Menyambut hari raya Idul Adha merupakan momen yang istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain dari persiapan fisik seperti mempersiapkan daging kurban dan menyajikan hidangan lezat, persiapan spiritual juga menjadi hal yang penting dalam merayakan Idul Adha.
Sebagai bagian dari ibadah Idul Adha, para muslim sangat dianjurkan untuk berqurban di bulan dzulhijjah ini. Biasanya hewan yang umumnya diqurbankan adalah hewan seperti, sapi, unta, domba, kambing. Mempersiapkan hewan kurban menjadi prioritas utama bagi yang mampu berqurban di hari raya idul adha. Untuk mempersiapkan momentum idul adha, ada beberapa hal yang bisa dilakukan bagi para muslim yang berkurban ketika pembelian hewan kurban, perawatan, dan penyembelihan harus sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh syariaat agama islam.
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Artinya:"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)." [QS: Al Hajj : 34]
Dalam rangka menyambut Idul Adha, para kaum muslimin dapat meningkatkan ibadah, shalat sunnah, dzikir, dan bacaan Al-Qur'an. Selain itu juga dapat memperkuat dengan mengamalkan sunnah - sunnah idul adha, seperti berikut ini :
1. Tidak memotong kuku dan rambut sebelum hewan kurban disembelih
Bagi kaum muslimin yang turut berkurban di hari raya idul adha, tidak dianjurkan untuj memotong kuku dan memotong rambut sebelum 1 Dzulhijjah hingga hewan qurban tersebut disembelih. Anjuran ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW untuk meneladani kondisi orang yang sedang berihram. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran spiritual dan kepatuhan terhadap aturan agama.
2. Anjuran untuk tidak makan dan minum sebelum melaksanakan sholat idul adha
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وَلِأَنَّ يَوْمَ الْفِطْرِ يَوْمٌ حَرُمَ فِيهِ الصِّيَامُ عَقِيبَ وُجُوبِهِ ، فَاسْتُحِبَّ تَعْجِيلُ الْفِطْرِ لِإِظْهَارِ الْمُبَادَرَةِ إلَى طَاعَةِ اللَّهِ تَعَالَى ، وَامْتِثَالِ أَمْرِهِ فِي الْفِطْرِ عَلَى خِلَافِ الْعَادَةِ ، وَالْأَضْحَى بِخِلَافِهِ .وَلِأَنَّ فِي الْأَضْحَى شُرِعَ الْأُضْحِيَّةُ وَالْأَكْلُ مِنْهَا ، فَاسْتُحِبَّ أَنْ يَكُونَ فِطْرُهُ عَلَى شَيْءٍ مِنْهَا .
“Idul Fithri adalah hari diharamkannya berpuasa setelah sebulan penuh diwajibkan. Sehingga dianjurkan untuk bersegera berbuka agar semangat melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan perintah makan pada Idul Fithri (sebelum shalat ‘ied) adalah untuk membedakan kebiasaannya berpuasa. Sedangkan untuk hari raya Idul Adha berbeda. Karena pada hari Idul Adha disyari’atkan memakan dari hasil qurban. Jadinya, kita dianjurkan tidak makan sebelum shalat ‘ied dan nantinya menyantap hasil sembelihan tersebut.” (Al Mughni, 2: 228)
3. Mandi besar sebelum salat idul adha
Sebelum mandi untuk berangkat slaat idul adha, tentunya para kaum muslimin dapat melafalkan niat mandi besar khusus untuk idul adha yang berikut ini :
نَوَيْتُ سُنَّةَ الْغُسْلِ لِعِيْدِ الْأَضْحَى
Nawaitul-ghusla li 'idil adha sunnatan lillahi ta'alaArtinya: "Aku berniat mandi Idul Adha sebagai sunnah karena Allah ta'ala."
Anjuran ini bertujuan untuk menyucikan diri dan menunjukkan rasa hormat dalam menyambut hari raya. Mandi besar melambangkan kebersihan fisik dan spiritual, menyiapkan diri untuk beribadah dengan khusyuk dan dalam keadaan suci.
4. Berangkat lebih awal
Berangkat lebih pagi dan awal ke tempat sholat idul adha. Disini para kaum muslimin dianjurkan untuk berjalan kaki menuju tempat sholat idul adha. Melewati jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang usai salat idul adha termasuk ke dalam salah satu sunnah. Selain itu ada satu hal yang perlu diperhatikan, yakni gunakanlah rute yang berbeda ketika berangkat dan pulang dari tempat salat idul adha.
"Pada hari raya, Nabi SAW menempuh jalan yang berbeda (sewaktu pergi dan pulang)." (HR Bukhari)
Ibnu Umar RA juga meriwayatkan bahwa, "Rasulullah SAW berangkat melalui jalan As-Syajarah dan pulang melalui jalan Al-Mu'arras. Ketika memasuki Makkah, beliau melewati Ats-Tsaniyyah Al-Ulya, dan keluar melalui jalan Ats-Tsaniyyah As-Sufla." (HR Muttafaq Alaih)