Mohon tunggu...
Aisya Rahmawati
Aisya Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mshasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Raden Mas Said Surakarta

Nothing spesial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Latar Belakang dan Dampak Perceraian

3 Juni 2023   12:57 Diperbarui: 3 Juni 2023   13:11 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Review

          Perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutansalah satu pihak dalam perkawinan tersebut. Tuntutan perceraian diajukan kepada Hakim secara gugat biasa dalam perkara perdata yang sebelumnya dengan meminta izin kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk menggugat. Perceraian bisa karena kematian, talak dari suami, maupun putusan pengadilan.

          Putusan hakim dapat terjadi karena adanya kematian, talak, taklik talak (talak yang digantungkan pada sesuatu yang sebelumnya sudah diperjanjikan), khuluk (talak dengan tebus harta/uang), fasakh (merusak atau membatalkan perkawinan), shiqoq (pertengkaran suami istri), riddah (murtadnya salah satu pihak), li'an (sumpah laknat menuduh berzina), illa' (sumoah tidak akan mencampuri istrinya), zhihar (sumpah suami bahwa istrinya sama dengan punggung ibunya).

          Terdapat faktor-faktor yang mendorong terjadinya perceraian, contohnya faktor ekonomi, faktor hubungan seksual, faktor perbedaan pandangan, perbedaan agama, dan lain-lain. Dewasa ini perceraian terjadi karena salah satu pihak baik suami maupun istri melakukan perselingkuhan. hal itu biasanya didasari oleh adanya rasa bosan diantara mereka. 

          Walaupun telah bercerai, suami istri tetap berkewajiban untuk merawat, mendidik, dan membiayai anak-anak mereka sampai mereka dewasa/ telah menikah. Suami berkewajiban untuk membiayai anak-anaknya. Untuk hak asuh anak akan diputus oleh pengadilan. Bagi anak yang orangtuanya telah meninggal, mereka akan merasa kurang kasih sayang, pertumbuhan dan perkembangannya lebih lambat daripada anak-anak yang tumbuh di keluarga yang utuh, seringkali ditemui anak dari pasangan suami istri yang bercerai mentalnya sedikit terganggu dan memiliki trauma tertentu. Selain itu harta bersama yang dikumpulkan sebelum perceraian akan lebih rumit pembagiannya.

          Untuk kedepannya saya berencana menulis skripsi tentang Hak Waris Anak Angkat. Dan kini saya telah menyusun proposal skripsi yang berjudul "TINJAUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT JAWA MENGENAI HAK WARIS ANAK ANGKAT (Studi Kasus di Desa Sumberejo, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen)". Saya mengangkat judul tersebut dengan alasan karena sering kali kita mengabaikan hak warisan untuk anak angkat, bagi masyarakat pedesaan sering kali anak angkat sudah dianggap sebagai anak kandung sendiri. hal tersebut tentulah akan mempengaruhi banyaknya harta warisan yang akan dibagikan kepada anak tersebut. hal itu juga bertentangan dengan ajaran Islam yang telah mengatur tentang bagian warisan yang akan masing-masing pihak dapatkan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun