Beberapa hari ini heboh beberapa video yang diunggah di dalam Facebook. Yaitu sebuah video berisi pengakuan beberapa TKI baik di Taiwan, Hongkong, Brunei Darussalam dan Korea. Entah pengakuan berunsur lucu, pamer, bercanda dan emosi tersebut dibuat untuk seru-seruan atau memang disengaja.
Dari berbagai info, video pertama diunggah oleh tiga lelaki Indonesia yang ditinggal merantau oleh Istrinya. Mereka mengungkapkan kebahagiaan ketika diinggal istri merantau menjadi TKW di luar negeri, diantaranya bisa memiliki handphone canggih, main facebook setiap hari, minumnya extrajoss, badan kekar dan gemuk, rokok mahal dan anak-anak bahagia.
Dari satu video tersebut kemudian dibalas oleh video lain yang mengungkapkan kehidupan TKW di luar negeri. Kehidupan yang serba mewah, gaji yang tinggi, nongkrong di mall, main facebook nonstop dan beraneka macam alat canggih lainnya seperti handycam, handphone mahal dan sebagainya, bahkan ada yang sempat memukul gadjet dengan palu.
TKI dalam keadaan apapun merupakan sesuatu yang sangat sensitif. Dimulai dari nilai bisnis yang sangat menguntungkan, perbudakan, penganiayaan, penipuan, kecelakaan kerja, kematian dan secuil kisah manis para TKI. Menurut sebagian orang, menjadi TKI juga selalu berada di posisi bawah diaantara pekerjaan lainya . Tak luput menjadi TKI sering menyisakan rasa rendah diri, sehingga banyak TKI menyembunyikan identitas diri dengan cara tidak muncul di khalayak, di era internet saat ini sebut saja Facebook dan aplikasi media social lainnya.
Mengunggah video ke dalam dunia maya yang mana video tersebut menyangkut sensitifitas TKI ada nilai positif dan negatifnya. Dari sisi positif, TKI sudah tidak malu untuk mengaku dirinya sebagai TKI, mengungkapkan apa pekerjaannya dan di mana ia bekerja. Ia sebagai wujud cara menunjukkan eksistensinya bahwa menjadi TKI bukan hal yang tabu lagi, melainkan sebuah pekerjaan selayaknya bekerja di pertokoan maupun di perkantoran ketika di Indonesia.
Namun, mengunggah video tersebut juga memunculkan spekulasi Gender. ketika saya melihat pertama kali video tersebut yang terbersit di dalam fikiran saya adalah peperangan antar gender. seorang lelaki yang seharusnya bekerja, justru di rumah. Seorang perempuan yang seharusnya mengasuh anak, justru lelaki yang mengurus keperluan anak. Keduanya menjadi saling tumpang tindih yang membuat pekerjaan sebagai TKI di luar negeri adalah bermasalah. Meskipun, tanpa mengunggah video tersebut, menjadi TKI di luar negeri memberikan masalah terhadap keluarga, khususnya bagi yang sudah berumah tangga.
Mengunggah video tersebut juga menepikan rasa simpati terhadap TKI lain. Ada sebagian TKI yang sedang dianiaya, ada juga yang meninggal bahkan ada yang tidak pernah mendapatkan gaji. Maka ketika ada yang menunjukkan berapa banyak jumlah gajinya, Gadget yang dipukul-pukul dan berbagai keenakan lainnya, ia seolah melupakan bahwa banyak TKI yang tidak seberuntung dirinya.
Indonesia sedang berada di ambang krisis moral di mana banyak media tidak mau turut membantu menyadarkan Indonesia. Hanya segelintir yang mau menayangkan kisah inspiratif, berunsur pendidikan dan membangun bangsa. Kisah menebar kebaikan dan memberi pengetahuan. Lainnya, tidak lebih sebuah gurauan, kisah klise percintaan, drama tidak mengandung nilai, kurafat, serta khayalan-khayalan yang tidak masuk akal yang menjerumuskan anak remaja ke dalam hal-hal negatif.
Unggahlah video inspiratif sebagai kesadaran anak bangsa yang masih mencintai negeri Indonesia. Bantu anak remaja untuk bangun, bantu anak remaja untuk berani mewujudkan mimpi, bantu anak remaja untuk mengerti tentang perjuangan hidup di tanah rantau. Unggah video kegiatan keagamaan kita, unggah video kegiatan sosial kita, unggah video yang memberikan dampak positif, ajaklah remaja-ramaja yang melihat video kita di dunia maya agar terinspirasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H