dia arti cinta yang sebenarnya kemudian pergi membawa semua semangat hidupnya. Seseorang itu adalah lelaki bernama Ezra. Lelaki yang berhasil membuat dia jatuh cinta setengah mati.

Dia ingat saat itu langit dihiasi awan kelabu, dia sedang santai memandang pantai ketika seorang pria tampan tak di kenal datang menghampirinya.

“Maaf, boleh aku duduk di sampingmu.” Kata pria itu. Dia menatap pria itu sebentar was-was. Pria itu tampan dan kelihatan terpelajar. Tetapi sekarang kejahatan dilakukan oleh orang bertampang baik-baik. Dia tidak menjawab malah memberikan tatapan curiga. Pria itu tersenyum.

“Ezra” Dia mengulurkan tangan. Mau tak mau dia menjabat tangan itu.

“Ruth” Katanya. Dia merasa nyaman ketika tangan mereka bersalaman.

“Jadi boleh aku duduk di sampingmu?” Tanya Ezra. Ruth mengangguk, tersenyum. Dia merasa bersalah telah berpikir yang bukan-bukan. Ezra duduk di samping Ruth, keduanya terdiam menikmati ombak yang mulai saling memburu satu sama lain.

“Ombaknya ganas.” Ezra berkata setelah mereka terdiam lama. Dia lalu melempar kerikil ke arah ombak yang menggulung hingga lemparannya hilang di telan bentangan samudra.
Tak ada suara setelah itu kecuali deburan memecah karang. Petang mula
i menjelma menjadi malam. Seiring dengan itu bohlam-bohlam kecil dari kejauhan mengerlip indah bak bintang yang datang mengiringi bulan. Tiba-tiba rinai hujan mengguyur bumi. Lama kelamaan, ombak pun terdengar semakin samar karena riani semakin kerap, berubah menjadi hujan deras. Keduanya buru-buru berdiri.

“Sial, aku benci hujan!” Kata Ruth. Ezra tersenyum

“Ayo kta berteduh!” Kata Ezra,dia meraih tangan Ruth mereka berlari dibawah rinai hujan.

“Bagaimana kalo kita minum kopi di sebuah kedai favoriteku.” Kata Ezra, Ruth mengangguk. Mereka kemudian berlari berpengan tangan di bawah deras hujan sampai akhirnya menemukan sebuah kedai kecil yang berjarak kira-kira 300 meter daritapi pantai. Kedai itu lumayan besar. Mereka duduk berhadapan di kursi paling ujung. Dua meja di kanan dan kiri mereka kosong hingga mereka tak perlu khawatir tak dapat melihat gelombang pantai dari kejauhan. Di luar hujan sangar mengguyur bumi, menciptakan suara yang memekakkan telinga.

“Kenapa kau benci hujan?” tanya Ezra yang mulai menyulut rokoknya.

“Tak ada orang yang suka kebasahan, kan?” Ruth balik bertanya.

“Jadi hanya karena kebasahan?”

“Bukan.
“Lalu?”
“Kenapa kau begitu ingin tahu?” tanya Ruth lagi.

“Salahkah aku begitu ingin tahu tentang kesukaan wanita asing yang hanya kuketahui namanya?” Tanya Ezra, Ruth terperangah mendengar perkataan itu. Terdengar gombal tetapi indah.

“Kau tidak bersalah, satu saat kau akan tahu sendiri.” Kata Ruth. Ezra tersenyum.

Seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka. Ruth memesan Mie ayam dan jeruk hangat sedangkan Ezra hanya memesan segelas kopi. Percakapan berhenti, Ruth menikmati pesanannya. Ezra menatap Ruth geli perempuan itu begitu bernafsu melahap makanannya.

“Kau lapar rupanya.” Kata Ezra. Ruth tersenyum mengangguk. Di luar hujan masih turun dengan deras.

Sejak saat itu mereka terus berjumpa, tidak hanya di pantai tetapi juga di restaurant seeafood kesukaan Ezra, Restaurant Italia kesukaan Ruth, di kedai kopi kesukaan mereka hingga akhirnya Apertement Ezra. Dan akhirnya kamar Ezra adalah tempat favorite dan paling sering mereka kunjungi bersama. Ruth selalu suka menghabiskan malam-malam di dalam pelukan Ezra, merasakan senyuman Ezra saat mereka berciuman yang kemudian berakhir dengan bersatunya kulit telanjang mereka. Lima tahun bersama Ezra, membuat Ruth sadar dia begitu mencintai laki-laki itu.

“Aku sudah begitu dekat denganmu. Katakanlah menagapa kau begitu tidak suka hujan?” Tanya Ezra suatu waktu Ruth berada di dalam pelukan Ezra. Ruth terenyum.

“Karena hujan itu suka bikin aku galau.”

“maksudmu?”

“Hujan itu plin-plan datangnya Cuma sebentar habis itu pergi lagi, datang lagi, pergi lagi. Bikin galau.” Ezra tertawa mendengar perkataan Ruth.

“Pemikiran yang aneh.” Kata Ezra. Ruth menatapnya lama.

“Jangan jadi seperti hujan, hanya datang sebentar lalu pergi kemudian kembali lalu pergi lagi. Jangan hanya sebentar membasahi hatiku. Aku ingin kau untuk selamanya.” Kata Ruth. Ezra terdiam lama.

“Aku akan selalu bersamamu selamanya, Ruth. Aku Janji.” Ezra berkata sepenuh hati. Ruth tersenyum dia mempererat pelukan mereka.

“Ruth, jadilah istriku.” Ezra berkata lagi kemudian. Ruth melepaskan pelukannya, dia terkejut.

“Aku berjanji akan bersamamu selamanya” Katanya lagi dan Ruth kembali memeluk lelaki itu bahagia.

“Kita akan bersama selamanya, sayang!” Kata Ruth disela isak tangis bahagianya.

Tetapi sekarang selamanya itu tidak pernah terjadi, Ruth masih tetap sendirian melewatkan hidupnya. Ezra benar-benar seperti hujan, datang hanya sebentar dalam hidupnya memberikan dia arti cinta yang sebenarnya lalu kemudian pergii hanya beda dengan hujan yang selalu kembali, Ezra tidak pernah kembali ke sisinya.

“Atrositosma difus, stadium lanjut! tumor pada sistem saraf pusat. Tidak bisa disembuhkan dan bersifat mematikann.” Ruth terngiang kata dokter. Dia bahkan baru mendengar penyakit yang mirip nama makanan itu. Usia pernikahan mereka satu tahun waktu itu, Ezra sering pusing hebat dan kejang. Ruth sama sekali tak menyangka ada tumor di salah satu organ paling penting dalam tubuh Ezra.

“Tumor yang agresif, Suami Anda tidak akan bertahan lama.” Kata-kata dokter yang membuat Ruth menangis.

“Kenapa, Dok? Suami saya berjanji kami akan selalu bersama.”

“Tumor ini bersifat anasplastik, sebenarnya sudah tumbuh lama di tubuh suami Anda. Sel tubuh tidak merasa sel ini ancaman karena bentuknya yang tidak dapat dibedakan dengan sel sistem saraf pusat. Tahu-tahu dia sudah berkembang ganas. Kami akan melakukan yang terbaik.” Janji dokter yang sama sekali tidak membuatnya bahagia. Dan setahun kemudian Ezra harus menyerah kalah.

“Aku akan selalu bersamamu selamanya, Ruth” Bisiknya sebelum dia pergi.

Air pasang kini telah sampai di mata kakinya. Pasir-pasir putih juga mulai terseret menuju gulungan ombak. Hatinya miris tatkala menyadari bahwa kini ia benar-benar sendiri, tak ada lagi Ezra yang menemani dia merasakan pantai, memeluknya saat malam dan membelai kulit telanjangnya. Dia menarik napasnya dalam-dalam berharap dia merasakan Ezra di udara.

“Mamaaaa........” Seorang anak laki-laki kecil berumur lima tahun berteriak memanggilnya. Ruth menoleh dia tersenyum pada bocah itu.

“Kemarilah Ezra!” Katanya. Bocah kecil itu berlari ke dalam pelukannya.

“Ayo pulang, Ma! Ezra lapar.” Kata nya. Ruth tersenyum, mengangguk.

“Ayoo..” Katanya. lalu mereka berlalu dari pantai itu, Ruth memegang tangan Ezra erat.

“Ma, Mama ke pantai untuk bertemu Ayah yah?” Tanya Ezra mengagetkan Ruth. Dia menghentikan langkah mereka dan berlutut di hadapan anaknya. Ada mata coklat milik Ezra di situ.

“Tidak sayang, Papa selalu ada di sini. Di hati kita.” Ruth menunjukan dada Ezra. Bocah itu tersenyum.

“Aku akan selalu bersama Mama selamanya.” Katanya kemudian, kata-kata yang mirip perkataan Ezra beberapa tahun lalu. Dia memeluk Ezra erat dan tiba-tiba hatinya damai. Yah, Ezra tidak pernah pergi, dia meninggalkan Ruth bersama anak mereka yang Ruth beri nama Ezra juga.

“Besok kita ke makam papamu yah!” Kata Ruth di sela pelukan mereka. Dan seketika rinai hujan turun membasahi bumi, dan seketika rintik-rintik hujan itu tidak lagi seumpama jarum tirta yang menyusup masuk membasahi kulitnya, tidak lagi seperti air garam yang ditaburkan ke dalam luka, tidak lagi perih tetapi sebagai pertanda bahwa Ezra selalu bersamanya selamanya.

-Tamat-

Karya peserta lain di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun