by Aishka Az Zahra Fillah/Ira Chandra Puspita on Tuesday, August 21, 2012 at 10:40am ·
Meski tidak memiliki sebuah istana yang megah, kereta kencana bertatahkan emas, pundi-pundi uang yang menggunung, pengawal setia yang berbaris memanjang, mahkota berlian yang indah, gaun-gaun cantik yang mewah, ia tetap seorang putri. Ia putri kesayangan kedua orang tuanya, dalam sebuah istana kecil di pedesaan. Lingkungan yang sarat dengan ketenangan dan cinta kasih membuatnya tumbuh dengan hati yang lembut.
Parasnya mungkin tak seelok wajah mereka yang dicetak besar memenuhi halaman muka sebuah koran, tabloid ataupun majalah. Namun ia tetaplah seorang putri yang cantik dimata orang-orang yang menyayanginya.
Karena ia seorang putri juga, maka ia berhak untuk dihormati dan dihargai sebagaimana seorang putri yang lain. Tapi ia tahu, ia tak memiliki keagungan dan keanggunan seorang putri sebagaimana dalam dongeng. Yang ia tahu, ia adalah seorang putri yang bahagia. Putri sholehah dengan akhlak yang mulia yang selalu ditanamkan oleh bunda dan ayahandanya. Bukankah hanya Tuhan yang berhak menjadikan hina seseorang yang mulia dan menjadikan mulia seseorang yang hina?
Suatu ketika ia bertemu dengan seorang pangeran, dan bukankah fitrah seorang perempuan menyukai seorang laki-laki dan begitu pula sebaliknya? Bukan dalam bingkai yang dibenarkan oleh agama, rasa itu muncul dan berkembang. Sejenak rasa itu membumbungkan sang putri jauh ke ujung dunia, sejenak menghempasnya dalam sedih tak berdasar.Ia hanya sedang tak sadar bahwa ia sedang bermain-main dengan hatinya, bermain-main dalam langkahnya. Ia tak sadar bila mungkin ia akan terluka dan tersesat.
Lantunan Ar-Rahman menggaung merdu sore itu. Sang putri mendengarkannya dengan seksama. Sejenak ia menelaah apapun yang telah ia lakukan, semuanya. Menjelajahi setiap ruang dalam hatinya. Terhenyak, ia merasakan hampa yang pekat disana. Dan sesal menghujam tajam dalam relung jiwanya.
Teguran-teguran mengalun tanpa ia hiraukan. Ayat-ayat yang menegur langkahnya, telah ia abaikan. Dan sekarang ia terjatuh, tersungkur dalam tangis diatas sajadahnya. "Robby, apa aku telah salah mengambil sikap? apa aku telah salah dalam melangkah??"
Bunda mendekat dan memeluk erat putri tersayangnya."Azka tidak salah sayang, hanya Azka lupa, waktunya belum tepat sayang... Nanti, Allah akan mempertemukanmu dengan seseorang yang layak untuk menyandingmu. Seseorang yang mampu memuliakanmu. Seseorang yang akan menjagamu. Percayalah sayang, masa itu akan datang untukmu.Bersabarlah...."
Sajak panjang bernama kerinduan,