Mohon tunggu...
Aisya Asmaningrum
Aisya Asmaningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aisya

Stay safe

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengetahuan VS Kesiapan, Perdebatan Sengit tentang Siapa yang Lebih Penting

31 Juli 2021   23:33 Diperbarui: 1 Agustus 2021   00:17 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui, pendidikan adalah pengaruh nomor satu dalam kehidupan manusia terutama di masa pandemi seperti sekarang ini. Peran pentingnya pendidikan dapat dilihat dari permulaan karir seseorang. Umumnya, seseorang dengan gelar pendidikan yang tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Hal ini dikarenakan oleh kebanyakan profesi mengharuskan para pelamar kerjanya memiliki pengetahuan yang cukup.

Tapi kembali lagi ke realita, penyataan pendidikan menentukan pangkat memang benar adanya, namun tak dapat dipungkiri bahwa etika bekerja dan sikap profesional adalah hal utama yang nantinya dapat menunjukkan kemana arah jalan karir seseorang. Apakah karirnya disana akan biasa saja, terus naik pangkat, atau mungkin dipecat. Jika pendidikan adalah minum, maka pengalaman dan profesionalitas adalah makan. Kita sebagai manusia dapat hidup hanya dengan minum, tapi tentunya kerja tubuh dan fungsi organ tidak akan maksimal tanpa makanan. Dengan gambaran tersebut, dapat terbayang dalam benak kita peran penting pengalaman dan profesionalitas dalam dunia kerja.

Pendidikan memiliki dua jenis, yaitu formal dan non-formal. Pendidikan non-formal dapat dengan mudah kita dapatkan dari mana saja, seperti orang tua, keluarga, kerabat, tetangga, bahkan orang yang kita temui di jalan. Sedangkan untuk menempuh pendidikan formal, kita diharuskan menemui seseorang dengan gelar resmi sebagai pengajar, contohnya seperti guru di sekolah atau dosen di kampus. Secara umum, pendidikan formal akan mengajarkan kita tentang pengetahuan akademik dan melatih keterampilan dalam bidang yang dipelajari. Lalu pendidikan non-formal akan mengajarkan kita tentang norma-norma, nilai moral, adat, kebiasaan, dan tata krama. Dan setiap jenis pendidikan tentunya memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

Kekurangan pendidikan non-formal adalah tidak adanya gelar. Bahkan jika orang tersebut memiliki ratusan pengalaman kerja di tempat yang berbeda, mengetahui etika kerja yang baik, dan bisa bersikap profesional, belum tentu tempat kerjanya mau melirik seseorang tanpa gelar pendidikan sepertinya. 

Namun di sisi lain, dapat dipastikan bahwa ia dapat melaksanakan wawancara kerja dengan lancar karena pengalaman kerjanya akan membantunya melatih diri dan terbiasa menghadapi situasi seperti itu. Lain halnya dengan seseorang bergelar tinggi, pasti akan ada banyak orang yang berharap tinggi dan banyak perusahaan yang ingin mempekerjakannya. Tetapi kurangnya pendidikan nonformal lah yang dapat menghambatnya ketika melaksanakan wawancara dan dalam pelaksanaan pekerjaannya.

Sangat disayangkan bahwa masih banyak orang dengan gelar tinggi yang justru ditolak ketika melamar pekerjaan untuk pertama kalinya. Hal ini sebabkan oleh tingginya harga diri dan banyaknya keinginan yang cenderung dimiliki oleh seseorang bergelar  pendidikan tinggi. Lelah mengenyam pendidikan, biasanya orang tersebut akan merasa bangga diri ketika telah mendapatkan gelarnya, lalu berpikir untuk mendapatkan pangkat yang menurutnya pantas untuk ukuran gelarnya, juga ingin menyamai gaji beberapa karyawan yang telah bekerja lebih lama.

 Selain itu, tingginya harga diri membuatnya merasa telah mengetahui segala hal dan tidak memiliki rasa membutuhkan bantuan kecuali dari seseorang yang memiliki gelar lebih tinggi darinya. Kurangnya minat baca terutama yang berkaitan dengan etika kerja dan mencari tau tentang perusahaan tempatnya melamar pekerjaan juga dapat mengurangi penilaian dalam sikapnya. Belum lagi rasa gengsi untuk bertanya dan hanya menganggap ketidaktahuan hanya sebagai kebodohan yang memalukan dan perlu disembunyikan, bukan dicari kebenarannya.

Gelar pendidikan tentunya didapatkan dari sekolah dan orang-orang bergelar tinggi pasti menempuh pendidikannya di sekolah. Artinya, semua yang ia ketahui, beberapa sikap yang dimiliki, dan etika yang ia gunakan juga merupakan hasil didikan dari sekolah tersebut. Dan setiap orang yang lulus dari sekolah tak akan memiliki pengalaman, etika kerja, dan sikap profesional jika belum pernah mencoba terjun langsung ke dunia pekerjaan. 

Maka dapat disimpulkan bahwa ketiga hal tersebut tidak diajarkan dalam sekolah formal yang ada. Selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa seseorang tetap diukur dari kemampuan akademiknya, tak peduli dimana bakat dan minatnya yang akan menjadi ukuran seseorang tersebut berbakat atau tidak, pintar atau tidak, hanyalah kemampuan akademiknya. Padahal seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa dalam bekerja yang menentukan karir kedepannya adalah kemampuan seseorang, sikap, dan etikanya, bukan hanya dari berapa nilai A yang ia dapat saat sekolah dulu.

"Nilai hanyalah angka, tidak menentukan masa depan", kutipan yang sangat menggambarkan kenyataan. Sayangnya, sekolah tinggi dan beberapa lapangan kerja masih menggunakan angka untuk menyaring para pelamarnya. Menjadikan beberapa pelamar kerja urung melakukan wawancaranya karena tak memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan membuat orang baik kesulitan mencari jalan yang jujur. 

Hal tersebut juga berhasil membingungkan banyak orang, juga membuat masalah dengan menciptakan ukuran yang tidak adil dalam memandang seseorang. Karena pengetahuan tak berguna tanpa kesiapan, dan kesiapan tak berguna tanpa pengetahuan, mungkin sudah saatnya sekolah formal tak hanya mengajarkan pengetahuan akademik, tapi juga menyediakan pengajaran etika, tata krama, sikap profesional, dan kesiapan menghadapi dunia kerja yang keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun