Gerakan Black Lives Matter (BLM) dan Asian Lives Matter  merupakan dua gerakan sosial yang muncul melalui perkembangan globalisasi. Gerapakan tersebut merupakan suatu alat untuk melawan dan mengkritik ketidakadilan dan diskriminasi yang dihadapi oleh komunitas kulit hitam dan Asia di seluruh dunia yang menjadi kelompok minoritas yang sering terjadi di banyak negar. Meskipun masing-masing dari mereka memiliki tujuan yang sama yaitu dengan menuntut pengakuan atas hak asasi manusia, menghentikan diskriminasi rasial, dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara. Kedua gerakan ini tentunya menjadi bagian integral dari pergerakan hak asasi manusia yang lebih luas, mendorong perubahan sosial, dan situasi politik di tengah perkembangan dan terhubungnya globalisasi yang semakin maju.
Perkembangan globalisasi terhadap gerakan Black Lives Matter (BLM) dan Asian Lives Matter. memberi dampak dan cakupan yang luas. Globalisasi, yang menjadi faktor utama perktukaran informasi yang lebih cepat dan luas, juga dapat membuka ruang bagi publik dan para aktivisme untuk berkembang dan menyuarakan walaupun melintasi batas-batas negara. Media sosial menjadi faktor utama penyebaran informasi mengenai ketidakadilan yang dialami oleh kelompok-kelompok minoritas yang tersebar melalui sosial media tersebut, hal tersebut membangkitkan perhatian dan bentk solidaritas global dengan cangkupan yang sangat luas. Dalam konteks ini, gerakan sosial seperti Black Lives Matter (BLM) dan Asian Lives Matter telah menjadi bentuk fenomena internasional yang dimana isu tersebut tidak hanya berfokus terhadap isu-isu lokal, tetapi memperjuangakan dan menyuarakan hak rasial dan hak asasi secara global.
Black Lives Matters (BLM) menjadi sorotan global sejak lama, Gerakan Black Lives Matter (BLM) bermula pada tahun 2013 setelah pembunuhan Trayvon Martin seorang remaja berkulit hitam yang dibunuh oleh George Zimmerman seorang pria kulit putih hal tersebut terjadi di Sanford, Florida, Amerika Serikat. Namun, George Zimmerman dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah. membuat publik merasakan tingkat diskiriminasi rasial merupakan hal yang tidak adil dan tidak manusiawi. Hal tersebut merupakan momentum besar, dan membuat publik meluncurkan kampanye-kampanye melalui media sosial. Â Dan munculnya gerakan Black Lives Matters di sosial Media. Sedangkan, gerakan dari Asia Lives Matter yang akhir-akhir ini telah menjadi sorotan, lebih baru muncul sebagai bentuk tanggapan dan penyuaraan terhadap peningkatan bentuk kebencian yang rasial dan kekerasan terhadap orang-orang Asia, terutama di Amerika Serikat, pada tahun-tahun akhir ini.Â
Kebencian rasial yang terjadi terhadap orang Asia meningkat tajam sejak adanya pandemi COVID-19 pada akhir 2019 yang pertama kali muncul atau disebabkan di daerah Wuhan, China, di mana istilah "virus cina' digunakan untuk bentuk sarkasme, mengungkapan kebencian (Quanita, 2020). Menyalahkan orang Asia di berbagai belahan dunia, dengan menyerang fisik, verbal, dan diskriminasi besar-besaran yang menargetkan oorang-orang beretnis Asia, khusunya yang berasal dari China, Korea, dan Filipina. Insiden tersebut membuat reaksi global baik  individu dan kelompok untuk mulai berbicara tentang pentingnya melawan kebencian terhadap orang-orang Asia.Â
Gerakan Asian Lives Matters tidak hanya berfokus pada bentuk kekerasan fisik saja, tetapi memperjuangkan bentuk stereotip terhadap orang Asia yang merugikan, ketidaksetaraan dan diskriminasi di dalam dunia kerja dan masyarakat sosial. Gerakan Asia Lives Matter juga menuntut dan menyarakan pengakuan terhadap beragam pengalaman buruk yang dialami orang Asia dan perlunya kebijakan yang lebih adil dan terwakilkan untuk melawan kebencian dan diskriminasi yang dialami oleh mereka.
Gerakan Black Lives Matter (BLM) dan Asian Lives Matter adalah dua organisasi aktivis yang bertujuan untuk memperjuangkan dan menyarakan keadilan dan kesetaraan rasial. Meskipun tujuan dari Black Lives Matters (BLM) dan Asia Lives Matter ini serupa, tetapi memiliki perbedaan. signifikan dalam sejarah, konteks, dan fokus utama dari masing-masing gerakan tersebut (Indira Putri Elharisa Kirana, 2024). Keduanya memanfaatkan hubungan informasi dari globalisasi dan sosial media yang bertujuan untuk mengorganisir protes, kesadaran publik, dan bentu kampanye, juga membangun solidaritas antar kelompok yang terpinggirkan.Â
Media sosial memiliki peran penting dan memungkinkan orang dari berbagai negara untuk terhubung, berbagi cerita, dan juga menyarakan hak-hak mereka. Gerakan tersebut sukses menginspirasi protes besar-besaran di negara-negara Eropa, Afrika, Asia untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak orang yang berkulit hitam dan bukan hanya masalah amerika, tapi masalah rasisme di global (Anwar Maulana Sidik, 2022). Dalam menghadapi suatu tantangan sosial, kedua gerakan ini menjadikan suatu harapan dan motivasi bagi perubahan. Jika masyarakat global ingin menciptakan dunia yang lebih adil, anti-rasisme, dan  maka bentuk perjuangan untuk keadilan tersebut untuk keadilan rasial yang harus melibatkan kolektif dari semua individu, komunitas, dan negara.Â
Mendukung gerakan sosial Black Lives Matters dan Asian Lives Matters bukan hanya berperang untuk memerangi kebencian terhadap diskriminasi satu kelompok, tetapi juga memperjuangkan hak-hak individu, tanpa membedakan ras, etnis, dan asal usl mereka. Teori Deprivisasi Relatif dikenalkan memalui seorang aktivis sosial Martin Luther King, Jr dalam Gerakan Hak Sipil Amerika dimana hal tersebut untuk mengakhiri diskriminasi rasial dan memberikan hak yang setara kepada warga kulit hitam kala itu. kita dapat memahami bagaimana perasaan ketidakpuasan terhadap ketidakadilan dan ketidaksetaraan menjadi pendorong besar bagi kemunculan gerakan sosial ini. Teori Deprivasi Relatif ini muncul ketika individu atau kelompok merasa bahwa mereka tidak diperlakukan dengan adil dibandingkan dengan kelompok lain yang lebih beruntung, yang kemudian memicu perjuangan untuk keadilan rasial yang lebih luas.
Kesimpulan yang dapat diambil terkaiy gerakan Black Lives Matters (BLM) dan Asian Lives Matter adalaha dua gerakan sosial yang muncul untu melawaan diskiminasi ras dan memperjuangkan kesetaraan hak bagi komunitas kulit hitam dan Asia di seluruh dunia. Media Sosial dan Globalisasi menjadi faktor terbesar dalam mengorganisir brntuk protest tersebut, dan mengangkat kesadaran publik tentang rasisme global. Teori Deprrivisasi Relatif, juga meggambarkan perasaan ketidakadilan yang mendasari gerakan sosial ini.
Reference:
Quanita, R. (2020). Pembingkaian berita rasisme etnis Cina mengenai virus corona di media online luar negeri. Universitas Pelita Harapan.
Indira Putri Elharisa Kirana, H. H. (2024). PERENGGUTAN HAK HIDUP DAN HAK ASASI MANUSIA SERTA DISKRIMINASI TERHADAP ORANG ASIA DAN RAS KULIT HITAM DI AMERIKA SERIKAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INTERNASIONAL. Living Law, 62-72.
Anwar Maulana Sidik, Z. M. (2022). MEDIA DAN DIGITALISASI GERAKAN SOSIAL: AKTIVISME K-POPPERS DI TWITTER DALAM MERESPON KAMPANYE TRUMP TAHUN 2020 DAN BLACK LIVES MATTER. KHAZANAH.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H