Lailatul Aisyah/003241052
D3 Bahasa Inggris
Universitas Airlangga
Mahasiswa jurusan Bahasa sering kali terlibat dalam pengalaman sosial budaya yang unik. Melalui interaksi dengan berbagai kelompok dan kegiatan, afiliasi mereka terhadap komunitas akademik maupun masyarakat umum menjadi semakin kuat. Pengalaman ini dapat membentuk kemampuan Bahasa dan memperluas wawasan budaya dan memperkaya pemahaman lintas budaya, yang penting dalam era globalisasi saat ini (Purba & Lubis, 2022).
Artikel ini disusun berdasarkan pengalaman pribadi saya sebagai mahasiswa jurusan D3 Bahasa Inggris Fakultas Vokasi Universitas Airlangga. Metode yang digunakan adalah refleksi dan narasi, dengan menggali momen-momen kunci yang menunjukkan interaksi sosial budaya dan afiliasi akademik. Pengamatan terhadap aktivitas sehari-hari serta keterlibatan dalam kegiatan berbasis budaya akan diulas untuk memberikan gambaran yang komprehensif.
Sebagai mahasiswa jurusan Bahasa Inggris, keterlibatan dalam kegiatan akademik di lingkungan kampus menjadi salah satu cara utama untuk mengasah kemampuan berkomunikasi sekaligus mempererat afiliasi sosial. Diskusi kelompok di kelas, misalnya, membantu memperdalam pemahaman materi dan mengajarkan kolaborasi dan pemecahan masalah secara kolektif. Organisasi mahasiswa seperti English Club sering menjadi wadah untuk berbagi minat dan keterampilan, seperti debat dalam bahasa Inggris, lomba menulis esai, atau drama berbahasa Inggris. Seminar dan lokakarya yang menghadirkan pembicara dari luar negeri juga membuka kesempatan untuk berdialog langsung dengan praktisi global, memperkaya wawasan lintas budaya. Kontribusi di bidang sosial, seperti menjadi mentor bagi mahasiswa baru atau berpartisipasi dalam kegiatan kemanusiaan berbasis bahasa, memperkuat peran mahasiswa sebagai bagian dari komunitas yang peduli dan inklusif.
Faktor penyebab yang memengaruhi dinamika pengalaman sosial budaya mahasiswa jurusan Bahasa Inggris mencakup keterbatasan sumber daya seperti akses terhadap kegiatan internasional, kurangnya dukungan dari institusi untuk inisiatif lintas budaya, dan hambatan internal seperti rasa percaya diri yang rendah dalam berkomunikasi. Perbedaan latar belakang sosial budaya dapat menciptakan tantangan adaptasi yang memengaruhi partisipasi mahasiswa dalam komunitas global.
Untuk mengatasi hal tersebut, institusi dapat menyediakan lebih banyak peluang melalui program pertukaran pelajar, seminar internasional, dan lokakarya lintas budaya. Dukungan berupa pelatihan komunikasi dan mentoring dapat meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa. Mahasiswa diharapkan lebih proaktif dalam memanfaatkan komunitas berbasis bahasa seperti klub debat atau kelompok studi budaya untuk memperkaya pengalaman dan memperluas wawasan lintas budaya mereka.
Melalui kurikulum ini, mahasiswa diajak mengenal budaya lintas negara melalui pembelajaran sastra, sejarah, dan kebiasaan masyarakat yang menggunakan bahasa Inggris. Membaca karya sastra klasik seperti Pride and Prejudice karya Jane Austen atau puisi karya Langston Hughes, misalnya, membuka wawasan tentang dinamika sosial dan nilai-nilai budaya tertentu. Program pertukaran pelajar sering menjadi pengalaman berharga yang memberikan kesempatan untuk merasakan langsung kehidupan di negara berbahasa Inggris. Meskipun saya sendiri belum memiliki kesempatan untuk melakukan study exchange tersebut, tapi saya harap kedepannya saya dapat mewakili Universitas dalam melakukan pertukaran pelajar. Dalam program ini, mahasiswa belajar Bahasa juga memahami cara hidup, tradisi, dan perspektif masyarakat lokal. Proyek lintas budaya yang dilakukan bersama mahasiswa internasional, seperti presentasi bersama atau debat antarbudaya, juga menjadi momen penting untuk mengasah keterampilan komunikasi lintas budaya, memperluas jejaring, dan memperdalam toleransi terhadap perbedaan.
Kemampuan berbahasa Inggris yang dimiliki mahasiswa sering kali menjadi aset berharga untuk berkontribusi dalam komunitas. Salah satu contohnya adalah menjadi relawan penerjemah dalam acara-acara internasional yang melibatkan turis atau tamu dari luar negeri. Banyak mahasiswa jurusan Bahasa Inggris yang terlibat dalam kegiatan sosial, seperti mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak di desa atau masyarakat kurang mampu, yang tidak hanya meningkatkan kemampuan mengajar tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat. Beberapa mahasiswa juga memanfaatkan kemampuannya untuk menjadi pemandu wisata, membantu pengunjung asing memahami sejarah dan budaya lokal. Kontribusi semacam ini dapat memperkuat hubungan dengan masyarakat luas dan memperdalam rasa tanggung jawab sosial serta memperlihatkan relevansi keilmuan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari.
Pengalaman saya sebagai mahasiswa jurusan D3 Bahasa Inggris memberikan kontribusi dalam membentuk afiliasi sosial dan pemahaman budaya. Melalui keterlibatan dalam kegiatan akademik, eksplorasi lintas budaya, dan kontribusi nyata dalam komunitas, mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan memperluas wawasan dan membangun empati terhadap keberagaman. Peran ini menunjukkan bahwa pembelajaran Bahasa Inggris lebih dari sekadar menguasai bahasa, tetapi juga menjadi jembatan untuk mempererat hubungan antarmanusia dalam konteks sosial budaya yang semakin global.
