Dalam satu dialog di Film IQRO: Petualangan Meraih Bintang karakter Opa bilang bahwa Iqro (membaca) punya arti luas. Yakni membaca ayat-ayat Allah yang tertulis di dalam Al-Qur’an, membaca ayat-ayat Allah yang tersirat di muka bumi ini, serta membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam diri kita sendiri.
Poin terakhir berarti manusia harus mengenal dirinya sendiri tentang apa tujuan dia hidup. Seorang muslim harus selalu bertanya tentang mengapa Allah mentakdirkan ia hidup di dunia. Dan apa perannya di dunia. Kelak peran itu akan dijalankan demi mengharap ridho Allah SWT dengan cara terus bermanfaat bagi manusia lain. “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).
Berangkat dari hadits tersebut saya mencoba menyelami kembali karakter yang ada dalam film Iqro. Terutama Aqila, seorang anak dengan keingintahuan yang luar biasa mengenai ruang angkasa. Kira-kira apa ambisi Aqila untuk menjadi seorang astronaut?
Dalam perjalanan menyusun cerita sekuel Iqro, Allah menunjukkan jalan bagi saya untuk kenal Mbak Sidrotun Naim yang merupakan teman suami saya di Masjid Salman ITB. Satu fakta menarik yang saya temukan dari Mbak Sidrotun adalah ternyata beliau pengagum berat astronaut wanita pertama Indonesia, Ibu Pratiwi Sudarmono. Lalu jalan hidup Mbak Sidrotun menuntunnya hingga bertemu dengan idolanya. Melalui beliau saya dapat bertemu dengan seorang Pratiwi Sudarmono.
Beliau bergelar lengkap Prof. dr. Pratiwi Pudjilestari Sudarmono, Ph.D., SpMK(K) Dia seorang profesor, doktor pada bidang mikro biologi, dokter, dan profesinya yang paling langka adalah astronaut! Membayangkan betapa dalam ilmunya, saya merasa terlalu bodoh untuk dapat mewawancarai beliau. Tapi diluar dugaan, Bu Pratiwi bercerita dengan sederhana.
Dialog bersama Pratiwi meninggalkan sebuah kesan kuat. Serupa saat bertemu dengan Dr. Moedji Raharto (astronom yang menjadi narasumber untuk Iqro: Petualangan Meraih Bintang). Rasa rendah hati amat terpancar dari kedua sosok ini. Ada satu keyakinan yang sama dari mereka berdua bahwa ilmu yang mereka pelajari pasti datang dari Zat yang Maha Agung. Dan manusia begitu tak berdaya hingga tidak mungkin bisa menguak semua rahasia alam semesta ini.
Bu Pratiwi sempat bercerita tentang betapa beratnya pelatihan untuk menjadi astronaut. Bagi beliau perjalanan ke luar angkasa bukan masalah sepele. “Manusia ke luar angkasa sama seperti ikan yang ditarik dari air”, Itulah perumpamaan dari Bu Pratiwi yang tidak mungkin saya lupa.
Perbincangan berharga itu meyakinkan saya untuk menulis adegan demi adegan dalam cerita sekuel Iqro, yang akhirnya diputuskan berjudul Iqro: My Universe. Keyakinan itu muncul karena saya merasa harus menyampaikan sebuah pesan penting tentang dasar seseorang menuntut ilmu.