Film ini emang udah lama gue tunggu. Sekitar dua bulan sebelum launching, gue udah sering kepoin perkembangan pembuatannya. Mulai dari pemberitaan sampai original soundtrack yang udah keluar di YouTube gue kepoin abis. Jujur aja, film AAC 2 ini adalah satu-satunya film yang gue penasaran banget sepanjang 2017 ini. Gimana enggak, kalau karya-karyanya penulis yang sempat menjadi penulis terbaik Asia Tenggara alias Kang Abik alias Habiburrahman El Shirazy gue udah lahap habis. Termasuk AAC 2, yang udah gue baca jauh sebelum launching filmnya. Film AAC 2 juga termasuk film yang besar pengeluarannya karena mereka kan juga harus bisa menyeimbangkan suksesnya AAC 1.
Karya-karya Kang Abik gue akuin memang benar-benar 'Pembangun Jiwa'. Semua karyanya, gue bilang 'semua' itu memang kayak gizi buat jiwa. Deskripsi suasana novel yang begitu hidup, detail, keseringan tidak bisa ditebak hingga perasaan yang dapat dirasakan pembaca itu dapat banget di karya-karya beliau. Bahkan beberapa karyanya yang ber-setting luar negeri, sebut saja Bumi Cinta yang bersetting di Rusia, Ayat-Ayat Cinta 2 yang ber-setting di United Kingdom itu butuh riset sampai tahunan. Luar biasa. Karena memang detail banget deskripsi dan informasi dalam karya-karyanya, serasa beliau memang sudah tinggal di sana. Setiap membaca karya Kang Abik, pasti selalu ada hikmah dan emosi yang membangun jiwa.
Kisah yang berliku, seru dan atraktif itu dipadukan dengan pembelajaran yang begitu berharga. Memang jiwa penulis itu mempengaruhi apa yang ditulisnya. Jujur saja, keshalihan beliau begitu terasa dalam lembaran karya-karyanya. Yang paling berkesan buat gue, adalah saat tokoh Ayyash dalam novel Bumi Cinta yang bersetting di Rusia saat dia telat shalat shubuh. Tau apa yang dilakukannya? Ia sujud dalam sesenggukan dan begitu amat menyesal. Sampai gue aja menangis dan jadi malu sendiri akan banyaknya shalat gue yang telat. Berasa banget hidupnya tokoh, perasaan dan pembelajarannya. Ma syaa Alloh..
Nah, mari kita ngomong soal film AAC 2. Alhamdulillah gue nonton di hari pertama film ini diputar alias 21 Desember 2017. Gue masih inget gimana gue sama sepupu harus pesen via jasa online untuk bookjng tiket, buru-buru dan agak ngebut ke bioskop (bukan bioskop kesayangan kok hehe) dan bahkan kehujanan karena kita pakai motor. Demi nonton film ini. Niat gue, simpel. Semoga ada pembelajaran berharga untuk semangat gue kedepannya baik dalam dakwah maupun dalam ibadah. Ya dua-duanya ibadah lah ya hehe. Alhamdulillah, bioskop yang gue datengin itu terisi kayaknya sekitar 80% deh. Mungkin karena belum libur dan masih jam kantor makanya belum terlalu rame.
Dari awal film ini, gue menangkap beberapa perbedaan menonjol film AAC 1 dengan AAC 2. Pertama, adalah modal. Selihat gue, AAC 2 itu berani ambil setting di luar negeri, menjadikan penyanyi-penyanyi yang saat ini naik daun sebagai pengisi original soundtrack nya, hingga rumah mewah Fahri yang di UK itu ternyata interiornya yang mewah banget dibuat di Indonesia untuk mengambil adegan dalam rumah yang memang cukup banyak. Selain itu, unsur humor di AAC 2 menurut gue lebih banyak dibanding AAC 1 tetapi keseriusan dan bahkan beberapa adegan penting dan klimaks dalam novel juga terwakili di film ini dengan apik.
Jadi tawa dan air mata itu bisa bergantian datang. Walau ya, karena gue itu gampang tersentuh jadi ya gue cukup banyak nangis. Eh, soal nangis gue juga sama-sama nangis kok di AAC 1. Karena memang dalam novel AAC 2 itu cukup banyak konflik, jadi adegan-adegan konflik dalam film ini cukup cepat muncul walau keterkaitan satu sama lainnya tetap dapat. Tetap alami lah. Hebat, menurut gue karena mereka bisa mengalurkan berbagai konflik dalam harmoni yang kadang serius, kadang lucu, sering sedih tapi tetap seru dan bikin penasaran. Adegan di AAC 2 juga jauh lebih halus grafisnya, Â lebih berani untuk menampilkan beberapa adegan yang dalam novel sepertinya cukup sulit untuk diaplikasikan namun well, mereka berhasil. Ada beberapa alur yang dirubah dari novel tapi ya gak membuat jadi gak seru, justru semakin dinamis. Ohya, walau bagaimanapun, suksesnya AAC 2 ini ada juga karena suksesnya AAC 1. So dua-duanya oke lah. Kalau bisa gue kasih rate, dari 1-10, maka film ini ada di rate 8.5 buat gue.
Ohya, penyebab kenapa gue baru menulis ini beberapa hari setelah launching AAC 2, dan bukannya segera nulis adalah karena gue mau riset kecil-kecilan. Seberapa lama  gue kebawa baper positif dari film ini. Selain Fedi Nuril yang udah sukses buat gue baper dengan perannya sebagai Fahri, yang makin keren dan shalih di banding AAC 1, juga ada Dewi Sandra sebagai Sabina yang berasa banget soul-nya buat gue. Pemain-pemain lainnya juga oke. Asli, film ini udah sukses buat gue ber-baper positif selama beberapa hari ini. Bahkan pernah saat gue ada masalah beberapa hari lalu, gue jadi teringat adegan di AAC 2 yang buat gue jadi memilih untuk bersikap lebih bijaksana. Asli berarti pembelajaran dan hikmah film ini dapet. Keteladanan atau sesuatu yang menurut gue sangat mahal dan sangat susah didapat di film-film zaman now, Alhamdulillah dapet banget di film ini. Mantap..!
Sukses terus untuk seluruh film dakwah di Indonesia dan karya-karya anak bangsa yang membangun manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H