Mohon tunggu...
Aisyah Nabila Al Zuhriy
Aisyah Nabila Al Zuhriy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Andalas

Menyukai banyak aktivitas luar ruangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik Ketidakadilan Gender dalam Film Populer "A Muse"

12 April 2023   11:24 Diperbarui: 12 April 2023   11:33 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Siapa yang tidak kenal Kim Goeun? Artis cantik asal Korea Selatan ini ternyata memulai debutnya dengan sebuah film dewasa yang sarat dengan adegan 18+ berjudul "A muse". Film A muse merupakan sebuah film yang rilis pada tahun 2012. Film A Muse berlatar perempuan muda yang menjadi sumber inspirasi bagi seorang kakek tua penulis untuk terus menulis dan muridnya, lelaki paruh baya yang juga mengalami kesulitan dalam menulis cerita baru. Film ini sukses membawa nama Kim Goeun yang saat itu baru berusia 22 tahun ke beberapa penghargaan bergengsi untuk kategori aktris pendatang baru seperti Grandbell Awards dan Blue Dragon Film Awards.

Akan tetapi dibalik suksesnya film A muse, terdapat beberapa ketidakadilan gender yang ditampilkan. Lebih tepatnya melalui artikel ini, saya ingin menyampaikan kritik untuk menjabarkan ketidakadilan gender yang ditampilkan. Dalam film ini terdapat beberapa ketidakadilan gender sekaligus yang ditampilkan yaitu komodifikasi perempuan di media, pornografi dan pelecehan seksual, serta yang paling ditonjolkan yaitu male gaze.

Media memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi opini dan pandangan publik serta berperan besar dalam mengkonstruksi realita sosial yang ada termasuk gender. Dengan kata lain media disebut juga sebagai alat untuk mengkonstruksi pesan. Dunia perfilman merupakan salah satu wujud peranan media yang disebarluaskan di masyarakat. Akan tetapi ketidakadilan gender di media masih sering kali dimunculkan dengan beberapa tujuan tertentu seperti komersial. Salah satunya dalam film A muse yang akan kita bahas.

A muse disebut-sebut sebagai sebuah mahakarya yang indah dimana kekuatan perempuan bisa membuat dua laki-laki menjadi bergairah hingga bisa berkarya kembali dan bertambah-tambah inspirasinya. Padahal secara sadar maupun tidak, film ini mengeksploitasi tokoh utama perempuan yang saat itu masih belia untuk berpenampilan vulgar dan melakukan banyak adegan tidak pantas demi menarik penonton. Perempuan di film ini hanya diibaratkan sebagai komoditas, tidak bernilai lebih. Komoditas menurut ahli digambarkan sebagai sebuah objek, benda, atau produk yang bisa diperdagangkan, tujuannya untuk memperoleh keuntungan. Bisa kita lihat dalam film ini, melalui tubuh perempuan film bisa meraup berbagai kesuksesan dan keuntungan yang besar.

Ketelanjangan digambarkan secara terang-terangan. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, mengapa hanya tokoh perempuan yang dibuat telanjang dalam film ini? Bukankah seharusnya jika ingin menampilkan adegan hot yang sepenuhnya berarti harus memperlihatkan ketelanjangan dari tokoh laki-laki juga? Secara tidak langsung terjadi ketidakadilan gender dimana media masih menjadikan wanita sebagai objek pornografi yang membangkitkan gairah seksual pria. Baik pria yang menonton film A muse ini maupun dua pria yang turut berperan sebagai tokoh dalam film.

Terakhir, ketidakadilan gender jelas ditampilkan dengan peran perempuan yang hanya digunakan sebagai objek seksualitas dari laki-laki. Perempuan dalam film ini digambarkan melalui pandangan sutradara hanya sebagai pemuas nafsu dan pembangkit gairah dari laki-laki. Kamera diibaratkan sebagai perpanjangan mata laki-laki yang menonton untuk seolah-olah bisa melihat adegan-adegan panas yang ditampilkan secara langsung. Stereotip perempuan yang digambarkan lemah, ditampilkan secara real di dalam film dengan ditambahkan bumbu-bumbu perempuan akan tunduk kepada lelaki untuk memuaskan nafsunya, perempuan juga matrealistis. Eungyo di akhir cerita dikisahkan berpaling dari sang kakek kepada muridnya, pria paruh baya karena pria tersebut bisa memenuhi kebutuhan dan mengobati kesepiannya.

Begitulah kritik yang ingin saya sampaikan melalui artikel ini mengenai ketidakadilan gender yang ditampilkan dalam film A Muse. Kalau dipikir-pikir, kasihan juga ya Kim Goeun harus melakukan adegan-adegan panas dan bertelanjang di usia belianya. Akan tetapi kembali lagi, karena perempuan dalam media digambarkan sebagai komoditas, maka seharusnya ia melakukan adegan tersebut dengan sukarela demi mendapatkan komisi. Bagaimana menurut teman-teman?

Sumber:

Astuti, Yanti Dwi. (2016). Media dan Gender (Studi Deskriptif Representasi Stereotipe Perempuan dalam Iklan di Televisi Swasta. Profetik Jurnal Komunikasi, 9(2), 25-32.

CNN Indonesia. (2020). Sinopsis Eungyo, Masalah Usia di Tengah Cinta Segi Tiga. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20200820210725-220-537730/sinopsis-eungyo-masalah-usia-di-tengah-cinta-segitiga pada 12 April 2023.

Juditha, C. (2015). Gender dan Seksualitas dalam Konstruksi Media Massa. Jurnal Simbolika, 1(1). 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun