Mohon tunggu...
Aisyah Pramudya
Aisyah Pramudya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa yang gemar mendalami literasi, psikologi, dan isu-isu terkini.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sastra Masuk Kurikulum Sekolah, Relevankah?

20 Juni 2024   18:55 Diperbarui: 20 Juni 2024   18:57 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Anak senja boleh berbahagia, sastra kini resmi masuk ke dalam Kurikulum Merdeka. 

Program Sastra Masuk Kurikulum yang diterbitkan Kemdikbudristek pada 20 Mei 2024 ini ditargetkan untuk diterapkan pada tahun ajaran mendatang. Harapannya, Sastra Masuk Kurikulum dapat memperkuat kompetensi literasi, meningkatkan minat baca, kreativitas, dan kemampuan penalaran kritis di kalangan pelajar. Pengumuman program ini juga diikuti dengan peluncuran Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra, yakni daftar rekomendasi buku yang telah dikurasi oleh kumpulan penulis dan akademisi. Nama-nama kondang seperti Eka Kurniawan, Okky Madasari, dan Zen Hae memiliki andil langsung dalam daftar rekomendasi 177 buku. Kurasi tersebut sudah disesuaikan untuk tingkatan SD, SMP, dan SMA dan disatukan dalam Buku Panduan Sastra Masuk Kurikulum. Direncanakan bahwa guru-guru dapat menggunakan rekomendasi tersebut untuk bahan ajar di sekolah. 

Sejak dahulu, membaca diakui efektivitasnya dalam meningkatkan literasi individu. Meski bacaan sastra kerap dicemooh sebagai fiksi belaka, perlu diingat bahwa manfaat yang didapat tak kalah dengan buku non fiksi. Bacaan sastra membantu siswa memahami bahwa bahasa bukan sekedar teori penulisan kata dan tanda baca. Bahasa dapat diolah menjadi produk penuh makna. Medium sempurna untuk mengajarkan aspek seperti kebudayaan, sejarah, isu sosial, dinamika manusia, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Perspektif berbeda yang diangkat dalam bacaan sastra dapat pula melatih empati dan keterbukaan siswa dalam menerima opini. Apalagi, program ini menghadirkan bacaan sastra Indonesia dalam rentang waktu satu abad lamanya. Bermula dari apresiasi sastra, program ini dapat menghadirkan dorongan bagi siswa untuk mengeksplorasi kreativitas, menciptakan karya, dan menyelesaikan problematika dalam prosesnya. Masih banyak sekali manfaat yang bisa dinikmati siswa sebagai target utama program ini. Bisa dikatakan bahwa di atas pena, program ini adalah langkah yang tepat untuk menciptakan generasi muda melek literasi.

Namun, apakah benar program ini bersih dari kekhawatiran?

Dikabarkan bahwa Buku Panduan Sastra Masuk Kurikulum ditarik dari publik. Anindito Aditomo selaku Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemdikbudristek juga menegaskan bahwa buku panduan tersebut tengah direvisi. Kepada media, ia meminta supaya versi digital buku panduan tidak digunakan dan disebarluaskan. Hal ini merupakan respons Kemdikbudristek setelah berbagai pihak melayangkan kritik pada program ini. 

Banyak rekomendasi bacaan sastra dianggap berpotensi memberikan pengaruh buruk pada siswa sebab memuat bahasa vulgar, muatan sadis, dan topik seksual (termasuk penyimpangan dan kekerasan). Meski Kemdikbudristek beropini bahwa bacaan tersebut dihadirkan untuk membuka perspektif siswa, argumen tersebut dirasa kurang kuat. Ledia Hanifa Amaliah, anggota Komisi X DPRI RI, menegaskan bahwa di era digital, informasi positif dan negatif lebih mudah sampai di telinga siswa. Informasi ini lebih dari cukup sebagai bahan diskusi serta pengembangan kekritisan dan empati siswa. Rekomendasi bacaan sastra dengan topik tabu justru dianggap hanya menambah beban informasi yang harus dipilah orang tua dan guru secara bijak. Ledia menambahkan, "Tak perlu pula kita membawa muatan sadisme, eksploitasi seksual, pornografi bahkan penyimpangan seksual secara sengaja pada anak sekolah."

Kritikan juga dilayangkan dari sisi penulis, di mana muncul sentimen Buku Panduan justru tak sesuai dengan spirit Merdeka Belajar. Pemerintah seolah membuat rekomendasi sastra ideal alih-alih memberi kebebasan guru dan siswa. tersebut tidak disusun sesuai dengan standar editorial. Ditemukan kesalahan pula dalam sinopsis dan profil penulis yang dicantumkan di Buku Panduan. Nirwan Dewanto, salah satu sastrawan yang karyanya masuk ke dalam rekomendasi, juga memberikan kritik keras di laman sosial medianya. Ia mengkhawatirkan Sastra Masuk Kurikulum justru menjadi beban tambahan guru. Ditakutkan pula beragam buku kontroversial bisa menghambat proses siswa bersastra, apalagi bila tidak didampingi dengan guru yang baik. Menurutnya, program ini tidak akan mampu mendorong siswa terampil berliterasi tanpa sinergi yang tepat. Bahkan, ia meminta buku Jantung Lebah Ratu yang ditulisnya untuk dikeluarkan dari daftar kurasi.

Lantas, apakah berakhir sudah relevansi Sastra Masuk Kurikulum sebelum resmi dicanangkan?

Sejatinya, koordinasi antara sastrawan-guru-psikolog anak dibutuhkan untuk mematangkan Sastra Masuk Kurikulum. Pada proses perancangan sebelumnya, Kemdikbudristek terlalu berat sebelah pada opini sastrawan. Lupa mereka bahwa guru adalah kepanjangan tangan program ini. Guru perlu dilibatkan dalam diskusi supaya ditemukan metode pengajaran efektif untuk mengajak siswa mendalami sastra. Bila guru hanya sekedar memberikan rekomendasi bacaan sastra kepada siswa, apa bedanya Sastra Masuk Kurikulum dan tugas membaca biasa? 

Psikolog anak juga punya suara dalam menentukan batasan topik bacaan yang sesuai usia namun tetap memperluas perspektif siswa. Guru juga dapat belajar dari psikolog anak untuk menjelaskan topik tabu secara netral tanpa unsur normalisasi dan romantisasi. Selain koordinasi aktif, Sastra Masuk Sekolah dapat diartikan secara harfiah lewat menghadirkan sastrawan ke sekolah. Secara langsung membagikan ilmu, proses berkarya, dan menjadi pengajar sastra pertama siswa. Mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan praktisi tentunya lebih efektif menggerakkan minat. Hal itu merupakan langkah ekstra yang harus dilaksanakan untuk mengoptimalkan program Sastra Masuk Kurikulum. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun