Di dunia yang semakin saling terhubung dan penuh dengan keberagaman, menjaga keharmonisan sosial menjadi tantangan yang semakin kompleks. Perbedaan budaya, agama, ras, dan latar belakang sosial semakin terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun kemajuan teknologi memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan berbagi informasi dengan lebih cepat, perbedaan-perbedaan sering kali memicu ketegangan, polarisasi, dan konflik. Dalam situasi seperti ini, sangat perlu untuk memikirkan cara menjaga kedamaian sosial di tengah keberagaman. Salah satunya dalam menjaga keharmonisan sosial adalah menghargai perbedaan. Keberagaman memiliki potensi untuk memperkaya kehidupan kita, bukan sesuatu yang harus ditakuti atau ditentang. Sebagai contoh, semboyan Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” mengajarkan bahwa meskipun kita berbeda, kita tetap satu bangsa.
Memahami dan menghormati perbedaan agama, etnis, dan pandangan politik adalah langkah awal dalam membangun masyarakat yang inklusif dan damai. Namun, untuk menghargai perbedaan, kita juga perlu menumbuhkan rasa empati. Memahami perspektif orang lain, meskipun berbeda dari pandangan kita, merupakan langkah utama menuju interaksi sosial yang lebih harmonis. Sayangnya, perbedaan sering dipolitisasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau ekonomi. Politisasi identitas ini sering menyebabkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat. Ketika perbedaan dianggap sebagai ancaman daripada sebagai kekayaan, hal ini justru menciptakan polarisasi yang dapat merusak hubungan sosial. Dalam kondisi ini, kita harus berhati-hati terhadap narasi-narasi yang berusaha memecah belah masyarakat berdasarkan identitas tertentu. Sebagai masyarakat yang cerdas, kita perlu menyaring informasi. Media sosial menyediakan platform untuk berkomunikasi, namun sering kali menjadi tempat berkembangnya informasi salah dan provokasi yang memperburuk situasi. Oleh karena itu, perlunya untuk menjaga etika komunikasi dan membangun diskusi berdasarkan fakta serta saling pengertian. Toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga tentang menghormati hak orang lain untuk memiliki pandangan yang berbeda.
Pendidikan tentang hal ini harus dimulai sejak dini baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Di sekolah, misalnya, kurikulum yang mengajarkan pentingnya keberagaman dan toleransi dapat memberikan dasar yang kuat bagi pendidikan generasi yang lebih inklusif. Toleransi juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal kecil seperti saling menghormati antar teman, tetangga, hingga mendukung kebijakan publik yang menjamin hak-hak semua kelompok tanpa terkecuali. Dengan demikian, keharmonisan sosial tercipta bukan sekedar cita-cita, namun menjadi kenyataan yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H