Era digital menghasilkan generasi muda yang memiliki karakteristik khas yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Revolusi digital sudah membentuk generasi baru yang akrab dengan teknologi sejak lahir. Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dan adapun Generasi Alpha, yang lahir setelahnya hingga 2024, tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi oleh peralatan digital dan internet.
Generasi Z sering disebut sebagai "digital natives" karena tumbuh di lingkungan yang sepenuhnya terhubung dengan internet. Mereka mampu mengaplikasikan setiap kegiatan dalam satu waktu, sehingga mereka lebih suka mendapatkan informasi dari internet dan media sosial dibandingkan dari sumber tradisional, seperti buku atau televisi. Sementara itu, Generasi Alpha bahkan lebih terhubung dengan perangkat pintar dan teknologi terbaru sejak usia sangat dini, menjadikan mereka generasi pertama yang seluruh hidupnya dipengaruhi oleh teknologi digital. Hingga mereka paling akrab dengan teknologi digital dan diklaim paling cerdas dibandingkan generasi-generasi sebelumnya dalam mengaplikasikan teknologi.
Â
Maka dari itu adapun tantangan yang dihadapi oleh pendidik dalam mendidik kedua generasi ini serta strategi dan pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi tantangan tersebut di era digital ini.
Berikut ini tantangan yang dihadapi oleh pendidik:
1. Perubahan Cara Belajar
Generasi Z dan Alpha cenderung lebih nyaman belajar secara visual dan interaktif. Mereka lebih memilih video pembelajaran atau simulasi interaktif ketimbang metode pembelajaran konvensional. Hal ini menuntut pendidik untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dengan menggunakan metode pengajaran baru yang lebih menarik dan relevan dengan gaya belajar mereka.
2. Konsentrasi dan Rentang Perhatian
Kemampuan rentang perhatian generasi ini sering kali lebih pendek dibandingkan generasi sebelumnya, berkat adanya konten yang serba cepat di media sosial. Pendidik harus memiliki kompetensi professional agar menemukan cara untuk membuat materi pembelajaran tetap menarik dan mampu mempertahankan perhatian peserta didik.
3. Literasi Digital
Meskipun generasi ini mahir menggunakan teknologi, mereka sering kali kurang dalam hal literasi digital, seperti kemampuan untuk mengevaluasi kevalidan sumber informasi. Maka pendidik perlu memiliki kompetensi kepribadian yang baik dengan menanamkan keterampilan literasi digital yang kuat untuk membantu peserta didik agar berpikir kritis dan menyaring informasi secara efektif. Tujuannya agar tidak terpengaruh oleh informasi-informasi yang tidak benar atau hoax. Karena tidak memungkinkan banyak informasi-informasi hoax yang tersebar di media online atau digital.
4. Keseimbangan Pendidikan Personal dan Sosial
Pendidikan harus memiliki kompetensi sosial untuk menciptakan keseimbangan antara penggunaan teknologi dan interaksi sosial. Pendidik perlu memastikan bahwa penggunaan teknologi dalam pembelajaran tidak menggantikan interaksi tatap muka yang esensial untuk pengembangan keterampilan sosial.
Adapun strategi Pendekatan Pendidikan yang dapat dilakukan oleh pendidik:
1. Penerapan Teknologi dalam Pembelajaran
Teknologi dapat digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran, seperti menggunakan komputer, internet, atau perangkat mobile untuk mengakses informasi dan belajar secara online. Mengintegrasikan teknologi seperti augmented reality (AR) dengan menggabungkan dunia nyata melalui elemen virtual dan virtual reality (VR) dengan teknik yang memungkinkan interaksi dengan objek imajinasi ke dalam kurikulum agar dapat membuat pembelajaran lebih interaktif, menarik, kontekstual, dan realistis. Pendidik harus terus mengupdate diri dengan teknologi terbaru dan mengintegrasikannya ke dalam strategi pengajaran. Misalnya dalam pembelajaran matematika, peserta didik dapat memvisualisasikan konsep geometri, aljabar, dan trigonometri melalui aplikasi GeoGebra.
2. Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran berbais proyek (PBP) merupakan pembelajaran yang menekankan pentingnya kemampuan siswa dalam mengeksplorasi pengetahuannya melalui pengalaman dan keinginan untuk menemukan solusi terhadap permasalahan yang dihadapinya. Menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek yang memungkinkan peserta didik mengeksplorasi topik melalui penelitian mandiri dan kolaborasi. Metode ini tidak hanya menumbuhkan keterampilan berpikir kritis tetapi juga meningkatkan kemampuan kerja sama tim dalam mangerjakan proyek.
3. Pengembangan Kurikulum Dinamis
Kurikulum yang baik di desain sedemikian rupa sehingga tidak menjadi jurang pemisah antara pendidikan dasar dengan pendidikan selanjutnya. Kurikulum harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan peserta didik. Pendidik harus selalu siap untuk merevisi dan menyesuaikan materi pembelajaran agar tetap relevan dan menarik.
4. Penguatan Literasi Digital
Menyediakan modul khusus tentang literasi digital untuk melatih peserta didik dalam mengevaluasi informasi mana yang baik dan buruk secara kritis dan etis. Literasi digital memungkinkan siapapun untuk dapat memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui aktivitas belajar yang lebih baik, lebih cepat, lebih mudah, dan menyenangkan. Penerapan literasi terutama literasi digital dilakukan secara tersusun dengan melibatkan seluruh pihak yang terkait dengan berbasis sekolah, masyarakat serta kelas menjadi sebuah strategi yang efektif dalam membangun karakter peserta didik di era disrupsi ini.
Kesimpulan
Generasi Z dan Alpha membawa tantangan dan peluang baru dalam dunia pendidikan. Dengan mengenali karakteristik dan kebutuhan unik mereka, pendidik dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih dinamis, inklusif, dan efektif. Mengembangkan strategi pendidikan yang tepat dapat mengubah tantangan yang ada dapat diubah menjadi peluang untuk menghasilkan generasi yang siap menghadapi tantangan di masa depan.
Sumber:
Kristyowati, Y. (2021). Generasi "Z" dan strategi melayaninya. Ambassadors: Journal of Theology and Christian Education, 2(1), 23-34.
Purnama, S. (2018). Pengasuhan digital untuk anak generasi alpha. Al Hikmah Proceedings on Islamic Early Childhood Education, 1, 493-502.
Saerang, H. M., Lembong, J. M., Sumual, S. D. M., & Tuerah, R. M. S. (2023). Strategi pengembangan profesionalisme guru di era digital: Tantangan dan peluang. El-Idare: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 9(1), 65-75.
Widodo, G. S., & Rofiqoh, K. S. (2020). Pengembangan guru profesional menghadapi generasi alpha.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H