Oleh: Aisyah Asafid Abdullah
      Ahmad Syafii adalah nama pemberian sang kakek, Ibunya selalu mengatakan padanya bahwa kakeknya menginginkan cucunya menjadi seorang khalifah seperti Imam Syafii. Terkadang jika ingat hal itu, ia kerap jengkel terhadap teman-temannya yang kerap memanggilnya dengan sebutan jawir. Kulitnya yang hitam dan logat jawanya yang sangat kental. Ia selalu dijadikan objek bahan cibiran teman-temannya.
Ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia orang yang bisa memposisikan diri. Menentukan alur dalam peta kehidupannya. Begitu juga tanggung jawab atas kedua orang tuanya dan adik-adiknya.
Kala itu ia duduk di bangku kelas tiga, Fikri adiknya yang masih duduk dibangku kelas satu kerap mengadu pada sang ibu tentang sikap teman-teman kakaknya yang tak wajar. Teman-teman kakaknya kerap membuli kakaknya tersebut. Namun Ahmad Syafii selalu mengingatkan Fikri untuk tidak mengadu kepada ibunya.
Suatu ketika Syafii tahu bahwa Fikri mengadu, ia memarahi Fikri habis-habisan. "Kamu tidak tahu emak banyak sekali yang di pikirkan, Bapak sakit ngurusin kita bertiga Azizah masih kecil."Syafii kesal. "Siapa yang di jahatin siapa yang ngadu, jangan berlagak sok pahlawan deh padahal kaya banci!" Syafii dengan nada keras. "Enak aja ngatain, Banci. Dibelain malah ga jelas marah-marah." Fikri. "Apa namanya kalo bukan banci, Cuma masalah gitu doang ngadu ke emak!" Syafii menegaskan. Mendengar ucapan kakaknya Fikri diam, tak menghiraukan kakaknya.
      Jam dinding di ruang tengah menunjukan pukul lima sepersepuluh.Syafii yang berada di kamarnya di panggil oleh ibunya. "Mad..mad..mad!" Sembari mengetuk pintu.
"Nggeh Mak." Ahmad
"Fikri kenapa yah Mad dari kemarin dia murung terus mukanya, susah makan, terakhir dia cerita tentang temanmu itu Sobari" Tanya Ibu.
"Bener toh, temenmu yang namanya Sobari suka ngerjai kamu Mad?" Tanya ibu.
"Nggeh Mak, tapi Ahmad Ra popo."Ahmad
"Ra popo gimana toh nang?" Ibu