LATAR BELAKANG
Dalam melakukan atau mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (suistanable Development), Indonesia nampaknya memiliki masalah yang sangat mendasar yaitu kualitas pendidikan. Hari ini pendidikan dirasa menjadi bukan kebutuhan primer bagi beberapa masyarakat dan juga bukan menjadi fokus utama pemerintah dalam membuat program kerja. Keterlibatan sektor pendidikan dalam pengembangan konsep sustainable development telah dirumuskan oleh berbagai pakar pendidikan yang salah satunya adalah konsep pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan (Education for Sustainable Development -- EfSD).[1] Pada kali ini penulis mengambil pendidikan menjadi fokus utama dalam suistanable development karena dirasa hari ini kebutuhan bangsa Indonesia yang utama ialah membuat produk -- produk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Sachs (2015) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan (suistanable development) menjadi cara untuk  memahami dunia  dan  sebuah  metode  untuk menyelesaikan permasalahan dunia.[2] Program suitanable develepoment sendiri dicetuskan oleh PBB pada tahun 2016 yang dimana program keberlanjutan dari millenials develpoment dari tahun 2000 hingga 2015. SDGs resmi diumumkan pada tanggal 25-27 September 2015 melalui sidang umum Majelis Umum PBB yang dihadiri oleh perwakilan 193 negara anggota.[3] Pendidikan merupakan cara yang paling strategis dalam menanamkan dan menerapkan nilai-nilai pembangunan berkelanjutan.[4]
Dalam Undang -- Undang (UU) sendiri sudah diatur bagaimana pendidikan itu sendiri. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Secara sadar pemerintah sudah mengatur pendidikan dan dimasukkan dalam UU yang berarti disini pendidikan merupakan suatu tindakan yang didasari hukum yang kuat.
Â
KERANGKA TEORI
Menurut M.J. Langeveld, pendidikan memberikan arti pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak yang belum dewasa dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan, untuk dapat berdiri sendiri, dan bertanggung jawab secara susila atas segala tindakan-tindakannya berdasarkan pilihannya sendiri.[5] Salah satu tujuan terbentuknya pendidikan yang hadir sejak dahulu, telah membawa manusia ke dalam kesadaran penuh mengenai hal yang membuat mereka menjadi suatu entitas yang memiliki education-sense. Dimana pendidikan mengemban peran untuk mengubah kehidupan, membangun perdamaian, memberantas kemiskinan, serta mendorong pembangunan berkelanjutan.[6]
Definisi pendidikan lainnya yang dikemukakan oleh M. J. Langeveld bahwa:[7]Â
- Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
- Â Pendidikan ialah usaha untuk menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya agar dia bisa mandiri, akil-baliq dan bertanggung jawab.
- Pendidikan adalah usaha agar tercapai penentuan diri secara etis sesuai dengan hati nurani.
      Menurut Paulo Freire, tujuan utama dari pendidikan adalah membuka mata peserta didik  guna  menyadari  realitas  ketertindasannya  untuk  kemudian  bertindak melakukan transformasi sosial.[8] Pendidikan mengembalikan jati diri manusia yang sesungguhnya sebagai manusia yang merdeka, berhak untuk hidup, tidak ditindas, dan tidak diperlakukan secara sewenang-wenang. Pendidikan merupakan malaikat penjaga kebaikan kehidupan manusia dari kejahatan.[9] Konsep yang dikemukakam oleh Paulo Freire tersebut menunjukkan bahwasannya pendidikan merupakan hal yang inklusif.      Maksud dari inklusif disini pendidikan harus menjadi hal yang bisa dikonsumsi dan dinikmati oleh semua orang dan kalangan. Dan pendidikan merupakan suatu hal yang mendasar dengan tidak boleh dan dilarang untuk dikuasai oleh suatu pihak termasuk negara sekalipun.
Â
      Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan kecerdasan, melayani kebutuhan sosial, berkontribusi pada ekonomi, menciptakan tenaga kerja yang kompeten, mempersiapkan pelajar ke dalam dunia pekerjaan, serta pendidikan berperan untuk mempromosikan sistem sosial atau politik tertentu.[10] Pendidikan bahkan merupakan sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai kemakmuran. Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani "paedagogike". Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata "pais" yang berarti "anak" dan kata "ago" yang berarti "aku membimbing". Jadi paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam bahasa Yunani disebut "paedagogos".[11]
Â
      Selain Paulo Freire di Indonesia sendiri konsep pendidikan pernah dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara. Konsep Ki Hadjar Dewantara pada sistem among mengatakan bahwa sistem among yang berjiwa kekeluargaan bersendikan 2 dasar, yaitu: pertama, kodrat alam sebagai syarat kemajuan dengan secepat cepatnya dan sebaik-baiknya; kedua, kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka.[12] Dalam kemajuan dunia pendidikan sendiri alam suatu variabel penting dalam menunjang pendidikan itu sendiri. Karena banyak ilmu pengetahuan yang tejadi atas bentuk perubahan dari alam. Kemudian unsur kemerdekaan yang menjadi fokus utama seperti yang dikatakan oleh Freire, sehingga  pendidikan suatu hal yang merdeka dan berhak dirasakan oleh  semua kelas sosial.Â
Â
      Konsep Ki Hadjar selanjutnya adalah dasar kemerdekaan yang mengandung pengertian bahwa hal itu sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia dengan memberikan hak untuk mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht) dengan mengingat syarat tertib damainya (orde en vrede) hidup masyarakat.[13] Menurut Priyo Dwiarso, siswa harus memiliki jiwa merdeka, dalam arti merdeka lahir, batin serta tenaganya. Jiwa merdeka ini sangat diperlukan sepanjang jaman agar bangsa Indonesia tidak didikte negara lain. Sistem among melarang adanya hukuman dan paksaan kepada anak didik karena akan mematikan jiwa merdekanya, mematikan kreativitasnya (Dwiarso, 2010: 6).   Â
Â
PEMBAHASAN
Â
      Konsep pendidikan yang inklusif sebenarnnya sudah disampaikan oleh kedua tokoh tersebut secara tersirat dalam konsepnya. Akan tetapi hari ini kata inklusif atau pendidikan yang bersifat inklusif nampaknya hanya suatu idealisme belaka. Di Indonesia sendiri sebelum kita masuk ketahap kualitas yang inklusif nampaknya ada permasalahan yang dominan. Pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terlihat ada penurunan di jenjang Sekolah Dasar (SD) dan peningkatan di jenjang Sekolah Menengan Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) dari tahun ajaran 2015/2016 dan 2016/2017. [14]
Â
Jenjang Pendidikan
Tahun Ajaran 2015/2016
Tahun Ajaran 2016/2017
Pertumbuhan
Sekolah Dasar (SD)
25.885
25.618
-1,03%
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
10.043
10.145
1.05%
Sekolah Menengah Atas (SMA)
4.312
4.659
8.05%
Sekolah Menengah Kejurusan (SMK)
4.335
4.682
8.03%
Â
     Â
Â
      Data disamping diambil dari situs resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).[15]
Â
      Konidisi data disamping memenag menunjukkan peningkatan peserta didik SMP, SMA, dan SMK akan tetapi fokus penulis bukan terhadap hal itu. Jika diperhatikan secara seksama penurunan selalu terjadi dari setiap jenjang pendidikan. Peserta didik dari SD ke SMP dan SMP ke SMA/SMK selalu menurun, yang dimana angka putus sekolah dari setiap jenjang pendidikan. Penulis disini melihat hal ini menjadi masalah besar bagi pertumbuhan Indonesia.   Â
Â
      Dari statistik diatas dapat dilihat jumlah angka putus sekolah disetiap jenjang pendidikan. Angka putus sekolah ini menunjukkan kemunduran pada sistem pendidikan dan suatu ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Dalam proses suistanable development dengan pendidikan, hal ini bisa menjadi ancaman yang kian merumitkan pembangunan. Permasalahan ini sebenarnya bisa diatasi dengan kebijakan -- kebijakan mengenai pendidikan yang inklusif. Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi merupakan kata atau istilah yang dikumandangkan oleh UNESCO berasal dari kata Education for All yang artinya pendidikan yang ramah untuk semua, dengan pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang tanpa terkecuali.[16] Dengan kebijakan atau program pendidikan yang inklusif nampaknya bisa mengurangi angka putus sekolah di Indonesia.
Â
      Pendidikan    merupakan    jalur investasi  yang  disiapkan  untuk anak-anak   sebagai generasi penerus  yang  akan  melanjutkan perbaikan  ekonomi  baik  secara individu bagi keluarganya maupun secara berkelompok bagi komunitasnya   (termasuk bagi kepentingan pembangunan di     Negaranya), sehingga pendidikan menjadi  pondasi bagi keberhasilan pembangunan industri dan peningkatan ekonomi.[17] Â
Â
      Kebutuhan pendidikan lanjutan     untuk maksimasi pembangunan manusia  sebagai investasi bagi pembangunan ekonomi menimbulkan kesenjangan  antara  kaum  kaya dengan  kaum   miskin,  bahkan secara global kesenjangan dalam pendidikan  terjadi antara Negara kaya dengan Negara miskin.[18] Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana APBN tahun 2017  sejumlah  Rp  39,82 triliun melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dari kucuran dana tersebut untuk dunia pendidikan apakah sudah efektif dalam memperbaiki dunia pendidikan Indonesia? Mungkin hal ini yang menjadi persoalan tambahan dalam dunia pendidikan. Nampaknya pemerintah sudah menutup lubang dan membiarkan lubang lainnya terbuka.Â
Â
      Karena dana tersebut diperuntukkan guna pelaksanaan PIP  (Program Indonesia  Pintar),  pembangunan USB  (Unit  Sekolah  Baru),  ruang kelas baru sebagai program utama  dan  program  dukungan yang mencakup rehabilitasi sekolah dan ruang kelas, pembangunan      laboratorium sekolah dan perpustakaan sekolah,   pemberian   tunjangan profesi   guru   non   PNS, dan pendampingan 74.000 sekolah dalam  pelaksanaan kurikulum 2013. Kualitas guru mungkin tidak menjadi fokus utama pemerintah dalam mendistribusikan APBN pendidikan. Padahal hari ini dalam menunjang kualitas pendidikan dibutuhkan suatu tenaga pendidik yang berkualitas pula.
Â
      Kebijakan sertifikasi guru, awalnya sebagai upaya untuk menjadikan guru yang ada menjadi guru yang profesional. Namun beberapa indikasi menunjukan kebijakan sertifikasi guru gagal menjadikan guru menjadi profesional. Ini terjadi karena guru yang mengejar sertifikasi hanya semata-mata bermotif mengejar tunjangan sertifikasi, setelah mereka mendapatkan sertifikat, tidak ada tanda-tanda mereka berubah menjadi guru profesional, baik dalam merancang, mengembangkan, melaksanakan, menilai, dan mendiagnosa berbagai masalah yang dihadapi peserta didik terlihat tidak bedanya antara guru yang bersertifikat dengan yang belum bersertifikat. Oleh karena itu berkaitan dengan sertifikasi dipandang perlu untuk mengkaji lebih jauh pelaksanaan kebijakan sertifikasi sehingga sejalan dengan tujuan penciptaan proses pembelajaran bermakna yang bermuara pada tercapainya tujuan pendidikan sesuai mukadimah UUD 1945.[19]
Â
      Dalam penyelenggaraan suistanable development terdapat 3 jalur pendidikan di Indonesia.[20]Â
Â
1. Pengenalan EfSD dalam Pendidikan Formal
Â
      Dalam mengimplementasikan pendidikan yang mendukung pembangunan berkelanjutan pada jalur pendidikan formal tersebut dikembangkan dan diarahkan pada upaya penanaman nilai-nilai pembangunan semenjak dini melalui pembelajaran di sekolah yang mengarah pada keberlanjutan pembangunan ekonomi, ekologi dan sosial budaya.[21]
Â
2. Pengenalan EfSD dalam Jalur Pendidikan Non FormalÂ
Â
      Penyelenggaraan pendidikan non formal di Indonesia diselenggarakan dalam satuan satuan pendidikan meliputi kelompok belajar, kursus dan pelatihan, majelis taqlim, PKBM dan satuan pendidikan sejenis. Dalam setiap satuan menyelenggarakan program sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat sasaran.
Â
3. Pengenalan EfSD dalam Jalur Pendidikan InFormalÂ
Â
      Jalur ketiga dalam pendidikan di Indonesia yang memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat adalah satuan terkecil dari masyarakat sendiri yaitu keluarga. Keluarga memiliki keleluasaan dan keunikan dalam memberikan layanan pendidikan kepada anggota keluarganya terutama dalam memperkenalkan nilai-nilai keluarga ataupun budaya dalam masyarakat dimana keluarga tersebut tinggal.
Â
      Pendidikan dewasa ini merupakan hak mendasar di dalam nilai kehidupan manusia. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia dalam melaksanakan kehidupannya tidak lepas dari pendidikan. Implementasi dan pengembangan kajian pendidikan juga harus disesuaikan dengan kondisi serta situasi sosial yang ada di masyarakat. Sebab, pendidikan laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapan pun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan demikian karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif.
Â
      Dalam dunia Internasional, kualitas pendidikan di Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 120 negara diseluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan untuk Semua (Education for All Development Index, EDI) Indonesia berada pada peringkat ke-57 dari 115 negara pada tahun 2015. Dalam laporan terbaru program pembangunan PBB tahun 2015, Indonesia menempati posisi 110 dari 187 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan angka 0,684. Dengan angka itu Indonesia masih tertinggal dari dua negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia (peringkat 62) dan Singapura (peringkat 11).[22]
Â
      Maka dari itu, langkah dalam menjalankan suistanable development pendidikan merupakan salah satu hal yang dasar dalam melakukan pembangunan. Karena dari pendidikan civil society akan semakin mucul dipermukaan Indonesia. Dan dengan adanya atau semakin muncul kepermukaan masayarakat yang madani nantinya pemabangunan berkelanjutan akan semakin mudah dalam mewujudkan Indonesai menjadi maju dan pastinya dapat bersaing dengan negara lain.
Â
KESIMPULAN
Â
      Sachs (2015) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan (suistanable development) menjadi cara untuk  memahami dunia  dan  sebuah  metode  untuk menyelesaikan permasalahan dunia.[23] Program suitanable develepoment sendiri dicetuskan oleh PBB pada tahun 2016 yang dimana program keberlanjutan dari millenials develpoment dari tahun 2000 hingga 2015. Dalam Undang -- Undang (UU) sendiri sudah diatur bagaimana pendidikan itu sendiri. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Secara sadar pemerintah sudah mengatur pendidikan dan dimasukkan dalam UU yang berarti disini pendidikan merupakan suatu tindakan yang didasari hukum yang kuat.
      Pendidikan merupakan jalur investasi  yang  disiapkan  untuk anak-anak   sebagai generasi penerus  yang  akan  melanjutkan perbaikan  ekonomi  baik  secara individu bagi keluarganya maupun secara berkelompok bagi komunitasnya (termasuk bagi kepentingan pembangunan di Negaranya), sehingga pendidikan menjadi pondasi bagi keberhasilan pembangunan industri dan peningkatan ekonomi.
      Dalam penyelenggaraan suistanable development terdapat 3 jalur pendidikan di Indonesia. Pertama, pengenalan EfSD dalam Pendidikan Formal. Kedua, pengenalan EfSD dalam Jalur Pendidikan Non Formal. Ketiga, pengenalan EfSD dalam Jalur Pendidikan InFormal.
Â
Refrensi
Santini, Yanti. 2017. Penyelenggaraan EfSD Dalam Jalur Pendidikan Di Indonesia. Jurnal Ilmu Pendidikan. Vol. 12. No. 2. hlm 136.
Simanjuntak, Familia Novita. 2017, Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, JDP Volume 10, Nomor 3, Â Â Â Â November 2017, hlm 305.
Sustainable Development Knowledge Platform, Â Â Â Â Â Â Â Â https://sustainabledevelopment.un.org/index.php?page=view&type=111&nr=8496&menu=35 diakses pada 13 Desember 2018.
Listiawati, Nur. 2013. Pelaksanaan Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan Oleh Beberapa Lembaga. Jurnal        Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 3, hlm 432.
Sukardjo, M. 2013. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Grafindo Persada.
Rahmat , Abdul, 2014. Pengantar Pendidikan, Gorontalo: Ideas.
Roy Eka Pribadi, Implementasi Sustainable Development Goals (Sdgs) Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Di      Papua, E-Journal Ilmu Hubungan International, vol 5, No 3, 2017, hlm 918.
Freire, Paulo. 2000. Politik Pendidikan. Yogyakarta : READ.
Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara. Â Â Â Â Â Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Arthur Foshay, The Curriculum Matrix: Transcendence and Mathematics, Journal of Curriculum and Supervision, Â Â Â Â Â Vol. 6, No. 4, 1991, hlm. 1
Soedomo, Hadi. (2008). Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS Â Â Â Â Â dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press).
Suparlan, Henricus. 2015. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dan Sumbangannya Bagi Pendidikan Indonesia. Â Â Â Â Â Â Â Jurnal Filsafat. Vol. 25. No. 1. hlm 60.
Nenden Ineu Herawati, Pendidikan Inklusif, Jurnal Pendidikan Dasar, vol 2, no 1, hlm 1
Familia Novita Simanjuntak, 2017, Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, JDP Volume 10, Nomor 3, Â Â Â Â November 2017, hlm 311
Shephard, K. 2008. Higher Education For Sustainability: Seeking  Affective  Learning Outcomes.     International      Journal  of  Sustainability  in Higher  Education  Volume No. 9 Issue (1). Hlm. 87 --98.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H