Kedua, pengaruh budaya dan adat istiadat yang terkadang bertentangan dengan ajaran murni Kemuhammadiyahan. Tidak mudah memisahkan mana ajaran agama dan mana kebudayaan.
Ketiga, stigma negatif di masyarakat akibat serangan dan tuduhan sesat dari kelompok radikal kepada Kemuhammadiyahan
Keempat, minimnya pemanfaatan teknologi dan media sosial oleh Kemuhammadiyahan untuk penyebaran informasi dan penguatan ajarannya.
Kelima, kurang luasnya jaringan komunikasi dan solidaritas antar pengikut Kemuhammadiyahan dari berbagai daerah.
Tantangan dan hambatan yang dihadapi Kemuhammadiyahan tersebut jelas sangat berat. Namun demikian, masih terdapat peluang dan harapan untuk mengatasinya. Beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain:
Pertama, merumuskan kurikulum dan metode pendidikan agama Kemuhammadiyahan yang kontekstual dengan semangat zaman milenial.
Kedua, optimalisasi peran media sosial dan konten digital positif untuk sosialisasi ajaran moderat Kemuhammadiyahan.
Ketiga, menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberantas informasi hoaks yang merusak citra Kemuhammadiyahan.
keempat, pemberdayaan pondok pesantren dan pendidikan Kemuhammadiyahan sebagai basis pertahanan ajaran moderat ditengah maraknya paham radikal.
Kelima, menggalang komunikasi dan solidaritas yang kuat antar anggota dan pengurus Kemuhammadiyahan dari berbagai daerah di Indonesia.
Dengan langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan Kemuhammadiyahan mampu mempertahankan eksistensinya dan terus berkembang di tengah tantangan zaman yang semakin berat. Kemuhammadiyahan dipercaya dapat terus menjadi kekuatan Islam moderat dan progresif di Indonesia.
Kesimpulan:
Pengembangan ajaran Kemuhammadiyahan di era modern saat ini menghadapi tantangan berat akibat arus globalisasi, munculnya paham radikalisme, berkurangnya minat generasi milenial, serta menjamurnya hoaks di media sosial. Disisi lain, keterbatasan SDM dan dana, pengaruh adat istiadat, stigma negatif, serta minimnya pemanfaatan teknologi menjadi hambatan bagi Kemuhammadiyahan.