Mohon tunggu...
Ajat Sulthan
Ajat Sulthan Mohon Tunggu... -

BINTANG tetap Bersinar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilgub Banten: Kemenangan Ratu Atut-Rano karno, Kemenangan Masyarakat Banten

25 Oktober 2011   13:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:31 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di kotak suara saya pilih Ratu Atut – Rano Karno Saya tahu karena pasangan ini akan menang. Ada yang bertanya: kenapa? Jawab saya: Karena saya tahu mereka berdua yang terbaik dan mampu mensejahterahkan masyarakat banten. Lantas pertanyaan itu dilanjutkan dengan : “ Tidakkah yang lain begitu juga? Jawab saya : Mungkin. Tapi kebetulan saya tak tahu, yang saya tahu bahwa dalam memilih pemimpin sebaiknya kita tidak mencoba-coba, lebih baik yang sudah pasti untuk melanjutkan pembangunan yang sedang berjalan di Propinsi Banten.

Beberapa teman mencela Ratu Atut-Rano Karno dan mencoba menunjukkan bahwa pilihan saya salah. Baiklah. Tapi bukankah memilih dalam sebuah Pemilihan Gubernur (pilgub) mengandung asumsi bahwa kita memang bisa salah? Bukankah itu sebabnya secara periodik kita menilai kembali tepatkah pilihan kita sendiri?

Pemilihan Gubernur adalah sebuah kombinasi antara harapan dan ironi. Ada harapan untuk memperoleh seorang pemimpin yang terbaik, tapi harapan itu sendiri diam-diam sebenarnya tak bisa mutlak di hati kita. Dalam Pilgub, orang yang memberikan suara adalah orang yang siap kecewa dan orang yang dipilih adalah orang yang siap dibatasi. Demokrasi yakin manusia bisa berbuat baik, tapi tahu ada cacat dalam dirinya.

Kemudian pertanyaan berlanjut : Anda memaklumkan diri berpihak kepada salah satu calon. Di mana independensi anda sebagai seorang Aktivis? Apa gunanya?Sayapun menjawab (setelah menjelaskan bahwa saya tak paham apa itu arti `aktivis'): Pertama, independensi habis jika tindakan saya diatur orang lain. Dalam memilih Ratu Atut-Rano Karno, saya tak dikendalikan oleh kekuatan manapun tetapi melalui hati nurani saya yang mengatakan dengan memilih Ratu Atut-Rano Karno maka azas kemanfaatannya untuk masyarakat Banten jauh lebih baik.Kedua, independensi hilang kalau saya teken kontrak akan mendukung seseorang atau sesuatu sampai mati.Ketiga, lebih baik menentukan sikap secara terbuka, hingga orang tahu `bias' saya dalam mengemukakan pendapat.Keempat, dalam masa ketika lembaga demokrasi masih harus dikukuhkan, saya ingin aktif menyatakan, bahwa memilih dan memihak itu bukan sesuatu yang nista dan kotor. `Aktivis,' apapun artinya kata yang aneh itu, bukanlah Dewa.

Tapi memang, pada setiap pemihakan ada tesirat kehilangan. Setiap pemihakan adalah bagian dari apa yang dalam kata-kata Reinhold Niebuhr sebagai `tugas murung politik'. Sebab ada yang tersingkir di sana, yakni kebersamaan yang inklusif. Masalahnya kemudian adalah bagaimana mengatur pemihakan itu. Ada tantangan tempat dan waktu. Memihak tak berarti memihak dengan sikap yang tertutup dan statis.

Saya kira itulah yang terjadi pada Pilgub Banten 2011. Berjuta orang menunjukkan pemihakan yang terbuka dan dinamis. Mereka independen.

Semakin deras hasil hitungan suara, semakin tampak Ratu Atut-Rano Karno akan mendapatkan kans untuk memenangi Pilgub Banten ini. Saya senang.

Beberapa orang di Tim Sukses calon lainnya mengubah rasa kecewa jadi marah, dan berbicara soal `kecurangan'. Mereka menunjuk: Lihat KPU Propinsi Banten dan Tim Ratu Atut-Rano Karno kalang kabut!!! "Karena pilgub Banten akan diteruskan ke Mahkamah Konstutusi" kata mereka. Saya hanya sedih, tapi tak kecewa, karena saya mempunyai keyakinan bahwa " Suara Rakyat adalah Suara Tuhan " dan Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik bagi masyarakat Banten nantinya.

Saya senang bahwa Ratu Atut-Rano Karno menang, walaupun sejak semula saya percaya bahwa pasangan ini akan memenanginya. Tapi apa arti menang, sebenarnya? `Yang menang adalah demokrasi, yang menang adalah masyarakat Banten' jawab seorang teman saya yang diwawancara oleh salah satu wartawan media nasional.Seandainya diucapkan dalam pidato seorang aktivis, kalimat itu akan terasa klise. Tapi dari mulut seorang yang tak biasa bicara politik, ia membawa gema yang panjang, setidaknya di hati saya.

Pada hari minggu saya dengar seorang ibu rumah tangga berkata kepada temannya, `Sekarang enak, kita bebas ngomong'.Ia seorang warga keturunan Cina (Cina Benteng/ciben) yang, seperti hampir semua keturunan Cina, dipandang dengan curiga bila ikut serta bicara, apalagi aktif, dalam politik. Kini perempuan itu, juga para tetangganya, ikut bergiat, bergairah, dan merasakan diri sebagai anggota dari masyarakat Banten tempat mereka lahir dan menutup mata.

Pilgub Banten kali ini adalah sebuah gabungan yang masih memikat --gabungan antusiasme sebuah demokrasi dan sikap skeptis sebuah demokrasi yang mulai kecewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun