Pagi itu, Senin 12 Oktober 2019 cuaca terlihat cerah, matahari mulai menampakkan perkasanya. Jalanan terlihat ramai, kendaraan bermotor lalu-lalang di seputaran kota Meulaboh
Waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB, saya mulai bergegas dan bersiap untuk segera berangkat menuju kampus. Tapi, sebelum beranjak kesana, sarapan merupakan hal yang wajib dilakukan untuk memulai hari.
Warung yang terletak di Jalan Sisinga Mangaraja, Desa Gampa, Aceh Barat menjadi tujuan saya untuk mengisi perut. Selain harganya terjangkau,
tempat itu juga terkenal dengan lontong sayur yang khas dengan kuah kentalnya.
Saya pun segera berangkat, jarak dari rumah menuju kesana sekitar 7 menit perjalanan dengan kendaraan, sementara pukul 8.00 WIB saya harus tiba di kampus untuk mengikuti perkuliahan dengan jarak tempuh mencapai 15 menit perjalanan.
Setiba disana saya harus mengantri demi mendapati semangkuk lontong untuk disantap. Tak jauh dari tempat saya duduk. Saya mencoba memerhatikan wanita paruh baya itu, ia kerap kali disapa Mak Cik oleh para pembeli. Dalam melayani pun cukup lihai sehingga antrian disana mudah teratasi.
Kini tiba giliran saya, pesanan sudah tiba di atas meja, kuah kekuningan yang kental dengan campuran berbagai jenis sayuran membuat selera makan muncul dan tak sabar menyantap. Apalagi nasi lontong yang tersusun di dalam mangkuk terlihat begitu kenyal, ditambah satu buah pergedel dan hiasan bawang goreng membuat perut semakin berontak.
Tak menunggu waktu, makanan itu segera disantap dalam beberapa menit pun habis, terlihat seperti orang yang lapar. Namun, jangan salah paham, rasanyalah yang membuat setiap pembeli disana buru buru menghabiskan lontong sayur yang sudah dipesannya.
Saat sampai di lidah pertama kali, racikan bumbu dari kuah lontong tersebut begitu melekat, seolah rasanya tak hilang membuat ketagihan. Lontongnya begitu kenyal dan padat, sehingga saya lupa bahwa sedang terburu-buru. Dalam beberapa menit pun habis. Saya mencoba memesan satu porsi lagi, namun teringat waktu saya menunda niat itu.
Terlihat pula disana, banyak dari pelanggan warung mak cik memesan kembali, tak cukup satu porsi mengingat rasa lontong sayur itu, ada juga yang berseragam pegawai hendak menuju kantor memesan dalam bungkusan agar bisa dinikmati lagi ditempat ia bekerja.
Hal itu pun berlalu, saya memulai perjalanan lagi menuju perguruan tinggi untuk berkuliah, kebetulan jadwal pada hari senin begitu padat di mulai dari pagi hingga sore hari.
Saat dalam perjalanan menuju ke sana, pikiran saya masih terpaku akan rasa lontong mak cik. Tak habis pikir, bagaimana bisa rasanya begitu membuat rindu. Hampir di sepanjang jalan saya kepikiran terus sehingga laju sepeda motor begitu landai tak mengingat waktu.