Dalam dunia yang bergetar oleh teriakan dan darah,
ia berjalan tak tergesa, tapi tak pernah mundur.
Bukan pahlawan yang lahir dari sorak,
melainkan dari diam—yang memilih tetap tinggal
saat semua hal memilih lari.
Matanya bukan tajam karena marah,
tapi karena paham.
Melihat lebih dari luka,
lebih dari ketakutan,
lebih dari wujud yang diubah monster—
ia tetap memilih melihat jiwa.
Langkahnya tak berbunyi,
tapi kehadirannya menyentuh jantung orang yang hilang arah.
Ia tak berbicara banyak,
karena cintanya tak perlu kata—
cukup dengan duduk di sampingmu,
saat dunia tak lagi punya tempat aman.
Sosokmu adalah puisi
yang tak perlu ditulis di atas kertas,
karena ia hidup dalam jeda,
dalam pilihan-pilihan sunyi,
yang berbicara lebih nyaring
dari semua teriakan.
Dan bukankah itu cinta?
Bukan yang ramai, bukan yang gegap gempita—
tapi yang tetap bertahan
saat gelap minta dibagi.
---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI