Mohon tunggu...
Ajang Rusmana
Ajang Rusmana Mohon Tunggu... -

Nama lengkap AJANG RUSMANA, S.Pd., M.Pd. lahir di Garut pada tanggal 14 Agustus 1970. Pekerjaan rutin sebagai guru PNS di salah SD di Kec. Cisurupan Kab. Garut. Ingin berbagi pengalaman dengan semua orang yang peduli terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memupuk Jiwa Keagamaan Anak melalui Momentum Ramadhan

20 Juli 2011   04:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:32 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tentu kita berharap bahwa Ramadhan tidak sekedar memindahkan aktivitas makan dan minum dari siang ke malam hari atau pun hanya sebuah tradisi menghadirkan makanan yang berciri khas bulan Ramadhan. Tapi bulan Ramadhan sebagai syahru at-tarbiyah harus memiliki makna yang hakiki dalam memupuk akhlak dan jiwa keagamaan anak.

Ramadhan adalah bulan pendidikan, karena pada bulan ini orang-orang beriman dididik untuk berlaku disiplin dengan aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya. Secara fisik, Allah mendidik orang yang menunaikan puasa untuk disiplin dalam mengatur pola makan. Secara psikis, Allah juga mendidik orang berpuasa untuk berlaku sabar, jujur, menahan amarah, berempati, berbagi kepada orang lain, serta sifat-sifat luhur lainnya. Secara fikri, Allah mendidik agar orang-orang beriman senantiasa bertafakur dan mengambil pelajaran-pelajaran yang bermakna bagi kehidupannya.

Momentum bulan pendidikan ini akan lebih bermakna apabila bisa ditularkan pada anak kita. Anak-anak kita jangan dibiarkan jiwanya kering karena kurang pembinaan akhlak dan keimanannya. Kalau hal ini terjadi akibatnya sangat fatal, yaitu menyebabkan krisis spritual melanda jiwa dan fikiran anak. Padahal kita meyakini sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku.

Kefitrahaan yang telah dimiliki anak akan tumbuh layu apabila kurang disiram dan dipupuk ajaran dinullah. Terjadinya dekadensi moral pada anak seperti tawuran, premanisme, penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain adalah sudah tumbuhnya benalu yang merusak fikiran sehat mereka. Target hidup mereka tiada lain hanya kenikmatan duniawi dan melecehkan nilai-nilai agama. Akhirnya ajaran agama tidak dijadikan haluan hidup, melainkan nafsu kotor yang mengendalikan perilaku kesehariannya.

Memang mendidik akhlak dan kesadaran pentingnya agama tidak cukup dilakukan di bulan Ramadhan saja. Tentunya perlu proses yang sangat panjang dan berkesinambungan melakukan pendidikan tersebut. Namun, proses pendidikan akhlak yang dilaksanakan saat bulan Ramadhan jauh lebih efektif ketimbang bulan-bulan lainnya. Karena suasana religius yang terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat begitu kental. Begitu pula media massa yang dapat di baca, didengar, dan ditonton anak dikemas sedemikian rupa untuk dapat menghidupkan suasana Ramadhan. Dengan kata lain bahwa virus jahat yang merusak jiwa dan keimanan anak jauh lebih sedikit dibanding bulan di luar Ramadhan.

Peran orang tua di keluarga sangat besar dalam membentuk jiwa keagamaan anak. Ayah dan ibu di rumah oleh anak akan dijadikan sebagai figur untuk diteladani. Oleh karena itu, aktivitas orang tua saat makan sahur, puasa di siang hari, ifthar, tadarus Al-Quran, dan shalat malam, bahkan sampai tidur kembali harus dapat menampilkan etika Islam yang sesungguhnya. Tata cara beribadah orang tua di rumah akan ditiru seluruhnya oleh anak sebelum menerima pendidikan Islam di sekolah dan masyarakat.

Setelah anak menerima pendidikan agama di rumah, seluruh guru di sekolah harus dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih banyak bermuatan agama. Salah, kalau ada anggapan pendidikan akhlak dan keagamaan adalah mutlak tanggung jawab guru agama, sedangkan guru lain hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja. Di bulan Ramadhan ini, guru harus berusaha optimal untuk mendesain pembelajarannya berupa pendidikan keagamaan yang terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Dan guru tidak cukup mengajarkan pengetahuan agama saja, tetapi yang lebih penting adalah mengajarkan nilai-nilai agama untuk dapat diimpelementasikan dalam kehidupan sehari-hari anak.

Solusi lain untuk mendidik jiwa keagamaan anak adalah berupa pesantren kilat Ramadhan yang diadakan sekolah. Walaupun pendidikan kegamaan ini berlangsung tidak lama, tapi kegiatan ini harus diciptakan sebagai tempat bagi anak untuk memperdalam ilmu dan nilai-nilai luhur ajaran agama Islam. Artinya pendidikan pesantren kilat harus difokuskan pada aspek pendidikan moral dan pembinaan akhlak anak.

Pendidikan untuk memupuk jiwa keagamaan anak bukanlah pekerjaan yang gampang, tapi juga bukan hal yang tidak bisa dilakukan. Dengan niat lillahi ta’ala kita bulatkan tekad bahwa Ramadhan kali ini isi selain sebagai training rohaniyah bagi diri kita, tapi juga sebagai wahana memupuk jiwa anak untuk memiliki sikap akhlakul karimah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun