#day 8 North Gorontalo
Shubuh ini SPV kami harus pulang. Ia harus melanjutkan pelatihan di Surabaya dan berlanjut melanjutkan studinya di China. Setelah mengatar ke Bandara, ditemani suasana pagi yang eksotis di bandara Gorontalo. Perjalanan kami berlanjur menuju Desa Danu. Â
Kami sekarang hanya bertiga. Dengan masih didampingi SPV kami via mobile. Kami mampir ke warung makan yang menjual nasi kuning khas sini. Tentu beda dengan yang di pulau Jawa. Di sini, nasi kuning ditaburi dengan bihun yang sudah ditaburi abon ikan.Â
Aku, yang masih peka sekali dengan 'amis' nya ikan memilih makan mie. Hehe. Beli mie di warung sebelahnya dan minta tolong buatkan di warung makan ini hehe. Setelah itu, kami menuju Danu. Perjalanan memakan waktu sekitar dua jam.
Mungkin karena langsung sarapan dengan mie dan kurang tidur, aku mengalami mual di mobil. Tidak enak sekali rasanya. Aku oles banyak minyak kayu putih di sekujur tubuh dan cukup lama sebelum aku tertidur. Begitu bangun, aku sudah di Dunu.Â
Benar sekali kata SPV kami, bahwa di belakang rumah mantan Kepala Desanya, langsung pantai. Aku yang sedang mual mendadak hilang hampir seluruhnya rasa mualku melihat pantai. Deburan ombaknya, anginnya, putihnya pasir, ma shaa Allah membuat aku girang.Â
Kami langsung duduk-duduk di pinggir pantai, menemui beliau. Kami disajikan teh hangat. Alhamdulillah, seakan Alloh SWT menyajikanku suatu jamuan yang memulihkan aku sepenuhnya dari rasa mual. Pertama jamuan pantai yang indah dan kedua jamuan minuman hangat dari hati yang dibalik-Nya untuk menyajikan kami.
Kami melanjutkan bekerja. Ada sedikit kendala, di antaranya adalah kendala sinyal. Ponsel pintar kami sama sekali tidak menangkap sinyal satu bar pun. Temanku berdua harus ke 'puncak', sebuahpuncak bukit yang menjadi tempat nongkrong anak-anak muda di desa sini saat malming untuk mencari sinyal. Hehe. Aku langsung inget videoclip parodinya 'Mencari Sinyal' Kerry Astina. Hehe.
Aku mewawancarai hanya dua orang hari ini karena kendala teknis. Setelah siang hari menghabiskan waktu dengan banyak membidik spot cantik di pantai ini, juga aktivitas lainnya.
 Seru sekali, alhamdulillah. Ada rumah kayu di pinggir pantai yang cozy sekali untuk beristirahat. Merenung, menyaksikan dan merasakan semua susasna yang mengesankan ini terasa begitu mahal dan membuatku bersyukur. Jika ini rumahku, betapa bersykurnya aku. Eh, tapi belum tentu. Mereka yang di desa ingin ke kota. Yang di kota ingin ke desa. Jadi ya, semua sudah pas dengan porsinya lah. Hehe..
Kami tinggal dengan keluarga Pak Sabrun, mantan kades Desa Danu yang sudah pernah belasan tahun menjabat. Keluarga beliau begitu baik. Berbeda dengan dua desa sebelumnya, alhamdulillah di desa ini air berlimpah. Ada mata air di bukit. Ma shaa Allah, Allah Maha Kuasa..