Sumber foto: Dokpri/Aisyah Amira Wakang
Di bawah panas terik matahari, rombongan massa aksi akhirnya tiba di depan Gedung Grahadi Surabaya pada Rabu (14/09/2022). Pukul 13.12 WIB, rombongan mahasiswa dari ITS dan PENS mulai menata barisan. Kedatangan mahasiswa membuat polisi sigap dengan berjaga di sekitar lilitan kawat pembatas.Â
Toa terangkat, kepalan tangan ke atas, poster-poster dilebarkan. Di depan gedung itu, salah satu perwakilan mahasiswa mulai berorasi menuntut penurunan harga BBM.
Tak lama kemudian, rombongan mahasiswa Dr. Soetomo datang dari arah SMA Trimurti dengan sorakan 'assalamu'alaikum'. Banner bertuliskan "Tolak kebijakan anti rakyat! Turunkan harga BBM. Tolak aturan anti demokrasi! Batalkan RKUHP" terpampang dengan garang.Â
Rombongan itu pun bergabung dengan massa aksi dari ITS, PENS, UNESA, UINSA, STAI YPBWI, PPNS, Wijaya Kusuma, dan perguruan tinggi lainnya. Selain didominasi oleh mahasiswa, komunitas seperti KOPI (KOmunitas Pemuda Indonesia),Komunitas Independen Indonesia, Pemuda Progresif, serta golongan masyarakat lainnya ikut mewarnai gerakan perjuangan ini.Â
Feri Budiman selaku koor lapangan dari aliansi rakyat Surabaya menjelaskan bahwa mereka menuntut penurunan harga BBM serta menolak RKUHP.Â
"Kami dari aliansi rakyat Surabaya, menyatakan sikap satu, menolak dengan tegas kenaikan harga BBM. Dua, menolak dengan tegas pengesahan RKUHP," ujar Feri yang diikuti oleh seluruh massa aksi.Â
Pengumuman tentang kenaikan harga BBM pada Sabtu (3/9/2022) oleh Presiden Joko Widodo memang membuat masyarakat terperanjat, terutama masyarakat pada kalangan menengah ke bawah. Pasalnya, kenaikan harga BBM tersebut akan berefek pada nilai harga bahan baku lainnya, serta inflasi yang meningkat drastis.Â
Selain itu, Feri juga menjelaskan tentang alasan massa menolak RKUHP, di mana ia merujuk pada pasal 191 dan 218 - 220 yang dinilai sebagai pasal karet.
"Ini merupakan bentuk dari aturan-aturan yang anti demokrasi karena di dalamnya mengatur soal penghinaan terhadap presiden, lambang negara, ada pasal yang mengatur soal makar yang itu sebenarnya kami menilai itu adalah pasal karet. Sehingga itu bisa digunakan oleh rezim penguasa hari ini untuk membungkam rakyat," jelas Feri yang juga anggota Pemuda Progresif.