Mohon tunggu...
Firda NurAisyah
Firda NurAisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Nenek Minah yang Mengambil 3 Buah Kakao Milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA)

23 September 2024   20:52 Diperbarui: 26 September 2024   08:37 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nenek Minah yang sudah berumur 55 tahun, yang mengambil tiga buah biji kakao milik PT. Rumpun Sari Antan ketika sedang memanen kedelai di lahan garapannya. Perbuatannya tersebut lalu diketahui oleh Mandor perkebunan, dan pada saat itu nenek minah telah mengembalikkan biji kakao yang diambilnya dan meminta maaf. Tetapi Pihak PT tetap melaporkan nenek minah pada pihak kepolisian dan dikenakan Pasal 361 KUHP tentang Pencurian. Nenek Minah yang sudah rentan usianya itu harus menjalani persidangan di pengadilan dengan tuduhan pencurian.

Dalam hal ini, nenek Minah tetap dihukum tanpa belas kasihan meskipun nenek Minah telah meminta maaf kepada pihak PT. Rumpun Sari Antan dan telah mengembalikan tiga buah biji kakao yang Nenek Minah ambil. PT   RSA   IV   Darmakradenan menyampaikan bahwa pihaknya telah menderita kerugian Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah).  Akhirnya  dalam  berkas  perkara  Nomor  No. 247/PID.B/2009/PN.Pwt, nenek Minah harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto
 Kasus tersebut menggambarkan Penerapan Mazhab hukum positivism di Indonesia, dimana mazhab hukum positivisme menekankan, bahwa hukum itu harus bersifat obyektif dan terukur tanpa terpengaruh oleh faktor- faktor subyektif seperti emosi, kepentingan pribadi ataupun agama. Hukum positivism itu membedakan antara hukum yang ada dengan sebuah moral kemanusiaan, sebagai contohnya adalah kasus nenek Minah di atas. Walaupun nenek Minah sudah memasuki lanjut usia dan tidak mempunyai niat untuk mencuri buah kakao dari PT. Rumpun Sari Antan, tetapi nenek Minah harus tetap mengikuti hukum yang ditegakkan di Indonesia yaitu jika mencuri maka akan dikenakan sanksi penjara maksimal 5 tahun sesuai dengan pasal 362 KUHP.

Pada   kasus   Nenek   Minah,   pada   proses   pelimpahan   berkas   perkara   hingga menjalani   proses   persidangan,   prinsip-prinsip   kepastian   hukum   lebih diutamakan. Menurut  hemat  saya,   hal  ini terlihat  jelas  bahwa  perbuatan  tindak  pidana  tidak kompromis    kepada    pelaku    atau    tersangka.    Sehingga    penegak    hukum    justru melimpahkan  kasus  ini  melalui  pendekatan judicial ketimbang  melalu  pendekatan kemanusiaan dan rasa keadilan masyarakat.

Hukum  Pidanadi  Indonesia  masih  menganut  aliran  Positivisme,  hal  ini  secara eksplisit  tertuang  didalam  pasal  1  ayat  (1)  KUHP,  bahwa  tidak  dapat  di  pidana seseorang  sebelum  ada  undang-undang  yang  mengaturnya,  ini  disebut  dengan  azas legalitas.  Dari  pernyataan  diatas  maka  pada  pasal  1  ayat  (1)  Kitab  Undang-Undang Hukum  Pidana  menentukan  bahwa,  dapat  dipidana  atau  tidaknya  suatu  perbuatan tergantung  pada  undang-undang  yang  mengaturnya.  Jadi  perbuatan  pidana  yang  dapat dipertanggung  jawabkan  ialah  yang  tertuang  didalam  hukum  positif,  selama  perbuatan pidana  tidak  diatur  didalam  didalam  hukum  positif,  maka  perbuatan  tersebut  bukan perbuatan  pidana  dan  tidak  bisa  diminta  pertanggung  jawaban  hukumnya  menurut hukum pidana.

Meskipun  sebagaimana  prinsip  pada  Pasal  10  Ayat  (1)  UUNo.48  Tahun  2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada  atau  kurang  jelas,  melainkan  wajib  untuk  memeriksa  dan  mengadilinya.  Namun upaya-upaya  di  luar  persidangan  baik  melalui  diskresi,  jalur  perdamaian  atau  non litigasi akan lebih mengedukasi masyarakat, khususnya pada perkara, diatas ketimbang harus membawanya ke meja hijau.

Pasalnya,  berangkat  dari  pengaduan  oleh  PT  Rumpun  SariAntan  (RSA),  Nenek Minah didakwa telah mengambil 3 biji buah kakao milik PT RSA, diancam sanksi Pasal 362  KUHP,  dimana  pidana  penjara  paling  lama  lima  tahun  atau  denda  paling  banyak enam puluh rupiah.

Tanpa  didampingi  kuasa  hukum  pada  saat  persidangan,  Nenek  Minah  akhirnya ditahan di rumah tahanan sambil menunggu proses persidangan.

Berdasarkan  alat  bukti  yang  sah,  tiga  orang  saksi,  yakni  Mandor  Perkebunan diantaranya  Jawali,  Tarno  dan  Rajiwan,  menjelaskan  kepada  hakim  bahwa  benar melihat  dengan  jelas  Nenek  Minah  mengambil  3  biji  buah  kakao  dengan  pisau  dan dimasukkan dalam karung plastik.

 Nenek  Minah  pun  dalam  persidangan  juga  mengakui  bahwa  mengambil  3  biji buah   kako   tersebut   untuk   ditanam   di   lahannya,   karena   tidak   punya   uang   untuk membelinya.  Terdakwa juga  mengakui  perbuatan  tersebut  adalah  pertamakalinya  dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Namun   persidangan   berlanjut   pada   tahap   tuntutan   yang   disampaikan   oleh penuntut  umum.  Dimana  penuntut  umum  mendakwanya  dengan  perbuatan  tindak pidana pencurian  yang termasuk dalam rumusan Pasal 362 KUHP. Unsur-unsur tindak pidana pencurian.

BAGAIMANA ARGUMEN TERHADAP KASUS INI ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun