“Jagalah Allah, niscaya engkau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah, sesungguhnya seandainya umat ini bersatu untuk memberikan suatu kemanfaatan kepadamu, maka mereka tidak akan dapat memberinya, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk mendatangkan suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat mendatangkannya, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering.” (HR. Tirmidzi dan lainnya) Hadits ini diriwayatkan oleh at Tirmidzi (no. 2516), Ahmad (2669), Abi Ya’la (2556) dan At Thabrani (11416), kesemuanya lewat jalur Ibnu Abbas a. Itu adalah sebuah hadits yang baru saja saya baca di timeline facebook saya. Hadits tentang takdir. Saya jadi teringat obrolan sangat singkat yang terjadi beberapa hari lalu. Seorang kakak kelas saya bertanya, “Kamu kok belum sidang, Dek?” Saya menjawab dengan sedikit bercanda (sebenarnya menghibur diri), “Takdir, Kak. Hehee…” Kasihan takdir. Tak jarang ia menjadi ‘kambing hitam’ jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam hidup seseorang. Saya lalu mencoba merekonstruksi definisi takdir dalam pikiran saya, “… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. …” ~QS. Ar-Ra’d: 11 Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi 2065) Dua buah kutipan yang sangat familiar. Kutipan ini hampir tiap kali menjadi nasihat ketika saya kelas tiga SMA dulu, saat akan menghadapi Ujian Nasional dan SNMPTN. *Sebenarnya masih sangat banyak ayat atau hadits yang berhubungan dengan takdir, silakan dicari referensi lainnya. Hehe… Saya mencoba memahami dan mencari benang merah dari beberapa hal yang sekilas terlihat kontradiktif itu. Di satu sisi, Rasulullah mengatakan bahwa pena telah diangkat dan tinta telah mengering, kemanfaatan atau kemudharatan atas diri kita tidak lain telah ada ketetapannya. Padahal di satu sisi lainnya, Rasulullah sendiri yang mengajarkan bahwa doa dapat merubah takdir. Lalu terlintas pikiran ‘nyeleneh’ dalam pikiran saya: Allah adalah ‘Programmer’ yang Maha Luar Biasa. Saya membayangkan bahwa takdir kita seperti kumpulan ‘if … then …’ yang bertingkat dan bercabang. Allah telah menetapkan, tapi kita tetap diberikan kebebasan untuk memilih. Hidup adalah pilihan, katanya. Dan Allah telah menetapkan takdir-takdir kita diatas pilihan-pilihan yang telah kita buat, untuk setiap kejadian. Misalnya, ketika suatu hari kita melihat keluar rumah dan menemukan awan mendung. Bisa jadi kita saat itu berada dalam ‘baris program dalam hidup kita’ yang menyatakan: If (kita bawa payung) then (kita tidak kehujanan) else (kita kehujanan dan tas kita menjadi basah) Keduanya (kita kehujanan ataupun kita tidak kehujanan), merupakan takdir Allah yang terjadi atas pilihan kita saat itu. Atau saat kita mendapatkan tugas sekolah atau kuliah yang dikumpulkan pekan depan, If (kerjakan hari ini) then (selesai hari ini dan hasilnya maksimal) else if ((kerjakan besok) and (hari ini santai-santai)) then (besok terburu-buru, hasilnya kurang optimal) else if (…) then (…) … else (malah tidak mengerjakan dan mendapat nilai jelek) Begitu seterusnya. Untuk setiap orang, pada setiap kejadian, takdir kita bisa jadi seperti kumpulan “if … then …” yang bercabang dan bertingkat, sangat banyak. Allah Yang Maha Luar Biasa dan Maha Mendahului pengetahuan kita yang telah merancangnya. Allah Programmer Terhebat <3 oleh karena itu, kita tidak boleh menjadikan ‘takdir’ sebagai pembenaran atas hal yang salah. seperti cerita seorang anak mencuri, dan menjawab polos alasannya “takdir, pak.” atau pada simpel, mencontek, titip absen, bahkan terlambat lulus kuliah. itu memang takdir, tapi takdir pilihan lakukan. sebenarnya, bisa jadi allah telah menyiapkan lain, jika memilih opsi lain saat itu. pena diangkat, tinta mengering. rangkaian kejadian kemarin berlalu, itulah kita. untuk hari esok takdirnya masih menjadi misteri, mari ambil terbaik setiap condition, sehingga takdir Allah atas statement terbaiklah yang kita dapatkan. Allahua’lam bishshowab. Ini hanya selintas pikiran ‘nyeleneh’ yang semoga bisa diambil hikmahnya. “Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga perkaraku. Perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku. Perbaikilah akhiratku untukku yang di dalamnya terdapat tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari segala keburukan.” (HR Muslim 4897) . Ditengah ngoding, sambil berjuang melakukan condition terbaik, @aiisyahd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H