Contoh beberapa produk tersebut adalah peralatan kantor seperti komputer, adapula minyak bumi, plastik, bidang otomotif, dan juga baju. Sehingga pada pembahasan kali ini yang akan dibahas adalah perdagangan internasional dengan baju sebagai produk yang memiliki value yang dengan mudah diminati oleh masyarakat luas.Â
Thrift adalah sebuah kegiatan menjual barang bekas yang berasal dari luar negeri dalam jumlah besar sehingga dapat diperjualbelikan secara eceran maupun grosir. Akan tetapi pada pembahasan kali ini yang dibahas adalah thrift berupa pakaian. Di Indonesia sendiri kegiatan ini semakin populer dengan adanya pengaruh media sosial.Â
Pada mulanya hal seperti ini cukup sering dilakukan di negara lain. Selain itu barang - barang yang berasal dari thrift memiliki harga yang jauh lebih murah dengan kondisi yang masih layak dipakai. Bahkan beberapa barang thrift merupakan barang branded.Â
Baru - baru ini Indonesia sendiri sedang ramai membicarakan terkait pelarangan penjualan baju - baju thrifting. Sebagian besar baju -  baju thrift yang terdapat di Indonesia berasal dari Korea Selatan.Â
Masyarakat tentunya lebih menyukai model pakaian negara tersebut, dan dengan mendapatkan harga yang lebih murah mampu menarik minat masyarakat suatu negara, termasuk Indonesia. Hal ini juga didorong oleh dampak globalisasi di bidang teknologi komunikasi, maka dapat meningkatkan sifat konsumtif masyarakat suatu negara.Â
Tentunya hal ini menghasilkan berbagai respon yang berbeda dari masyarakat. Ada beberapa yang setuju, dan tentunya juga beberapa dari masyarakat yang tidak setuju dengan adanya pelarangan penjualan baju - baju thrifting. Akan tetapi Menteri Perdagangan Indonesia sendiri yaitu Zulkifli Hasan mengatakan "Pemerintah tidak melarang bisnis baju bekas, tetapi impor baju bekas yang jadi produk bisnis thrifting jelas dilarang". Beliau mengatakan hal tersebut saat menghadiri kegiatan pemusnahan baju bekas impor yang bernilai Rp 8,5 Miliar.Â
Tentu saja larangan mengenai penjualan baju thrifting ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (PERMENDAG) No.18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.Â
Adapun beberapa alasan yang menjadi dasar kegiatan - kegiatan di atas. Diantaranya adalah masalah kesehatan, pihak terkait beranggapan bahwa baju bekas yang diimpor tersebut dapat membawa virus - virus yang berasal dari luar negeri dan dapat menimbulkan epidemi baru di Indonesia.Â
Selain itu juga Menteri Perdagangan beranggapan bahwa kegiatan impor baju bekas akan memberikan dampak negatif berupa kerugian bagi industri - industri garmen dalam negeri, khususnya Industri Kecil Menengah. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan beliau terkait pemulihan usaha Indonesia setelah Pandemi Covid - 19 berakhir.Â
Dengan tingginya minat masyarakat akan kegiatan thrifting ini akan sulit untuk memberikan kontrol bagi barang yang telah beredar. Maka dari itu Menteri Perdagangan hingga saat ini mencoba untuk melakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, agar mengerti akan dampak negatif yang diberikan oleh pakaian thrifting. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa sangat sulit untuk merubah pemikiran masyarakat akan suatu hal.  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H