Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sertifikasi Praktek Dokter

21 April 2025   08:34 Diperbarui: 21 April 2025   08:48 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompas.id/baca/opini/2023/04/11/surat-tanda-registrasi-dokter-seumur-hidup

Sertifikasi Praktik Dokter: Bukan Sekadar Gelar, Tapi Jaminan Etika dan Keselamatan Pasien

Kasus demi kasus pelecehan seksual oleh oknum dokter mencuat ke publik dan menorehkan luka mendalam, tidak hanya bagi korban tetapi juga bagi martabat profesi kedokteran itu sendiri. Di tengah upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, kasus seperti ini menjadi ironi yang menyakitkan. Kita harus berani mengakui bahwa sistem pengawasan dan penjaminan mutu dokter di Indonesia masih belum cukup tangguh. Hari ini, izin praktik seorang dokter lebih bergantung pada legalitas administratif daripada pembaruan keilmuan dan pengawasan etika.

Padahal, dalam dunia yang terus berubah cepat, praktik medis menuntut pembaruan kompetensi secara berkala. Tidak cukup hanya bergelar dokter dan mengantongi Surat Izin Praktik (SIP). Yang lebih penting adalah: apakah dokter itu masih memahami pendekatan medis terbaru, memahami batas etik dan mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan? Karena di tangan dokter, bukan hanya tubuh yang dirawat, tetapi juga kepercayaan dan martabat pasien yang harus dilindungi. Maka, usulan untuk adanya sertifikasi praktik berkala dan menyeluruh tidak boleh lagi ditunda.

Izin Praktik Belum Cukup, Sertifikasi Berkala adalah Keniscayaan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan peraturan turunannya, setiap dokter wajib memiliki dua dokumen penting: Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). STR adalah bukti bahwa dokter telah lulus uji kompetensi dan memiliki legitimasi profesi yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Sementara SIP dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat setelah dokter memiliki STR yang masih berlaku. Dua dokumen inilah yang menjadi dasar hukum seorang dokter untuk menjalankan praktiknya.

Namun pertanyaannya, bagaimana jika seorang dokter memiliki STR dan SIP yang masih berlaku, tetapi melakukan pelanggaran etik atau tidak mengikuti perkembangan ilmu medis terbaru? Sistem saat ini tidak memiliki mekanisme evaluasi ulang secara periodik. Tidak ada proses renewal kompetensi yang diharuskan secara berkala, baik dalam hal keilmuan medis maupun etika profesi. Ini menjadi celah yang sangat berisiko. Seorang dokter bisa saja terus praktik selama bertahun-tahun tanpa pernah diuji kembali kemampuan atau integritasnya.

Di sinilah pentingnya membangun sistem sertifikasi berkala, seperti yang diterapkan pada profesi lain. Dunia berubah, teknologi medis berkembang, dan tantangan praktik semakin kompleks. Haruskah kita membiarkan standar profesi kedokteran tertinggal di masa lalu?

Belajar dari Dunia Perbankan: Mengelola Risiko, Menjaga Kepercayaan

Mungkin terdengar ganjil jika profesi keuangan dijadikan cermin bagi dunia kesehatan. Namun lihatlah bagaimana sektor perbankan dan keuangan mengatur standar kompetensi dan etika profesinya. Meski pekerjaan mereka "hanya mengelola uang", para profesional di bidang ini diwajibkan mengikuti Sertifikasi Manajemen Risiko dari jenjang 1 hingga 7. Tidak hanya itu, sertifikasi tersebut juga memiliki masa berlaku terbatas, dan harus diperbarui melalui pelatihan ulang (refreshment) dan evaluasi kompetensi.

Mengapa demikian ketat? Karena industri keuangan menyadari bahwa risiko sistemik dan krisis kepercayaan bisa terjadi jika sumber daya manusianya lalai, ketinggalan zaman, atau tidak beretika. Lantas, bagaimana dengan dunia kesehatan, yang pekerjaannya langsung menyangkut nyawa manusia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun