Saat ini dunia hiburan telah menyajikan konten yang beragam mulai dari keahlian para artis hingga kehidupan pribadi para artis. Beberapa industri hiburan menarik minat penggemar dengan membuat konsep idola yang dapat berinteraski secara langsung dengan penggemarnya. Hal tersebut membentuk kelekatan antara idola dan penggemar yang disebut dengan interaksi parasosial. Contoh yang paling mudah dari hubungan parasosial adalah ketika seseorang ikut tertawa saat melihat pelawak di televisi, atau saat seseorang menangis saat membaca berita bahwa idolanya sedang sakit.Â
Menurut Donald Horton dan R. Richard Wohl pada bukunya yang berjudul 'Mass Communication and Para-social Interaction' pada tahun 1956, interaksi parasosial menciptakan suatu ilusi antara audiens dengan figur media seperti aktris, animasi, penyanyi, dsb. Dari ilusi tersebut akan tercupta hubungan interaksi antara audiens dengan figur media layaknya hubunga interpersonal pada umumnya. Hubungan tersebut dapat disebut sebagai hubungan satu arah. Audiens mengenal figur media, namun figur media tidak mengetahui dan mengenal audiens. Pengertian tersebut kemudian dikembangkan oleh Dibble et al. (2016) sebagai hubungan antara penonton dan penampil dengan adanya ilusi keakraban yang dianggap sebagai hubungan personal yang nyata.Â
Pemicu terjadinya hubungan parasosial dapat berasal dari sisi idola maupun dari sisi penggemar. Beberapa idola memiliki kepribadian yang dibentuk oleh agensi untuk menarik perhatian penggemar. Kepribadian tersebut bisa ditunjukkan melalui fan services secara langsung seperti fan meeting atau aplikasi pesan broadcast yang juga telah disiapkan oleh perusahaan hiburan. Selain itu, juga ada beberapa pemicu dari sisi penggemar. Pemicu yang pertama adalah untuk mengatasi rasa kesepian. Dilansir dari Psychology Today, hubungan parasosial dapat menjadi pengalihan hubungan di dunia nyata. Saat kehilangan atau kekurangan koneksi dengan manusia di sekitarnya, maka manusia berusaha mendapatkan interaktivitas dan kehangatan dalam diri sendiri atau pikirannya. Pemicu yang kedua adalah adalah untuk meningkatkan harga diri. Sebuah komunitas penggemar dapat menghubungkan seseorang dengan penggemar lainnya. Hal tersebut dapat menaikan self esteem. Pemicu yang ketiga adalah saat orang membutuhkan rasa aman. Dengan menjalin hubungan parasosial seseorang bisa membentuk hubungan dengan siapa saja yang diinginkan.
Menurut penulis, hubungan parasosial merupakan hal yang wajar selama masih dalam porsi yang wajar. Hubungan parasosial merupakan tempat yang cukup aman karena dapat menghilangkan rasa sepi, meningkatkan harga diri, serta sebagai pengganti hubungan interpersonal di kehidupan nyata. Namun, sifat aman dalam hubungan parasosial hanya sebetas untuk hiburan sesaat. Hubungan parasosial dapat membuat seseorang merasa lebih ‘hidup’ karena seseorang dapat merasakan emosi dari figur media. Hal tersebut dapat membuat orang merasa ikut bahagia ketia melihat sang penggemar bahagia. Namun sebaliknya, penggemar juga dapat ikut merasa sedih atau marah jika sang idola memperlihatkan emosi tersebut. Dalam porsi yang tidak wajar, hubungan parasosial dapat membuat seseorang memiliki harapan tidak realistis terhadap sang idola. Hubungan parasosial juga dapat mendorong gerakan nyata dari penggemar. Contoh gerakan yang positif adalah gerakan donasi dari suatu fandom untuk pihak yang membutuhkan. Namun, ada juga gerakan nyata yang malah merugikan seperti cyber bullying terhadap orang yang mereka anggap tidak menghargai idola mereka. Dari beberapa dampak positif dan negatif tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa baik atau tidaknya hubungan parasosial bergantung pada orang yang menjalani. Namun, alangkah baiknya jika kita memiliki batasan yang wajar sehingga tidak terjerumus kepada dampak negatif hubungan parasosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H