Mohon tunggu...
aisyah nur fitriyah
aisyah nur fitriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Saya adalah mahasiswa Universitas islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program Studi Teknk Informatika.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Interoperabilitas Sistem Informasi: Tantangan Teknis dan Kultural

17 September 2024   13:09 Diperbarui: 17 September 2024   13:14 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar : (Freepik.com)

Interoperabilitas Sistem Informasi: Tantangan Teknis dan Kultural

Di era digital saat ini, interoperabilitas menjadi kata kunci dalam dunia sistem informasi. Perusahaan dan organisasi semakin mengandalkan teknologi untuk meningkatkan kolaborasi dan produktivitas. Namun, tantangan interoperabilitas tidak hanya sebatas integrasi teknis antar sistem, tetapi juga mencakup aspek formal dan sosial dalam organisasi. Artikel ilmiah karya Leo Liu, Weizi Li, Naif R. Aljohani, Miltiadis D. Lytras, Saeed-Ul Hassan, dan Raheel Nawaz (2020) mengusulkan sebuah kerangka kerja evaluasi interoperabilitas semiotik untuk mengatasi celah tersebut. Kerangka ini, yang disebut Semiotic Interoperability Evaluation Framework (SIEF), mengevaluasi interoperabilitas dari perspektif semiotik dengan mempertimbangkan level teknis, formal, dan informal.

Menurut artikel tersebut, lebih dari 20 pendekatan evaluasi interoperabilitas telah dikembangkan selama dekade terakhir, namun mayoritas tidak mampu mengevaluasi pada level pragmatis dan sosial secara menyeluruh. Sebagai contoh, banyak perusahaan yang hanya fokus pada integrasi teknis, sementara aspek penting seperti konteks bisnis, kebijakan internal, dan perilaku karyawan sering kali terabaikan. Studi mereka menyoroti pentingnya memiliki pendekatan yang lebih holistik, di mana evaluasi interoperabilitas tidak hanya melihat pada keselarasan sistem, tetapi juga pada struktur organisasi, budaya, dan norma sosial.

Dari hasil penelitian mereka, SIEF mampu mengidentifikasi dan menganalisis masalah interoperabilitas dengan lebih baik. Studi kasus yang dilakukan pada sebuah rumah sakit menunjukkan bahwa banyak kendala pada interoperabilitas berasal dari masalah komunikasi dan kolaborasi antar departemen, bukan hanya masalah teknis semata. Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi interoperabilitas yang lebih komprehensif dan mencakup semua aspek organisasi.

*****

Kerangka kerja Semiotic Interoperability Evaluation Framework (SIEF) yang diusulkan oleh Liu dkk. (2020) memberikan pendekatan yang komprehensif untuk mengevaluasi interoperabilitas. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang hanya berfokus pada aspek teknis, SIEF mengevaluasi interoperabilitas pada tiga level: teknis, formal, dan informal. Pendekatan ini memungkinkan identifikasi hambatan kolaborasi yang lebih mendalam, mulai dari masalah teknis seperti keselarasan data hingga aspek budaya dan perilaku organisasi.

Studi kelayakan yang dilakukan oleh para penulis melibatkan 31 ahli dari perusahaan perangkat lunak kesehatan dan rumah sakit, untuk memahami kendala yang dihadapi dalam berbagi informasi. Hasil studi mengungkapkan bahwa masalah interoperabilitas sering muncul karena adanya perbedaan konteks, kebijakan internal, dan gaya manajemen. Sebagai contoh, perbedaan semantik antara berbagai departemen rumah sakit dapat menyebabkan interpretasi data yang berbeda, sehingga menghambat proses pengambilan keputusan yang tepat.

Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa harmonisasi strategi di tingkat formal memainkan peran penting dalam interoperabilitas. Di tingkat teknis, meskipun banyak organisasi telah mengadopsi berbagai teknologi integrasi, mereka sering kali mengabaikan pentingnya desain layanan dan model bisnis yang mendasarinya. Dalam studi kasus rumah sakit yang menjadi objek penelitian, ditemukan bahwa penerapan integrasi data yang baik saja tidak cukup untuk mencapai interoperabilitas penuh. Hanya dengan memastikan bahwa prosedur, kebijakan, dan alur kerja antar departemen selaras, rumah sakit dapat mencapai efisiensi dan efektivitas yang optimal dalam layanan mereka.

Yang menarik, pada level informal, faktor-faktor seperti budaya organisasi, perilaku karyawan, dan tradisi kerja juga mempengaruhi interoperabilitas. Misalnya, resistensi terhadap perubahan dan ketidakjelasan dalam pembagian tanggung jawab sering kali menjadi hambatan dalam upaya integrasi sistem. Dalam studi ini, hanya sekitar 40% dari partisipan yang merasa bahwa kebijakan internal mendukung kolaborasi lintas departemen. Ini menunjukkan bahwa untuk mencapai interoperabilitas yang efektif, organisasi perlu membangun lingkungan kerja yang mendukung keterbukaan, komunikasi, dan pemahaman yang sama terhadap tujuan bersama.

Dengan mengadopsi pendekatan SIEF, organisasi tidak hanya dapat menilai kondisi interoperabilitas mereka saat ini, tetapi juga merumuskan strategi peningkatan yang mencakup aspek-aspek penting seperti penyesuaian prosedur bisnis, perubahan budaya, dan peningkatan keterampilan karyawan. Oleh karena itu, SIEF dapat dianggap sebagai alat yang sangat berguna bagi manajer dan praktisi untuk memastikan kolaborasi yang efektif dan efisien antar proses bisnis dalam lingkungan yang kompleks dan dinamis.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun