Mohon tunggu...
Aisyah Amini
Aisyah Amini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Hubungan Internasional Universitas Paramadina

Halo Salam Kenal, Dengan saya Aisyah, saat ini saya sedang tertarik dengan apa yang terjadi di pemerintahan Indonesia. Sayapun antusias untuk membaca dan mempelajari hal hal yang dilakukan pemerintahan dengan segala kebijakan yang diambil. Berharap kedepannya pemerintah semakin baik dan bijak dalam mengatur negeri ini.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penguatan Ekonomi ASEAN Melalui Local Currency Settlement

28 Oktober 2024   22:48 Diperbarui: 28 Oktober 2024   23:26 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Local Currency Settlement (LCS) adalah penyelesaian transaksi yang dilakukan antara dua negara (bilateral) dengan menggunakan mata uang dari masing-masing negara, yang mana untuk proses settlement transaksinya dilakukan di wilayah negaranya masing masing.

Contoh: Kerjasama antara negara Malaysia dan negara Indonesia, ketika settlement transaksinya dilakukan di negara Malaysia maka untuk jenis mata uangnya menggunakan mata uang Malaysia yakni Ringgit. Begitu pula sebaliknya, ketika proses settlement transaksi dilakukan di Indonesia maka untuk mata uang yang berlaku adalah Rupiah.
Mekanisme kerja LCS melibatkan Appointed Cross Currency Dealer (ACCD), yaitu bank yang ditunjuk untuk memfasilitasi transaksi bilateral sesuai dengan kerangka LCS yang disepakati oleh kedua negara. Bank yang ditunjuk sebagai ACCD harus memiliki reputasi yang baik dalam hal keamanan, ketahanan, dan pengalaman dalam memfasilitasi transaksi baik nasional maupun internasional. Bank tersebut juga harus memiliki otoritas resmi untuk memfasilitasi transaksi antara negara yang bekerja sama dalam skema LCS.

Pentingnya Local Currency Settlement (LCS) dalam Mengatasi Kesenjangan Ekonomi ASEAN

Kesenjangan ekonomi telah meningkat di berbagai negara, termasuk di kawasan Asia Tenggara, selama beberapa dekade terakhir. Selain itu, terdapat ketimpangan dalam hal kemajuan teknologi, globalisasi, dan reformasi yang berorientasi pasar. Kesenjangan ekonomi antarnegara ini dapat menjadi ancaman bagi stabilitas ekonomi di masa depan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi perkembangan perekonomian di setiap negara, termasuk negara anggota ASEAN.

Indonesia bersama beberapa negara mitra telah menyetujui transaksi menggunakan Local Currency Settlement (LCS) sejak tahun 2016. Sebagaimana informasi yang termuat pada laman Bank Indonesia, Malaysia dan Thailand merupakan negara mitra pertama yang menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Indonesia. Pemberlakuan LCS bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang global, khususnya USD yang selama ini mendominasi transaksi internasional. Selain itu, penggunaan mata uang lokal melalui LCS juga dapat menghemat biaya konversi valuta asing, membuat transaksi lebih efisien, serta memperkuat identitas regional di ASEAN.

Penunjukan Bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) untuk Transaksi LCS

Untuk memfasilitasi penerapan Local Currency Settlement (LCS), Bank Indonesia, Bank of Thailand, dan Bank Negara Malaysia telah menunjuk sejumlah bank yang memenuhi kriteria sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD). Bank-bank yang dipilih ini bertugas memfasilitasi transaksi bilateral sesuai dengan kerangka LCS yang telah disepakati antara kedua negara.

Bank Indonesia sendiri telah menunjuk 12 bank nasional sebagai ACCD untuk transaksi antara Indonesia dan Thailand, di antaranya:

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
PT. Bank Central Asia Tbk
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
PT. Bank BTPN Tbk
PT. Bank CIMB Niaga Tbk
PT. Bank Danamon Indonesia Tbk
PT. Bank Maybank Indonesia Tbk
PT. Bank Mizuho Indonesia
PT. Bank Permata Tbk
PT. Bank HSBC Indonesia
MUFG Bank Ltd, Jakarta Branch.

Sementara itu, untuk transaksi antara Indonesia dan Malaysia, Bank Indonesia telah menunjuk 6 bank nasional, yakni:

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
PT. Bank Central Asia Tbk
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
PT. Bank CIMB Niaga Tbk
PT. Bank Maybank Indonesia Tbk.

Bank-bank yang ditunjuk sebagai ACCD harus memenuhi kriteria tertentu, antara lain memiliki daya tahan yang kuat, keamanan yang baik, dan pengalaman dalam memfasilitasi perdagangan antarnegara. Selain itu, mereka juga harus memiliki hubungan bisnis yang kuat dengan bank di negara mitra guna memastikan kelancaran proses transaksi dalam kerangka LCS.

Tantangan dalam Implementasi Local Currency Settlement (LCS)

Meskipun Local Currency Settlement (LCS) menawarkan sejumlah manfaat, proses implementasinya masih menghadapi beberapa tantangan signifikan. Berikut beberapa tantangan utama yang dihadapi:

1. Dominasi Dolar AS dalam Transaksi Global: Meskipun LCS bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar AS, mata uang tersebut masih mendominasi sebagian besar transaksi global. Hal ini membuat peralihan ke penggunaan mata uang lokal dalam skema LCS menjadi lambat dan menantang.

2. Keterbatasan Dukungan Regulasi dan Insentif: Regulasi yang mendukung LCS antara negara-negara yang terlibat masih kurang memadai. Beberapa negara belum memberikan insentif yang cukup untuk mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral, sehingga memperlambat adopsi LCS.

3. Keterbatasan Sistem Perbankan: Sistem perbankan di beberapa negara mitra LCS masih perlu ditingkatkan untuk memastikan proses settlement yang lebih mudah dan efisien. Infrastruktur yang tidak memadai dapat menghambat kelancaran transaksi.

4. Transaksi Terbatas pada Perdagangan: Pada tahap awal, LCS lebih banyak digunakan untuk transaksi perdagangan. Namun, fitur lain seperti hedging dan instrumen keuangan lainnya belum sepenuhnya diakomodasi dalam LCS, seperti yang terlihat dalam implementasi awal LCS antara Indonesia dan Malaysia.

5. Kendala Regulasi di Negara Mitra: Beberapa kendala regulasi di negara mitra juga menghambat efektivitas LCS. Sebagai contoh, dalam LCS antara Indonesia dan Jepang, terdapat aturan ketat mengenai threshold underlying, yang membatasi transaksi tanpa dokumen pendukung hingga USD 25 ribu per transaksi. Hal ini membatasi fleksibilitas penggunaan LCS untuk transaksi yang lebih besar.

Contoh Penerapan LCS antara Indonesia dan Thailand

Dalam perdagangan antara Indonesia dan Thailand, penggunaan mata uang baht lebih mendominasi dibandingkan rupiah, bahkan setelah implementasi Local Currency Settlement (LCS) oleh Bank Indonesia (BI) dan Bank of Thailand (BOT). Pada kuartal kedua tahun 2018, denominasi ekspor Thailand ke Indonesia yang menggunakan baht mencapai 18,1%, sedangkan penggunaan rupiah hanya 1,1%. Sementara itu, denominasi impor Thailand dari Indonesia yang menggunakan baht tercatat sebesar 7,9%, sedangkan penggunaan rupiah hanya 0,3%.

Penerapan LCS dengan Negara Non-ASEAN

Selain dengan negara-negara ASEAN, LCS juga diterapkan dengan negara di luar ASEAN, salah satunya China. Pada Indonesia-China Business Forum (ICBF) 2024 yang diadakan di Shanghai pada 25 September 2024, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Shanghai dan Bank Indonesia (BI) mempromosikan penggunaan LCS untuk memfasilitasi transaksi bilateral dan investasi. Acara ini, yang dihadiri oleh sekitar 100 pelaku usaha dari berbagai sektor, merupakan hasil kerjasama antara KJRI Shanghai, Bank Indonesia, dan UOB (China).

China, sebagai mitra dagang terbesar Indonesia, masih mendominasi transaksi bilateral dengan penggunaan dolar AS. Namun, melalui LCS, perdagangan dan investasi antara Indonesia dan China diharapkan semakin menguat dan lebih menguntungkan bagi kedua negara. Kerjasama bilateral LCS antara BI dan People's Bank of China (PBoC) telah dimulai sejak 6 September 2021, dengan partisipasi 16 bank dari Indonesia dan 8 bank dari China.

Penerapan LCS di ASEAN bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar AS. Meskipun implementasi LCS mulai menunjukkan pengurangan ketergantungan, dampaknya terhadap Rupiah masih relatif kecil. Faktor ekspor dan impor yang lebih didominasi oleh mata uang negara mitra membuat penggunaan Rupiah dalam LCS belum maksimal, selain itu ASEAN masih harus menghadapi beberapa tantangan dalam proses penerapannya. Meski demikian ASEAN tetap perlu terus mendorong penerapan Local Currency Settlement (LCS) yang mungkin proses transisinya akan berlangsung bertahap, namun dengan upaya yang berkelanjutan diharapkan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral dapat meningkat dan memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian kawasan dan dapat memitigasi dampak kebijakan moneter AS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun