Mohon tunggu...
deasy laztatie
deasy laztatie Mohon Tunggu... -

Pecinta kopi, sastra dan senja.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Negeri di Atas Awan

26 Februari 2014   02:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393336143185453194

Negeri di Atas Awan

[caption id="attachment_324684" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]

Sore hari,..

Aku sampai di kotamu saat langit terjatuh,

Hampir mencium puncak gunung yang aku pandang dari kejauhan,

Awan bergulung, pada hening biru pucuk cemara,

membawa aroma wangi tanahmu,

aroma tanah syurga.



Remang lampu jalanan di lereng bukit,

Kepul dapur, kepul tembakau.

Tang – ting pande besi bertabuh,

Mengasah karat menjadi penyayat,

Di liku jalan menuju rumahmu,

Aku tersesat.



Aku lupa mengeja aksara pada papan panah,

Negeri ini terlalu melimpah,

Bukankah akasia ini dahulu hanya ilalang?

Bukankah randu di teras rumahmu dahulu hanya perdu?

Mantra apa yang kau jinakkan untuk bumi,

Hingga negerimu seperti tanah syurgawi?



Di simpang jalan aku kembali tersesat,

Seorang penjual kopi menawarkan secangkir kopi,

Kopi bubuk yang pernah masyhur,

Kopi bubuk yang pernah kau ramu untukku,

Setiap serbuknya mengandungi mantra cinta,

Rasa pahitnya adalah mantra do’a,

Mengajakku kembali,

Di sinilah bumi pertiwi tempatku berjanji,

Untuk tidak pernah mungkir janji.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun