Mohon tunggu...
Aisyiyah Tabligh Ketarjihan
Aisyiyah Tabligh Ketarjihan Mohon Tunggu... Lainnya - Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Pusat Aisyiyah

Majelis Tabligh dan Ketarjihan dalam naungan Pimpinan Pusat Aisyiyah bergerak di bidang dakwah, yang bersumber dari nilai-nilai islam progresif. Hadir sebagai wadah strategis untuk penyampaikan pesan yang bersifat mencerahkan dan meneguhkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Mu'alaf: Perjalanan Hati, Keyakinan, dan Tantangan Hidup

26 November 2024   09:43 Diperbarui: 26 November 2024   10:27 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan seorang mu'allaf menuju Islam bukanlah keputusan yang ringan. Proses ini melibatkan pergulatan batin yang mendalam dan pertimbangan matang. Dalam buku Panduan Pembinaan Mu'allaf yang diterbitkan oleh Majelis Tabligh dan Ketarjihan, dijelaskan bahwa seorang mu'allaf adalah individu yang telah memutuskan untuk meninggalkan masa lalunya, termasuk keyakinan agamanya sebelumnya, untuk memeluk Islam sebagai jalan hidup baru.  

Kata "mu'allaf" sendiri berasal dari bahasa Arab dan disebut dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60. Secara istilah, mu'allaf berarti "orang yang disatukan hatinya," merujuk pada seseorang yang telah menemukan kedamaian hati dalam Islam setelah melalui perjalanan panjang mencari makna hidup. Perubahan besar ini membutuhkan keteraturan sikap di mana pikiran dan tindakan harus konsisten.  

Banyak mu'allaf berasal dari komunitas non-Muslim yang sebelumnya sangat taat pada agamanya. Ketika mereka mulai meragukan kebenaran keyakinan lamanya, mereka mencari jawaban melalui agama lain dan akhirnya menemukan Islam sebagai pilihan hidup. Pilihan ini bukan tanpa konsekuensi. Seorang mu'allaf harus menghadapi berbagai tantangan, termasuk tekanan sosial, pengucilan dari keluarga, kehilangan pekerjaan, hingga ancaman keamanan.  

Selain itu, hak mu'allaf untuk menerima zakat adalah bagian dari perhatian Islam terhadap kondisi mereka. Namun, pemberian zakat bukanlah bentuk imbalan atas keislamannya, melainkan upaya untuk membantu mereka bertahan hidup secara layak. Seperti yang dialami oleh keluarga Ammar bin Yasir pada masa awal Islam, menjadi Muslim sering kali membawa risiko kehilangan harta benda dan keselamatan. Dukungan sosial dan ekonomi ini bertujuan agar mu'allaf tetap teguh pada keimanannya dan mampu menjalani kehidupan yang baru.  

Perubahan status menjadi seorang Muslim menuntut komitmen yang besar. Bukan hanya menerima Islam sebagai agama baru, seorang mu'allaf juga perlu mempelajari, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ini membutuhkan pembinaan yang berkelanjutan agar mereka merasa nyaman dan mampu menjalani keislaman secara utuh.  

Dalam Islam, seorang mu'allaf tidak hanya dihormati karena keberaniannya memilih jalan yang diyakininya benar, tetapi juga dirangkul sebagai saudara seiman yang membutuhkan bimbingan dan dukungan. Perjalanan spiritual ini menjadi pelajaran bagi semua Muslim untuk terus mendukung dan memperkuat ukhuwah Islamiyah, sehingga mu'allaf dapat menjalani hidupnya dengan tenang, bermartabat, dan penuh berkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun