Mohon tunggu...
Thontowi Wallace
Thontowi Wallace Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

aku ada maka aku berfikir.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Korupsi Masal Sedang Musim di Malang

13 Juli 2020   11:00 Diperbarui: 13 Juli 2020   11:22 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia sebagai negara tropis hanya memliki dua musim yaitu, kemarau dan hujan. Antara musim kemarau dan musim hujan, masyarakat di Indonesia biasanya menyebutkan musim pancaroba. Musim pancaroba yang biasanya berada di bulan April dan Maret. Akan tetapi musim pancaroba di Indonesia tidak berlaku di daerah Malang yang seharusnya di Malang juga berlaku musim pancaroba. Sayangnya di Malang terdapat musim baru di bulan Maret dan April 2018, musim korupsi massal. Belakangan ini tepatnya di bulan Maret, KPK sebagai lembaga buatan pemerintah  yang menangani korupsi di Indonesia berhasil menetapkan 19 pejabat Kota Malang sebagai tersangka. Disini musim pancaroba yang seharusnya terjadi di Malang dirasa sangat tidak terasa karena ketutup dengan kasus kourupsi yang menjerat pejabat Kota Malang. Pejabat yang ditetapakan menjadi tersangka tersebut terdiri dari Walikota dan anggota DPRD.

            Tahun 2018, bisa dibilang tahun politik di Indonesia tidak terkecuali di Malang. Malang sendiri memiliki tiga kandidat walikota dan wakilnya yang akan maju di Pilkada 2018 yaitu pasangan Yaqud Ananda Gudban -- Ahmad Wanedi, M Anton -- Syamsul Mahmud, dan Sutiaji -- Sofyan Edi Jarwoko. Sayangnya dari ketiga paslon ini terdeapat dua nama calon walikota yang masuk dalam daftar tersangka KPK, Yaqud Nanda dan M Anton. Yaqud nanda sebagai DPRD Kota Malang periode 2014 -- 2019 sedangkan M Anton sebagai Walikota Malang yang sedang menjabat sekarang. Kedua nama tersebut sengat menjadi sorotan masyarakat, karena keduanya hendak maju menjadi Walikota Malang selanjutnya. Tahun politik yang seharusnya menjadi pentas demokrasi sayang sudah tercemar dengan kelakuan pejabat Kota Malang tersebut.

            Dengan terbuktinya 19 nama pejabat Kota Malang dengan 18 anggota DPRD dan 1 Walikota ini sekan membuat kecacatan di tubuh pemerintahan Kota Malang saat ini. Seolah -- olah eksekutif dan legislatih di daerah Malang bekerja sama dalam menggarap atau melakukan korupsi dari APBD. Legislatif yang seharusnya mempunyai tugas dalam pengawasan terhadap ekskutif disini tidak berjalan dengan sedemikian rupa. Dalam teori yang dikeluarkan Montesquieu mengenai Trias Politika, disitu dijelaskan pembagiaan kekuasaan dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga bagian kekuasaan tersebut harus melakukan checks and balances antar satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan ketiga bagian tersebut tidak boleh ada yang lebih kuat dari yang lainnya, dengan bisa menyebabkan ketimpangan pada kebijakan.

            Trias Politika menurut Montesquieu seolah -- olah tidak berlaku di pemerintahan Kota Malang. Di musim korupsi massal ini, ekskutif yaitu walikota dan legislatif yaitu DPRD bekerjasama dalam melancarkan pembahasan APBD-P Pemkot Kota Malang. Selain pengawasan yang menjadi tugas DPRD, anggaran serta melakukan regulasi secara maksimal pada pemerintahan Kota Malang. Disini checks and balances seharusnya bisa dijalankan mengingat tugas masing -- masing bagian kekuasaan. Kekacauan ini bisa berimplikasi kepada kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada pejabat Kota Malang tersebut. Dengan dinamika yang terjadi sekarang, otomatis kepercayaan masyakarakat sudah tereduksi habis. Terutama dengan  2 calon Walikota yang akan maju di tahun 2018.  

            Kota Malang yang mempunyai banyak julukan di masyarakat sekan sudah memudar, seakan sudah tercemar, dan sekarang Malang sudah tidak berbunga lagi di pemerintahannya. Kota Bunga dan Kota Apel yang identik dengan sebutan masyarakat terhadap Kota Malang mungkin sudah tidak relevan lagi. Kota Korupsi bisa menggantikan julukan Kota Bunga maupun Kota Apel, karena saat ini di Malang sedang musim korupsi massal. Diibaratkan KPK itu seperti petani dan korupsi itu seperti buah, di Malang ini seorang petani yaitu KPK sedang panen buah berupa korupsi massal. Sampai kapan seorang petani (KPK) akan terus panen buah (korupsi) di Malang ini? Dan sampai kapan Kota Malang ini kembali dengan julukan yang sejatinya identik dengan Kota Malang yaitu Kota Bunga dan Kota Apel? Jawabannya mungkin ada ditubuh pemerintahan Kota Malang yang harus lebih berbunga lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun