Mohon tunggu...
Sayekti Rahayu
Sayekti Rahayu Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Gizi tingkat 2 Poltekkes Kemenkes Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gerbong Kosong

17 Maret 2013   14:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:36 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kereta itu sudah hampir mendekati stasiunnya. Tapi yang paling mengagetkan. Gerbong – gerbong bututnya kosong melompong. Tidak ada seorang pun. Ada apakah ini ? tetapi mau tidak mau pasti kereta itu akan berhenti. Walaupun tidak menurunkan penumpangnya di stasiun. Sangat merugi masinisnya. Tapi ini kenyataannya. Sungguh! Percayalah. Aku mohon.

Tapi. Akankah kereta itu juga akan melanjutkan perjalanan walaupun, tidak berpenumpang ? itu pertanyaan besarku. Ah..rasanya tidak mungkin. Tapi lagi – lagi ini kenyataan. Sungguh! Percayalah. Aku mohon.

Jika kereta itu kosong maka stasiun itu juga pasti kosong. Teori mutlak. Sia – sia dong ada stasiun. Oh ! tidak boleh. Stasiun – stasiun tidak boleh kosong. Roda kehidupan ada disana. Jadi, bagaimana kalau kosong ?

Atau mungkin ada factor lain hingga kereta itu tak berpenumpang ? tidak kuat menahan beban mungkin ? banyak kerusakan di dalam gerbong mungkin ? gerbong itu sudah terlalu butut mungkin ? atau apa ? apa ? apa ? penumpang takut menaiki kereta karena banyak aksi pramanisme ?

“Ah! Sebal! Kereta itu tak berpenghuni!” ucap pedangang asongan itu

“iya ya. Lagi dan lagi.” Tambah pedagang manisan mangga

“mereka semua sangat membuang – buang tenaga dan waktu! Kereta tak berpenghuni saja di jalankan! Dasar bodoh!” umpat pedangang bakso

Semua elemen roda kehidupan statsiun sedang membicarakan kereta tak berpenghuni itu.

“Ya Allah..semoga esok hari ada penumpang turun dari kereta – kereta tersebut..berkailah umur dan ilmu - ilmunya. Karena hanya dengan mereka saya bisa dapat uang dan makan.”

Doa ini sontak mengagetkan semua pedagang yang lain.

“hei ! kenapa kamu berdoa seperti itu ? bukannya marah dan ikut menggumpat dengan kami! Kamu juga bodoh! Seperti yang menjalankan kereta itu! Tidak ada bedanya nek!” kata pedagang bakso menambahkan umpatannya.

“tolong hargai. Hargai yang didepan. Ini caraku menanggapi masalah yang sedang menimpaku.” Kata si nenek tua

To be continued..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun