Malang-Publik kembali digemparkan oleh kabar bunuh diri di kalangan mahasiswa. Di awal Oktober 2023, tercatat 2 mahasiswa Semarang ditemukan meninggal dunia diduga bunuh diri. Di Malang sendiri sempat heboh kasus bunuh diri mahasiswa yang terjun dari jembatan Soehat. Belum lagi beberapa kasus bunuh diri lainnya yang juga dilakukan oleh mahasiswa, terutama menjelang kelulusan. Hal ini kerap kali disangkutpautkan dengan skripsi yang merupakan tanggungan tugas akhir sekaligus menjadi syarat kelulusan mahasiswa S1.
Nurul Yaqin selaku Kepala Program Studi (Kaprodi) Manajemen Pendidikan Islam (MPI) mengaku turut prihatin akan fenomena tersebut. Menurutnya, terlalu gegabah jika mahasiswa harus memutus mimpi di usia semuda itu hanya karena skripsi.
"Banyak orang besar yang tidak lulus kuliah/drop out, ia kemudian menjadi orang hebat. Seperti Max Zuckerberg yang mendirikan Facebook, dia juga tidak lulus kuliah." tuturnya saat diwawancara (23/10).
Hal ini menjadi PR bagi dosen untuk memberikan bekal pada mahasiswa agar tidak sampai terjerumus pada pemikiran untuk bunuh diri sebagai solusi akhir. Dalam islam sendiri bunuh diri merupakan hal terlarang yang tidak seharusnya dilakukan.
"Sebagai Kaprodi, saya sangat terbuka bagi mahasiswa jika perlu adanya perantara dengan dosen pembimbing. Jika memang dosen sulit ditemui karena sibuk, maka mengganti dosen pembimbing boleh dilakukan jika memang diperlukan demi kelancaran mahasiswa." jelasnya ketika ditanya tentang beberapa dosen yang sulit ditemui.
Jadi kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa dianggap bukanlah pilihan yang tetap. Sangat disayangkan jika perkuliahan selama beberapa tahun, harus berakhir sia-sia dengan bunuh diri. Universitas tentunya selalu memiliki jalan tengah yang lebih baik jika dikomunikasikan dengan baik.
Redaksi: Oktavia Ningrum (200101110126
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H