Halo sobat ambyar pernah gak sih kalian mengalami negative thinking? Tentunya pasti pernah dong, karena tidak mungkin selama hayat masih dikandung badan manusia tidak pernah mengalami negative thinking atau emosi negative lain.Â
Hal ini wajar terjadi karena sebagai fitrah manusia, namun negative thinking atau emosi negative lain jangan sampai larut dalam pikiran karena akan menjadi bumerang dalam kehidupan bahkan lebih jauhnya akan menjadi penyakit mental. Negative thinking ini mungkin pernah dirasakan oleh saya dan teman-teman dalam berbagai situasi.Â
Misalnya ketika suatu saat di perkuliahan mau presentasi di hadapan mahasiswa. Kemudian dalam pikiran kita sudah berkecamuk skenario bahwa kita akan salah ngomong, ragu dalam menyampaikan materi, taku ada pertanyaan yang berat, takut tidak bisa menjawab dan yang lainnya.Â
Padahal ketika presentasi tersebut sudah selesai, apa yang ada dalam bayangan pikiran kita sepenuhnya tidak terjadi. Itulah yang dinamakan pikiran lebih tajam dari realita. Sering kali realitas yang terjadi dalam diri kita sendiri jauh sekali dari yang kita khawatirkan dan tentunya kita sudah banyak menghabiskan energi untuk menyiksa diri.
Nah sobat ambyar sekalian, sekarang kita harus menyadari bahwa berbagai skenario yang berada dalam pikiran kita tidak sepenuhnya terjadi. Oleh karena itu, jangan sampai pikiran negative tersebut memperbudak pikiran kita yang menimbulkan rasa ke khawatir, cemas dan tidak percaya diri. Ada sebuah penelitian mengenai sejumlah kekhawatiran.Â
Peneletian tersebut yang berjudul "85 percent of what we worry never happens" yang mana sejumlah responden diminta untuk mencatat semua kekhawatiran mereka selama beberapa waktu. Adapun hasil dari penelitian tersebut ternyata 85 % dari apa yang dikhawatirkan mereka tidak pernah terjadi, 15 % akhirnya benar terjadi, 79 % responden menyatakan bahwa mereka mampu mengatasinya lebih baik dari yang mereka pikirkan.Â
Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut yaitu 97 % dari apa yang mereka khawatirkan atas dasar ketakutan dari pikiran sendiri. Artinya apa yang di khawatirkan oleh kit aitu sebenarnya tidak benar terjadi, hal tersebut hanya menakut-nakuti kita saja pada akhirnya membuat kita menjadi cemas, khawatir dan tidak percaya diri.
Sahabat ambyar sekalian, padahal seorang tokoh filsafat stoa yang bernama Seneca sudah mengingatkan kita soal rasa khawatir yang datang terlebih dahulu kepada kita. Misalnya, kita khawatir dan sudah setres sendiri pada saat presentasi apakah bisa menyampaikan dengan baik atau tidak, protitipe lain misalnya pas lagi mau tampil pentas seni apakah bisa berhasil atau tidak yah.Â
Seperti kata Seneca, "kita memiliki kebiasaan membesar-besarkan kesedihan. Kita tercabik di antara masa kini dan hal-hal yang baru akan terjadi.Â
Pikirkan apakah sudah ada bukti yang pasti mengenai kesusahan masa depan. Karena sering kali kita lebih disusahkan kekhawatiran sendiri". Apakah teman-teman bisa merasakan apa yang Seneca ungkapkan atau apakah teman-teman ragu dengan yang di katakana Seneca? Silahkan teman-teman bisa tanggapi di kolom komentar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H