Lahirnya UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen membawa angin segar bagi kaum pendidik mulai jenjang pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Dua agenda penting yang ingin dicapai lahirnya dari produk hukum ini, yaitu: (1) peningkatan kulitas pendidikan di Indonesia; (2) peningkatan kesejahteraan para pendidik dan tenaga kependidikan.
Diakui atau tidak kualitas pendidikan di Indonesia semakin hari semakin terpuruk bila di banding dengan kualitas pendidikan negara-negara tetangga khususnya di kawasan Asia Tenggara. Begitu pula kesejahteraan para pelaku pendidikan masih jauh panggang dari api.
Kelahiran UUGD yang dibidani oleh perjuangan PGRI dan organisasi profesi guru lainnya, serta merta membawa harapan sekaligus tantangan bagi para guru. Realitas di lapangan banyak guru ingin segera mencicipi kue sertifikasi guru yang katanya sangat menggiurkan. Cara-cara tak halal pun dilakukan, mulai ikut pendidikan S1 cara instan di PT yang tak jelas induk semangnya, yang penting jadi sarjana. Bahkan ada pula yang berani membeli jatah dari kuota sertifikasi yang diperjualbelikan oknum dari PMPTK dan Dinas Pendidikan Kab/Kota.
Melihat fenomena tersebut, kira-kira akankah kulitas pendidikan di Indonesia meningkat? Atau akankah kesejahteraan guru bisa diraih bila jalan yang ditempuh sudah menghalalkan segala cara?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H