Eleven Percent
“Everybody is happy with New Year’s celebration because we all can start over.” Ya, semua orang senang dengan perayaan Tahun Baru karena kita semua dapat memulai hal baru. Pengalaman baru, ilmu baru, teman baru, lingkungan baru, hobi baru, dan baru-baru lainnya yang menunggu di depan sana. Pembaca memiliki resolusi yang cukup besar di tahun ini? Dan belum sebulan “baterai”-nya sudah terasa low-batt? Berarti Pembaca membutuhkan “teknik baru”. Baru yang ini mungkin Pembaca bisa sedikit tebak, karena hampir dari kita semua, termasuk Penulis, selalu “mengasuh” motivasi sebagai modal keberhasilan kita. Sebenarnya motivasi hanya berperan 11 persen untuk keberhasilan yang kita capai dalam buku Felix Y. Siauw, How to Master Your Habits (2013). Jadi, jika di setiap pagi Pembaca selalu menyemangati diri sendiri lewat melihat kaca cermin dan berkata, “Semangat!”. Selamat, Anda bukan orang yang kekinian. Correctomundo! Memang Pembaca ialah orang yang cerdas. Jadi benar, keberhasilan kita itu ditentukan oleh kebiasaan kita. Kita ingin menjadi orang berilmu, jadi kebiasaannya bukan hura-hura. Kita ingin menjadi Public Speaker yang baik, jadi kebiasaannya seperti “orang gila”, ngomong sendiri (melatih diri) di depan cermin. Kita ingin “naik kelas”, kebiasaan kita ialah berdisiplin, menunda kenikmatan-kenikmatan. Berhenti sampai di sini contohnya karena Penulis tidak memfokuskan hal itu dalam boks ini. Fokus Penulis ialah bahwa dalam pembelajaran itu, celakanya, ada beberapa habits yang dapat merusak yang ditulis oleh Prof. Jagdish N. Sheth dari Illinois (2007). Berikut Penulis sajikan kebisaan-kebiasaan yang merusak.
Six Self-Destructive Habits
1. Menyangkal/ Terlalu Reaktif
Proyek 35.000 Mega Watt? Gile luh, Ndro? Nah itu salah satu contohnya. Padahal, setiap kali pulang, hal yang pertama kita cari adalah colokan untuk men-charge hp, bukan mengucapkan salam atau menyapa Ayah dan Ibu. Kita langsung mengrinyitkan dahi ketika mendengar hal-hal yang seakan-akan menjadi beban bagi kita. Tarif BBM naik, kita langsung mengumpat. Padahal sering kali, hal-hal baru itulah yang akan menyelamatkan kita. Nah, yang ini biasanya dilakukan oleh kaum hawa, yakni terlalu reaktif. Mereka kaget, mereka menjerit. Ketemu teman dekat setelah satu atau dua tahun tidak ketemu, mereka ribut teriak-teriak seperti ada aktor tampan Korea di dekatnya. Ada diskon, otot mereka secara otomatis bergerak tanpa sadar meresponnya. Ada nomor baru yang masuk di hp pasangannya, otak mereka langsung kemana-mana. Ya, mereka memang pasangan tepat bagi kaum Adam yang memang kalemnya bawaan dari lahir.
2. Arogan
Kamu siapa?
3. Comfort Zone
Pelaut yang hebat tidak dilahirkan di lautan yang tenang. Pembaca mungkin sudah puluhan kali mendengar kata mutiara tersebut. Di buku yang begitu populer karangan Michael H. Hart (1992) yang menglasemen 100 tokoh dunia paling berpengaruh sepanjang masa. Ia menulis bahwa kebanyakan dari tokoh yang berpengaruh itu dilahirkan sebagai anak yatim, penuh dengan kesulitan-kesulitan.
4. Competence Dependence