Mohon tunggu...
Aisyah Afnan
Aisyah Afnan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Buat UAS aja nih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gerakan #EndToxicMasculinity

30 Juni 2022   12:16 Diperbarui: 30 Juni 2022   12:29 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ingatkah kamu dengan lagu “superman” yang dinyanyikan oleh Lucky Laki? Mirisnya lagu yang sangat populer dizamannya itu sangat kental dengan unsur toxic masculinity. Liriknya memiliki arti tersirat bahwa lelaki tidak boleh mengekspresikan perasaan sedihnya dengan cara menangis karena akan membuatnya menjadi lelaki yang lemah. 

Bagi masyarakat Indonesia keadaan tersebut merupakan suatu hal yang lumrah karena kita menganut budaya patriarki. Sejak zaman dahulu, budaya masyarakat di dunia telah menempatkan lelaki pada hierarki teratas, sedangkan perempuan merupakan warga kelas dua, demikian menurut Ade Irma dalam jurnalnya yang berjudul “Menyoroti Budaya Patriarki Di Indonesia”. Pemikiran patriarki sudah menjadi warisan budaya kita, sehingga orang tua akan mendidik anak laki-lakinya untuk tidak terlihat lemah karena lemah identik dengan sifat perempuan.

Toxic masculinity berasal dari kata maskulinitas yang memiliki definisi sifat laki-laki yang tangguh, identik dengan kekerasan, agresif secara seksual dan tidak boleh menujukan emosi. Dari studi yang dimuat di Journal of Psychology mengartikan toxic masculinity sebagai kumpulan sifat maskulin dalam konstruksi sosial yang difungsikan untuk mendorong dominasi, kekerasan, homofobia, dan perendahan terhadap perempuan. Contoh dari perilaku toxic masculinity pada laki-laki adalah dilarangnya mengeluh atau menangis, harus menunjukan dominasi dan melakukan kekerasan kepada orang lain, enggan melakukan atau menggunakan sesuatu yang dianggap hanya milik perempuan.

Toxic masculinity sering terjadi pada tatanan kehidupan sehari-hari. Secara tidak sadar perkataan seperti “laki-laki tidak boleh nangis”, “laki-laki tidak boleh pakai pink”, “laki-laki harus kuat, tidak boleh lemah”, “laki-laki tidak boleh pakai make up” merupakan contoh dari toxic masculinity yang sering kita dengar di kehidupan sehari-hari. 

Di Indonesia telah ditanamkan toxic masculinity sedari kecil bahwa perempuan memiliki sifat feminim, sedangkan laki-laki harus bersifat maskulin. Bila hal ini tetap diwajarkan maka akan berdampak buruk bagi lingkungan sosial baik laki-laki maupun perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Toxic masculinity ini juga akan berbahaya bagi laki-laki karena dapat membatasi definisi sifat seorang laki-laki dalam bersosialisasi di masyarakat. Hal tersebut akan menimbulkan konflik dalam diri dan lingkungan laki-laki tersebut. 

Toxic masulinity juga sangat berbahaya bagi kesehatan mental laki-laki karena mereka terbebani untuk memenuhi standar yang ada di masyarakat. Jika tidak dapat memenuhi standar tersebut ini, maka akan menimbulkan berbagai permasalahan psikologi. Toxic masculinity juga berdampak buruk bagi perempuan karena beberapa laki-laki akan menganggap dirinya lebih hebat dibandingkan dengan perempuan. Anggapan bahwa laki-laki tidak boleh menunjukan emosinya agar tidak terihat lemah akan menumbuhkan pemikiran bahwa perempuan yang memiliki sifat lemah. 

Di sisi lain, toxic masculinity juga akan mendorong sifat agresif, melakukan kekerasan dan diskriminasi gender karena laki-laki menganggap dirinya superior dan sebagai alpha. Ketika laki-laki merasa tersinggung atau kalah maka satu-satunya cara untuk mengekspresikannya dengan amarah karena sejak kecil secara tidak sadar sudah tertanam bahwa ia tidak diperbolehkan menangis tetapi boleh marah. Dengan demikian laki-laki akan mudah untuk melakukan melakukan kekerasan terhadap perempuan bahkan melakukan pelecehan. Menurut lembaga non-profit Do Something, 85% korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan. Toxic masculinity juga akan mendorong sifat bullying di masyarakat.

Seiring berjalannya waktu telah disadari adanya bahaya dari toxic masculinity sehingga kemudian terbentuklah gerakan #EndToxicMasculinity atau disebut juga disebut positive masculinity. Gerakan ini mendorong kaum laki-laki untuk bebas melakukan apapun yang ia inginkan dalam mengekspresikan emosinya tanpa harus mengikuti standar maskulinitas yang tumbuh di masyarakat. 

Gerakan ini bertujuan menghapus standar yang bermuara pada budaya patriarki. Dewasa ini, sudah banyak laki-laki yang berani mengekspresikan positive masculinity melalui gaya berpakaian dan menggunakan skincare. #EndToxicMasculinity juga dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, seperti mendengarkan teman laki-laki yang curhat, tidak mengejek laki-laki yang menangis, tidak mengejek laki-laki menggunakan warna pakaian yang ia inginkan. 

Toxic masculinty juga bisa dicegah sejak dini dengan cara mengajarkan bahwa anak laki-laki diperbolehkan mengekspresikan emosi sedihnya, menangis dan mencurahkan apa yang ia rasakan, menghindari ucapan yang merendahkan perempuan, mengajarkan konsep bahwa setiap orang memiliki batasan yang tidak bisa sembarang dilewati seperti menyentuh atau memeluk tanpa izin.

Dari bahasan di atas dapat kita pahami bahwa toxic masculinity akan membuat masyarakat memiliki standar toxic bagi laki-laki, dimana perilaku tersebut akan berbahaya bagi lingkungan sosial laki-laki dan perempuan. Saat ini, sangat lah penting untuk mengikuti dan mempromosikan gerakan #EndToxicMasculinity atau positive masculinity untuk mencegah kekerasan dan mendorong laki-laki untuk merasa aman mengekspresikan emosinya, menghargai dan mendengarkan perempuan, tidak malu untuk mengakui kelemahan dan membutuhkan bantuan, dan yang paling penting adalah agar laki-laki memperlakukan orang lain secara sama rata dengan rasa hormat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun